Segala puji bagi Allah, shalawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Rasulullah, amma ba’du.

Menuntut ilmu agama adalah sebuah tugas yang sangat mulia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, maka Allah akan pahamkan dia dalam hal agamanya.” (HR. Bukhari). Oleh sebab itu, sudah semestinya kita berupaya sebaik-baiknya dalam menimba ilmu yang mulia ini. Beikut ini adalah adab-adab yang harus diperhatikan agar ilmu yang kita peroleh membuahkan barakah, menebarkan rahmah dan bukannya malah menebarkan fitnah atau justru menyulut api hizbiyah. Wallaahul musta’aan.

ADAB PERTAMA

Mengikhlaskan Niat untuk Allah ‘azza wa jalla

Yaitu dengan menujukan aktivitas menuntut ilmu yang dilakukannya untuk mengharapkan wajah Allah dan negeri akhirat. Sebab Allah telah mendorong dan memotivasi untuk itu dalam firmannya: “Maka ketahuilah, sesungguhnya tidak ada sesembahan yang hak selain Allah dan minta ampunlah atas dosa-dosamu.” (QS. Muhammad: 19).

Oleh sebab itu maka kita harus mengikhlaskan diri dalam menuntut ilmu hanya untuk Allah, yaitu dengan meniatkan dalam menuntut ilmu dalam rangka mengharapkan wajah Allah ‘azza wa jalla. Apabila dalam menuntut ilmu seseorang mengharapkan untuk memperoleh persaksian/gelar demi mencari kedudukan dunia atau jabatan, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda: “Barang siapa yang menuntut ilmu yang seharusnya hanya ditujukan untuk mencari wajah Allah ‘azza wa jalla, tetapi dia justru berniat untuk meraih bagian kehidupan dunia, maka dia tidak akan mencium bau surga pada Hari Kiamat.” Ini adalah ancaman yang sangat keras. Akan tetapi apabila seseorang yang menuntut ilmu memiliki niat memeroleh persaksian/ijazah/gelar sebagai sarana agar bisa memberikan manfaat kepada orang-orang dengan mengajarkan ilmu, pengajian dan sebagainya, maka niatnya bagus dan tidak bermasalah, karena ini adalah niat yang benar.

ADAB KEDUA

Bertujuan untuk Mengangkat Kebodohan Diri Sendiri dan Orang Lain

Sebab pada asalnya manusia itu bodoh. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala yang artinya:

“Allah lah yang telah mengeluarkan kalian dari perut-perut ibu kalian dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun. Dan kemudian Allah ciptakan bagi kalian pendengaran, penglihatan dan hati supaya kalian bersyukur.” (QS. An Nahl: 78).

Demikian pula niatkanlah untuk mengangkat kebodohan dari umat. Hal itu bisa dilakukan dengan pengajaran melalui berbagai macam sarana, supaya orang-orang bisa memetik manfaat dari ilmu yang kau miliki.

ADAB KETIGA

Bermaksud Membela Syariat

Sebab kitab-kitab yang ada tidak mungkin bisa membela syariat (dengan sendirinya). Tidak ada yang bisa membela syariat kecuali si pembawa syariat. Seandainya ada seorang ahlul bid’ah datang ke perpustakaan yang penuh berisi kitab-kitab syariat yang jumlahnya sulit untuk dihitung, lantas dia berbicara melontarkan kebid’ahannya dan menyatakannya dengan lantang, saya kira tidak ada sebuah kitab pun yang bisa membantahnya. Akan tetapi apabila dia berbicara dengan kebid’ahannya di sisi orang yang berilmu demi menyatakannya, maka si penuntut ilmu itu akan bisa membantahnya dan menolak perkataannya dengan dalil al-Qur’an dan as-Sunnah. Oleh sebab itu saya katakan: Salah satu hal yang harus senantiasa dipelihara di dalam hati oleh penuntut ilmu adalah niat untuk membela syariat. Manusia kini sangat membutuhkan keberadaan para ulama, supaya mereka bisa membantah tipu daya para ahli bid’ah serta seluruh musuh Allah ‘azza wa jalla.

