بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
AHLUS SUNNAH TAAT KEPADA PEMIMPIN KAUM MUSLIMIN
 
Oleh Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
 
Di antara prinsip-prinsip Ahlus Sunnah wal Jamaah adalah wajibnya taat kepada pemimpin kaum Muslimin, selama mereka tidak memerintahkan untuk berbuat kemaksiatan, meskipun mereka berbuat zalim. Karena menaati mereka termasuk dalam ketaatan kepada Allah, dan ketaatan kepada Allah ﷻ adalah wajib. Sebagaimana firman Allah ﷻ:
 
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ
 
“Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-(Nya), dan Ulil Amri di antara kalian.” [QS. An-Nisaa: 59]
 
Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah ﷺ:
 
لاَطاَعَةَ فِي مَعْصِيَةِ اللهِ إِنَّمَا الطَّاعَةُ فِي الْمَعْرُوْفِ.
 
“Tidak (boleh) taat (terhadap perintah) yang di dalamnya terdapat maksiat kepada Allah. Sesungguhnya ketaatan itu hanya dalam kebajikan.” [HR. Al-Bukhari (no. 4340, 7257), Muslim (no. 1840), Abu Dawud (no. 2625), an-Nasa-i (VII/159-160), Ahmad (I/94), dari Sahabat ‘Ali z. Lihat Silsilatul Ahaadiits ash-Shahiihah (1/351 no. 181) oleh Syaikh Al-Albani rahimahullah]
 
Juga sabda beliau ﷺ:
 
عَلَى الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ السَّمْعُ وَالطَّاعَةُ فِيْمَا أَحَبَّ وَكَرِهَ، إِلاَّ أَنْ يُؤْمَرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَإِنْ أُمِرَ بِمَعْصِيَةٍ، فَلاَ سَمْعَ وَلاَ طَاعَةَ.
 
“Wajib atas seorang Muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa), pada apa-apa yang ia cintai atau ia benci, kecuali jika ia disuruh untuk berbuat kemaksiatan. Jika ia disuruh untuk berbuat kemaksiatan, maka tidak boleh mendengar dan tidak boleh taat.” [HR. Al-Bukhari (no. 2955, 7144), Muslim (no. 1839), at-Tirmidzi (no. 1707), Ibnu Majah (no. 2864), an-Nasa-i (VII/160), Ahmad (II/17, 142) dari Saha-bat Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma. Lafal ini adalah lafal Muslim]
 
Apabila mereka memerintahkan perbuatan maksiat, saat itulah kita dilarang untuk menaatinya. Namun tetap wajib taat dalam kebenaran lainnya. Rasulullah ﷺ bersabda:
 
…أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْعِ وَالطَّاعَةِ وَإِنْ آمَرَ عَلَيْكُمْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ…
 
“… Aku wasiatkan kepada kalian agar tetap bertakwa kepada Allah Yang Maha Mulia lagi Maha Tinggi. Tetaplah mendengar dan menaati, walaupun yang memerintah kalian adalah seorang budak hitam…“ [HR. Ahmad (IV/126,127, Abu Dawud (no. 4607) dan at-Tirmidzi (no. 2676), ad-Darimi (I/44), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (I/205) dan al-Hakim (I/95-96), dari Sahabat ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu anhu. Disahihkan oleh al-Hakim dan di-sepakati oleh adz-Dzahabi. Lafal ini milik al-Hakim]
 
Ahlus Sunnah memandang, bahwa maksiat kepada seorang amir (pemimpin) yang Muslim merupakan perbuatan maksiat kepada Rasulullah ﷺ, sebagaimana sabda beliau ﷺ:
 
 مَنْ أَطَاعَنِيْ فَقَدْ أَطَاعَ اللهَ، وَمَنْ عَصَانِي فَقَدْ عَصَى اللهَ، وَمَنْ أَطَاعَ أَمِيْرِي فَقَدْ أَطَاعَنِي، وَمَنْ عَصَى أَمِيْرِي فَقَدْ عَصَانِي.
 
“Barang siapa yang taat kepadaku, berarti ia telah taat kepada Allah. Dan barang siapa yang durhaka kepadaku, berarti ia telah durhaka kepada Allah. Barang siapa yang taat kepada Amirku (yang Muslim), maka ia taat kepadaku. Dan barang siapa yang maksiat kepada Amirku, maka ia maksiat kepadaku.” [HR. Al-Bukhari (no. 7137), Muslim (no. 1835 (33)), Ibnu Majah (no. 2859) dan an-Nasa-i (VII/154), Ahmad (II/252-253, 270, 313, 511), al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah (X/41, no. 2450-2451), dari Sahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu]
 
Imam al-Qadhi ‘Ali bin ‘Ali bin Muhammad bin Abi al-‘Izz ad-Dimasqy (terkenal dengan Ibnu Abil ‘Izz wafat th. 792 H) rahimahullah berkata:
“Hukum menaati Ulil Amri adalah wajib, (selama tidak dalam kemaksiatan), meskipun mereka berbuat zalim. Karena kalau keluar dari ketaatan kepada mereka, akan menimbulkan kerusakan yang berlipat ganda dibanding dengan kezaliman penguasa itu sendiri. Bahkan bersabar terhadap kezaliman mereka dapat melebur dosa-dosa, dan dapat melipatgandakan pahala. Karena Allah ﷻ tak akan menguasakan mereka atas diri kita, melainkan disebabkan kerusakan amal perbuatan kita juga. Ganjaran itu bergantung pada amal perbuatan. Maka hendaklah kita bersungguh-sungguh memohon ampunan, bertobat, dan memerbaiki amal perbuatan.
 
