بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#AdabAkhlak

ADAB-ADAB KETIKA UJIAN

Pertama: Berusaha Disertai Tawakal

Inilah langkah awal yang selayaknya dilakukan oleh setiap yang mengharapkan keberhasilan. Usaha merupakan modal pertama meraih kesuksesan, karena sukses tidaklah serta merta turun dari langit. Perubahan hanya akan terjadi, ketika orangnya mau berusaha untuk berubah. Allah ta’ala berfirman:

إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ

“Sesungguhnya Allah tidaklah mengubah keadaan suatu kaum, sampai mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri.” [QS. Ar-Ra’du: 11]

Karena itu, dalam Islam tidak ada kamus tawakal tanpa usaha, karena setiap tawakal harus diawali usaha. Tawakal tanpa usaha, diistilahkan dengan tawaaakal (pura-pura tawakal).

Namun ingat, juga jangan terlalu bersandar pada usaha dan kemampuan kita. karena semuanya berada di bawah kehendak Sang Maha Kuasa. Sehebat apapun usaha kita, jangan sampai membuat kita terlalu PeDe, sehingga mengesankan tidak membutuhkan pertolongan Allah.

Allah menjanjikan, orang yang bertawakal akan dicukupi oleh Allah. sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya:

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan (keperluannya).” [QS. At-Thalaq: 3].

Sebaliknya, orang yang tidak bertawakal, maka dikhawatirkan akan diuji dengan kegagalan. Sebagaimana disebutkan dalam hadis dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, bahwa Nabi ﷺ pernah bercerita: “Nabi Sulaiman pernah berikrar: “Malam ini aku akan menggilir 100 istriku. Semuanya akan melahirkan seorang anak yang akan berjihad di jalan Allah.” Beliau mengucapkan demikian, dan tidak mengatakan: “InsyaaAllah”. Akhirnya tidak ada satupun yang melahirkan, kecuali salah satu dari istrinya yang melahirkan setengah manusia (baca: manusia cacat). kemudian Nabi ﷺ bersabda:

لَوِ اسْتَثْنَى، لَوُلِدَ لَهُ مِائَةُ غُلَامٍ كُلُّهُمْ يُقَاتِلُ فِي سَبِيلِ اللهِ

“Andaikan Sulaiman mau mengucapkan InsyaaAllah, niscaya akan terlahir 100 anak, dan semuanya berjihad di jalan Allah.” [HR. Ahmad 7137 dan dishahihkan oleh Syaikh Syu’aib Al Arnauth]

Siapa kita dibandingkan Nabi Sulaiman ‘alaihis salam? Keinginan seorang Nabi yang tidak disertai tawakal, ternyata bisa menuai kegagalan.

Kedua: Hindari Sebab Yang Tidak Memenuhi Syariat

Ada sebagian orang yang ketika hendak ujian, dia menempuh jalan pintas. Dia menggunakan sebab yang bertolak belakang dengan syariat. Ada yang datang ke orang pintar untuk minta perewangan. Ada yang makan kitab biar bisa cepat hapal. Ada yang zikir tengah malam dengan membaca ribuan wirid yang tidak disyariatkan, dan seabreg trik lainnya untuk menggapai sukses.

Perlu kita tanamkan dalam lubuk hati kita, bahwa segala sesuatu itu bisa dijadikan sebagai sebab, jika memenuhi dua kriteria:

  • Ada hubungan sebab akibat yang terbukti secara ilmiah. Misalnya belajar dan menghapal adalah sebab untuk mendapatkan pengetahuan.
  • Jika syarat pertama tidak terpenuhi, maka harus ada syarat kedua, yaitu sebab tersebut ditentukan oleh dalil. Sehingga meskipun sebab tersebut tidak terbukti secara ilmiah memiliki hubungan dengan akibat,namun selama ada dalil, maka boleh dijadikan sebagai sebab. Contoh, meruqyah dengan bacaan Alquran untuk mengobati orang sakit. Meskipun secara ilmiah tidak bisa dibuktikan secara ilmiah, apakah hubungan antara bacaan Alquran dengan pengobatan, namun mengingat ada dalil yang menegaskan hal tersebut, maka itu bisa dijadikan sebagai sebab.

Jika ada sebab yang TIDAK memenuhi dua kriteria di atas, maka menggunakan sebab tersebut hukumnya SYIRIK KECIL. Karena berarti dia telah berdusta atas nama Allah. Dia meyakini, bahwa hal itu bisa dijadikan sebab, padahal sama sekali Allah tidak menjadikan hal itu sebagai sebab.