ADAB KEEMPAT

Berlapang Dada Dalam Masalah Khilaf

Hendaknya dia berlapang dada ketika menghadapi masalah-masalah khilaf yang bersumber dari hasil ijtihad. Bila perselisihan yang ada di antara para ulama terjadi dalam perkara yang tidak boleh untuk berijtihad, maka yang demikian itu tidak ada seorang pun yang menyelisihinya diberikan udzur. Dan bila perselisihan yang terjadi dalam permasalahan yang boleh berijtihad di dalamnya, maka yang seperti ini orang yang menyelisihi kebenaran diberikan udzur. Dan perkataan kita tidak bisa menjadi argumen untuk menjatuhkan orang yang berbeda pendapat dengan kita dalam masalah itu. Seandainya kita berpendapat demikian, niscaya kita pun akan katakan bahwa perkataannya adalah argumen yang bisa menjatuhkan kita.

Yang saya maksud di sini adalah perselisihan yang terjadi pada perkara-perkara yang diperbolehkan bagi akal untuk berijtihad di dalamnya, dan manusia boleh berselisih tentangnya. Adapun orang yang menyelisihi jalan salaf seperti dalam permasalahan akidah, maka dalam hal ini tidak ada seorang pun yang diperbolehkan untuk menyelisihinya.

Allah ta’ala berfirman yang artinya, “Dan taatilah Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian berselisih yang akan menceraiberaikan dan membuat kekuatan kalian melemah. Dan bersabarlah. Ssungguhnya Allah bersama orang-orang yang sabar.” (QS. al-Anfaal: 46)

ADAB KELIMA

Beramal Dengan Ilmu

Yaitu hendaknya penuntut ilmu mengamalkan ilmu yang dimilikinya, baik itu akidah, ibadah, akhlaq, adab, maupun muamalah. Sebab amal inilah buah ilmu dan hasil yang dipetik dari ilmu, seorang yang mengemban ilmu adalah ibarat orang yang membawa senjatanya. Bisa jadi senjatanya itu dipakai untuk membela dirinya atau justru untuk membinasakannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “al-Qur’an adalah hujjah untukmu atau untuk menjatuhkanmu.”

ADAB KEENAM

Berdakwah di Jalan Allah

Yaitu dengan menjadi seorang yang menyeru kepada agama Allah ‘azza wa jalla. Dia berdakwah pada setiap kesempatan, di masjid, di pertemuan-pertemuan, di pasar-pasar, serta dalam segala kesempatan. Perhatikanlah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau setelah diangkat menjadi Nabi dan Rasul tidaklah hanya duduk-duduk saja di rumahnya, akan tetapi beliau mendakwahi manusia dan bergerak ke sana kemari. Saya tidak menghendaki adanya seorang penuntut ilmu yang hanya menjadi penyalin tulisan yang ada di buku-buku, namun yang saya inginkan adalah mereka menjadi orang-orang yang berilmu dan sekaligus mengamalkannya.

ADAB KETUJUH

Bersikap Bijaksana (Hikmah)

Yaitu dengan menghiasi dirinya dengan kebijaksanaan. Allah ta’ala berfirman: “Hikmah itu diberikan kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barang siapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebaikan yang sangat banyak.” (QS. al-Baqarah: 269). Yang dimaksud hikmah ialah seorang penuntut ilmu menjadi pembimbing orang lain dengan akhlaknya dan dengan dakwahnya mengajak orang mengikuti ajaran agama Allah ‘azza wa jalla. Hendaknya dia berbicara dengan setiap orang sesuai dengan keadaannya. Apabila kita tempuh cara ini, niscaya akan tercapai kebaikan yang banyak, sebagaimana yang difirmankan Allah ta’ala: “Dan barang siapa yang diberikan hikmah, sungguh telah diberi kebaikan yang amat banyak.”

ADAB KEDELAPAN

Penuntut Ilmu Harus Bersabar Dalam Menuntut Ilmu

 

Yaitu hendaknya dia sabar dalam belajar. Tidak terputus di tengah jalan dan merasa bosan, tetapi hendaknya di terus konsisten belajar sesuai kemampuannya dan bersabar dalam meraih ilmu. Tidak cepat jemu, karena apabila seseorang telah merasa jemu, maka dia akan putus asa dan meninggalkan belajar. Akan tetapi apabila dia sanggup menahan diri untuk tetap belajar ilmu niscaya dia akan meraih pahala orang-orang yang sabra. Ini dari satu sisi. Dan dari sisi lain, dia juga akan mendapatkan hasil yang baik.