Allah ﷻ berfirman:
 
وَمَا أَصَابَكُم مِّن مُّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَن كَثِيرٍ
 
“Dan musibah apa saja yang menimpamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahan).” [QS. Asy-Syuraa: 30]
 
Allah ﷻ juga berfirman:
 
وَكَذَٰلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
 
“Dan demikianlah Kami jadikan sebagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebagian yang lain, disebabkan apa yang mereka usahakan.” [QS. Al-An’aam: 129]
 
Apabila rakyat ingin selamat dari kezaliman pemimpin mereka, hendaknya mereka meninggalkan kezaliman itu juga.” [Lihat Syarhul ‘Aqiidah ath-Thahaawiyyah (hal. 543) takhrij dan ta’liq Syu’aib al-Arnauth dan ‘Abdullah bin ‘Abdul Muhsin at-Turki]
 
Syaikh al-Albani rahimahullah berkata:
“Penjelasan di atas sebagai jalan selamat dari kezaliman para penguasa yang ‘warna kulit mereka sama dengan kulit kita, berbicara sama dengan lisan kita’. Karena itu agar umat Islam selamat:
 
1. Hendaklah kaum Muslimin bertobat kepada Allah ﷻ.
 
2. Hendaklah mereka memerbaiki akidah mereka.
 
3. Hendaklah mereka mendidik diri dan keluarganya di atas Islam yang benar, sebagai penerapan firman Allah ﷻ:
 
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنفُسِهِمْ
 
“Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [QS. Ar-Ra’d: 11]
 
Ada seorang dai berkata:
 
أَقِيْمُوْا دَوْلَةَ اْلإِسْلاَمِ فِي قُلُوْبِكُمْ، تُقَمْ لَكُمْ فِيْ أَرْضِكُمْ.
 
“Tegakkanlah negara Islam di dalam hatimu, niscaya akan tegak Islam di negaramu.”
 
Untuk menghindarkan diri dari kezaliman penguasa, bukan dengan cara menurut sangkaan sebagian orang, yaitu dengan memberontak, mengangkat senjata, ataupun dengan cara kudeta. Karena yang demikian itu termasuk bidah, dan menyalahi nash-nash syariat yang memerintahkan untuk mengubah diri kita lebih dahulu. Karena itu harus ada perbaikan kaidah dalam pembinaan, dan pasti Allah menolong hamba-Nya yang menolong agama-Nya.
 
Allah ﷻ berfirman:
 
وَلَيَنصُرَنَّ اللَّهُ مَن يَنصُرُهُ ۗ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
 
“… Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” [QS. Al-Hajj: 40] [Al-‘Aqiidatuth Thahaawiyyah (hal. 69), tahqiq Syaikh al-Albani, cet. II/Maktab al-Islami, th. 1414 H]
 
Ahlus Sunnah wal Jamaah menganjurkan agar menasihati Ulil Amri dengan cara yang baik, serta mendoakan amir yang fasik, agar diberi petunjuk untuk melaksanakan kebaikan, dan istiqamah di atas kebaikan. Karena baiknya mereka bermanfaat untuk ia dan rakyatnya.
 
Imam al-Barbahari (wafat tahun 329 H) rahimahullah dalam kitabnya Syarhus Sunnah berkata:
“Jika engkau melihat seseorang mendoakan keburukan kepada pemimpin, ketahuilah, bahwa ia termasuk salah satu pengikut hawa nafsu. Namun jika engkau melihat seseorang mendoakan kebaikan kepada seorang pemimpin, ketahuilah, bahwa ia termasuk Ahlus Sunnah, insya Allah.”
 
Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah berkata:
“Jikalau aku mempunyai doa yang baik yang akan dikabulkan, maka semuanya akan aku tujukan bagi para pemimpin.”
Ia ditanya: “Wahai Abu ‘Ali, jelaskan maksud ucapan tersebut”
Beliau berkata: “Apabila doa itu hanya aku tujukan bagi diriku, tidak lebih hanya bermanfaat bagi diriku. Namun apabila aku tujukan kepada pemimpin, dan ternyata para pemimpin berubah menjadi baik, maka semua orang dan negara akan merasakan manfaat dan kebaikannya.”
 
Kita diperintahkan untuk mendoakan mereka dengan kebaikan, bukan keburukan, meskipun ia seorang pemimpin yang zalim lagi jahat. Karena kezaliman dan kejahatan akan kembali kepada diri mereka sendiri. Sementara apabila mereka baik, maka mereka dan seluruh kaum Muslimin akan merasakan manfaat dari doanya.” [Lihat Syarhus Sunnah (no. 136), oleh Imam al-Barbahary]
 
[Disalin dari kitab Syarah Akidah Ahlus Sunnah Wal Jamaah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
 
Ditulis oleh: Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
AHLUS SUNNAH TAAT KEPADA PEMIMPIN KAUM MUSLIMIN