Dan jika sebab yang ditempuh itu berupa amal, maka syaratnya harus ada dalilnya. Jika tidak, bisa jadi terjerumus ke dalam jurang dosa bid’ah.

Ketiga: Perbanyak Istighfar

Sesungguhnya salah satu sumber utama kegagalan yang terjadi pada manusia adalah dosa dan maksiat. Allah tegaskan:

وَجَزَاء سَيِّئَةٍ سَيِّئَةٌ مِّثْلُهَا

“Balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang serupa.” [QS. As-Syura: 40]

Salah satu dampak buruk dosa adalah bisa menghalangi kelancaran rezeki, sebagaimana dinyatakan dalam hadis:

إن الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبه

Sesungguhnya seseorang terhalangi untuk mendapat rezeki, disebabkan dosa yang dia perbuat. [HR. Ahmad 22386 dan dihasankan Al-Albani].

Karena itu, agar kita terhindar dari dampak buruk perbuatan maksiat yang kita lakukan, perbanyaklah memohon ampunan kepada Allah. Perbanyak istighfar dalam setiap waktu yang memungkinkan untuk berizkir. Kita berharap, dengan banyak istighfar, semoga Allah memberi ampunan dan memudahkan kita untuk mendapatkan apa yang diharapkan.

Dalam sebuah hadis dinyatakan:

مَنْ لَزِمَ الِاسْتِغْفَارَ جَعَلَ اللَّهُ لَهُ مِنْ كُلِّ ضِيقٍ مَخْرَجًا ، وَمِنْ كُلِّ هَمٍّ فَرَجًا ، وَرَزَقَهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ

Siapa yang membiasakan istigfar, Allah akan memberikan kelonggaran di setiap kesempitan, memberikan jalan keluar di setiap kebingungan, dan Allah berikan dia rezeki dari arah yang tidak dia sangka. [HR. Abu Daud, Ibn Majah, Ahmad, Ad-Daruquthni, al-baihaqi dan yang lainnya].

Hadis ini dinilai dhaif oleh sebagian ulama. Hanya saja maknanya sejalan dengan perintah Allah di Surat Hud:

وَأَنِ اسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ يُمَتِّعْكُمْ مَتَاعاً حَسَناً إِلَى أَجَلٍ مُسَمّىً وَيُؤْتِ كُلَّ ذِي فَضْلٍ فَضْلَهُ

Perbanyaklah meminta ampun kepada Tuhanmu dan bertaubat kepada-Nya. (Jika kamu mengerjakan yang demikian), niscaya Dia akan memberi kenikmatan yang baik (terus menerus) kepadamu, sampai kepada waktu yang telah ditentukan. Dan Dia akan memberikan kepada tiap-tiap orang yang memunyai keutamaan (balasan) keutamaannya. [QS. Hud: 3]

Keempat: Banyak berdoa

Perbanyaklah berdoa kepada Allah, meminta segala hal yang kita butuhkan, baik dalam urusan Akhirat maupun dunia. Karena semakin sering mengetuk pintu, maka semakin besar peluang untuk dibukakan pintu tersebut. Semakin sering kita berdoa, semakin besar peluang untuk dikabulkan. Namun perlu diingat, jangan suka minta didoakan orang lain. Karena berdoa sendiri itu lebih berpeluang untuk dikabulkan, daripada harus melalui orang lain. Lebih-lebih di saat kita sedang membutuhkan pertolongan. Akan ada perasaan berharap yang lebih besar, bila dibandingkan dengan doa yang diwakilkan orang lain. Di samping itu, berdoa sendiri lebih menunjukkan ketergantungan kita kepada Allah secara langsung. Dan kita melepaskan diri dari ketergantungan pada orang lain.

Kelima: Pegang Prinsip Kejujuran dan Hindari Bentuk Penipuan

Pernahkah kita menyadari, bahwa plagiat dan mencontek ketika ujian termasuk bentuk penipuan? Adakah di antara kita yang sadar, bahwa melakukan pelanggaran dalam ujian termasuk bentuk kedustaan? Pernahkah kita merasa, bahwa hal itu membawa konsekuensi dosa? Mungkin ada di antara kita yang beranggapan, kalau itu tidak ada hubungannya dengan agama. Ini lain urusan, antara UN dengan agama. Tak ada kaitannya dengan urusan Akhirat.

Perlu kita sadari, bahwa apapun bentuk pelanggaran yang kita lakukan ketika ujian, baik itu bentuknya mencontek, plagiat, catatan, pemalsuan data dan pelanggaran lainnya, hukumnya haram dan dosa besar. Tinjauannya:

  1. Perbuatan itu terhitung sebagai bentuk penipuan, karena orang yang melihat nilai kita beranggapan, bahwa itu murni usaha kita yang dilakukan dengan jujur dan sportif. Padahal hakikatnya itu adalah hasil kerja gabungan, kerja kita dan teman-teman sekitar kita. Nabi ﷺ bersabda:

مَنْ غَشَّنَا فَلَيْسَ مِنَّا

“Barang siapa yang menipu kami, maka bukan termasuk golongan kami.” [HR. Muslim].

Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan, bahwa perbuatan menipu ini termasuk dosa besar, karena diancam dengan kalimat: “Bukan termasuk golongan kami”. (Lihat Syarh Riyadhus Sholihin Syarh hadis Bab: Banyaknya Jalan Menuju Kebaikan].

Komite Tetap Tim Fatwa Saudi pernah ditanya tentang masalah pelanggaran ketika ujian, mereka menjawab: “Menipu dalam ujian pembelajaran atau yang lainnya itu haram. Orang yang melakukannya termasuk pelaku salah satu dosa besar.

Berdasarkan hadis dari Nabi ﷺ: “Barang siapa yang menipu kami, maka dia bukan bagian kami.” Dan tidak ada perbedaan antara materi pelajaran agama maupun non agama.”

Dalam kesempatan yang sama Komite Fatwa ini juga pernah ditanya tentang hadis “Barangs iapa yang menipu kami…” kemudian mereka menjawab:

“Hadis ini statusnya Shahih. Mencakup segala bentuk penipuan, baik dalam jual beli, perjanjian, amanah, ujian sekolah atau pesantren. Baik bentuk penipuannya itu dengan melihat buku ajar, mencontek teman, memberikan jawaban kepada yang lain, atau dengan melemparkan kertas pada yang lain.”

  1. Perbuatan ini termasuk di antara sifat orang yang diancam dengan azab. Allah ta’ala berfirman yang artinya:

وَيُحِبُّونَ أَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلَا تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ

“…dan mereka yang suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan. Jangan sekali-kali kamu mengira, bahwa mereka akan lolos dari azab…” [QS. Ali Imran: 188].

Kita yakin, orang yang suka melakukan pelanggaran ketika ujian pasti tidak lepas dari tujuan mencari nilai bagus. Disadari maupun tidak, ketika ada orang yang memuji nilai UN yang kita peroleh, pasti akan ada perasaan bangga dalam diri kita. Meskipun kita yakin betul kalau itu bukan murni kerja kita. Oleh karena itu, bagi yang punya kebiasaan demikian, segeralah bertakwa kepada Allah. Mudah-mudahan kita tidak digolongkan seperti ayat di atas.

  1. Perbuatan semacam tergolong sebagai orang yang mengenakan pakaian kedustaan. Nabi ﷺ bersabda:

إِنَّ الْمُتَشَبِّعُ بِمَا لم يعط كلابس ثوب زور

“Orang yang merasa bangga dengan apa yang tidak dia dapatkan, maka seolah dia memakai dua pakaian kedustaan.” [HR. Ahmad & Al Bukhari dalam Adabul Mufrad dan dishahihkan Al Albani].

Dijelaskan oleh An Nawawi bahwa yang dimaksud; “Orang yang merasa bangga dengan apa yang tidak dia dapatkan” adalah orang yang menampakkan, bahwa dirinya telah mendapatkan keutamaan, padahal aslinya dia tidak mendapatkannya. [Lihat Faidhul Qodir 6/338].

Orang semacam ini termasuk orang yang menipu orang lain. Dia menampakkan seolah dirinya orang pintar, nilainyanya bagus, padahal aslinya….

Ujian adalah amanah untuk dikerjakan dengan sebaik-baiknya. Sebagai Muslim yang baik, selayaknya kita jaga amanah ini dengan baik. Amanah ilmiah yang selayaknya kita tunaikan dengan penuh tanggung jawab, karena itulah yang akan mengantarkan kepada kebahagiaan. Bukan jaminan, orang yang nilai UN-nya baik, pasti mendapatkan peluang hidup yang lebih nyaman. Ingat, kedustaan dan kecurangan akan mengundang kita untuk melakukan kedustaan berikutnya, dalam rangka menutupi kedustaan sebelumnya. Dan bisa jadi itu terjadi secara terus-menerus. Berbeda dengan kejujuran, dia akan mengantarkan pada ketenangan, dan selanjutnya mengantarkan pada jalan kebaikan dan Surga.