ADAB KESEMBILAN

Menghormati Ulama dan Memosisikan Mereka Sesuai Kedudukannya

Sudah menjadi kewajiban bagi para penuntut ilmu untuk melapangkan dada-dada mereka dalam menghadapi perselisihan yang ada di antara para ulama dan selain mereka. Dan hendaknya hal itu dihadapinya dengan penuh toleransi di dalam keyakinan mereka, bagi orang yang telah berusaha menempuh jalan (kebenaran) tapi keliru. Ini catatan yang penting sekali. Sebab, ada sebagian orang yang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain dalam rangka melontarkan tuduhan yang tak pantas kepada mereka, dan demi menebarkan keraguan di hati orang-orang dengan cela yang telah mereka dengar. Ini termasuk kesalahan yang terbesar. Apabila menggunjing orang awam saja termasuk dosa besar, maka menggunjing orang berilmu lebih besar dan lebih berat dosanya, karena dengan menggunjing orang yang berilmu akan menimbulkan bahaya yang tidak hanya mengenai diri orang alim itu sendiri, akan tetapi mengenai dirinya dan juga ilmu syar’i yang dibawanya.

ADAB KESEPULUH

Berpegang Teguh Dengan Al Kitab dan As Sunnah

Wajib bagi penuntut ilmu untuk memiliki semangat penuh guna meraih ilmu dan memelajarinya dari pokok-pokoknya, yaitu perkara-perkara yang tidak akan tercapai kebahagiaan kecuali dengannya. Perkara-perkara itu adalah :

  1. Al-Qur’an Al-Karim

Oleh sebab itu wajib bagi penuntut ilmu untuk bersemangat dalam membacanya, menghafalkannya, memahaminya serta mengamalkannya karena al-Qur’an itulah tali Allah yang kuat, dan ia adalah landasan seluruh ilmu.

  1. As Sunnah yang shahihah

Ia merupakan sumber kedua dari sumber syariat Islam. Dialah penjelas al-Qur’an al Karim. Maka menjadi kewajiban penuntut ilmu untuk menggabungkan antara keduanya dan bersemangat dalam mendalami keduanya.

ADAB KESEBELAS

Meneliti Kebenaran Berita yang Tersebar dan Bersikap Sabar

Salah satu adab terpenting yang harus dimiliki oleh penuntut ilmu adalah tatsabbut (meneliti kebenaran berita). Dia harus meneliti kebenaran berita-berita yang disampaikan kepadanya serta mengecek efek hukum yang muncul karena berita tersebut. Di sana ada perbedaan antara tsabaat dan tatsabbut. Keduanya adalah dua hal yang berlainan. Walaupun memiliki lafadzh yang mirip, tapi maknanya berbeda. Ats tsabaat artinya bersabar, tabah dan tidak merasa bosan dan putus asa. Sehingga tidak semestinya dia mengambil sebagian pembahasan dari sebuah kitab atau suatu bagian dari cabang ilmu lantas ditinggalkannya begitu saja. Sebab tindakan semacam ini akan membahayakan bagi penuntut ilmu serta membuang-buang waktunya tanpa faidah. Dan cara seperti ini tidak akan membuahkan ilmu. Seandainya dia mendapatkan ilmu, maka yang diperolehnya adalah kumpulan permasalahan saja dan bukan pokok dan landasan pemahaman. Contoh orang yang hanya sibuk mengumpulkan permasalahan itu seperti perilaku orang yang sibuk mencari berita dari berbagai surat kabar dari satu koran ke koran yang lain. Karena pada hakikatnya perkara terpenting yang harus dilakukan adalah ta’shil (pemantapan pondasi, ilmu ushul) dan pengokohannya serta kesabaran untuk memelajarinya.

***

Adab-adab ini disadur dari Thiibul Kalim al-Muntaqa Min Kitaab al-‘Ilm Li Ibni Utsaimin karya Abu Juwairiyah oleh Abu Mushlih Ari Wahyudi