Rasulullah ﷺ bersabda:

إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى البِرِّ، وَإِنَّ البِرَّ يَهْدِي إِلَى الجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا. وَإِنَّ الكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الفُجُورِ، وَإِنَّ الفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

“Sesungguhnya kejujuran akan megantarkan pada kebaikan, dan sesungguhnya kebaikan akan mengantarkan pada Surga. Jika seseorang senantiasa berlaku jujur dan berusaha untuk jujur, maka dia akan dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Hati-hatilah kalian dari berbuat dusta, karena sesungguhnya dusta akan mengantarkan kepada kejahatan dan kejahatan akan mengantarkan pada Neraka. Jika seseorang sukanya berdusta dan berupaya untuk berdusta, maka ia akan dicatat di sisi Allah sebagai pendusta.” [HR. Muslim no. 2607]

Keenam: Tips dalam Menghadapi Kegagalan

a. Tanamkan Bahwa Semuanya Telah Ditakdirkan

Sebagai bukti, bahwa kita adalah orang yang beriman pada takdir, kita yakini, bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini semuanya telah ditakdirkan oleh Allah. Kita yakini bahwa tidak ada perbuatan Allah yang sia-sia. Semua pasti ada hikmahnya, baik kita ketahui maupun tidak. Kita tutup rapat-rapat, jangan sampai kita berburuk sangka kepada Allah. Sebagai penyempurna keimanan kita pada takdir adalah kita pasrahkan semuanya kepada Allah, dan tidak terlalu disesalkan. Kegagalan bukanlah tanda, bahwa Allah membenci kita. Demikian pula, sukses bukanlah tanda, bahwa Allah membenci kita. Bahkan ini termasuk anggapan cupet manusia yang telah dibantah dalam Alquran. Allah ta’ala berfirman:

فَأَمَّا الْإِنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلَاهُ رَبُّهُ فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ ( ) وَأَمَّا إِذَا مَا ابْتَلَاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ ( ) كَلَّا…

Adapun manusia, apabila Rabbnya mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata: “Rabbku memuliakan aku.”(15) Namun apabila Rabbnya mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata: “Rabbku menghinakanku.”(16) sekali-kali tidak…..”[QS. Al Fajr: 15-17].

b. Bersabar dengan Penuh Mengharapkan Pahala

Jika gagal ini adalah bagian dari ujian hidup, maka berusahalah untuk bersabar. Lebih-lebih jika kita mampu untuk bersikap rida, atau bahkan bersyukur. Sesuatu yang berat ini akan menjadi terasa ringan. Nabi ﷺ bersabda:

 

مَا يَزَالُ البَلَاءُ بِالمُؤْمِنِ وَالمُؤْمِنَةِ فِي نَفْسِهِ وَوَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى اللَّهَ وَمَا عَلَيْهِ خَطِيئَةٌ

“Tidak henti-hentinya ujian itu akan menimpa setiap Mukmin laki-laki maupun wanita, terkait dengan dirinya, anaknya, dan hartanya, sampai dia bertemu dengan Allah dalam keadaan tidak memiliki dosa.” [HR. At Turmudzi dan dishahihkan Al Albani dalam Shahih Riyadhus Shalihin].

Kegagalan ini akan menjadi penebus dosa, jika orang yang tertimpa kegagalan tersebut mampu bersabar.

c. Yakini Ada yang Lebih Buruk Dari Pada Kita

Inilah di antara cara yang diajarkan Islam, agar kita tetap bisa bersyukur kepada Allah, terhadap nikmat yang telah Dia berikan. Nabi ﷺ bersabda:

انْظُرُوا إِلَى مَنْ أَسْفَلَ مِنْكُمْ، وَلَا تَنْظُرُوا إِلَى مَنْ هُوَ فَوْقَكُمْ، فَهُوَ أَجْدَرُ أَنْ لَا تَزْدَرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ

“Lihatlah orang yang lebih bawah dari pada kamu, dan jangan melihat orang yang lebih banyak nikmatnya dari pada kamu. Karena akan memberi kekuatan kamu, untuk tidak meremehkan nikmat Allah kepadamu.” [HR. Muslim]d

d. Hindari Ber-Andai-Andai

Jangan sampai terbetik dalam diri kita teriakan perasaan “Andai aku tadi pinjam bukunya si A, pasti aku bisa mengerjakannya..” “Andai aku tadi…pasti…” “Andai aku…kan harusnya gak…” dan seterusnya. Umumnya perasaan ini muncul, ketika orang itu dalam posisi gagal. Karena perasaan ini merpakan awal dari godaan setan, agar manusia mengingkari takdir Allah. Nabi ﷺ bersabda:

وَإِنْ أَصَابَكَ شَيْءٌ، فَلَا تَقُلْ لَوْ أَنِّي فَعَلْتُ كَانَ كَذَا وَكَذَا، وَلَكِنْ قُلْ قَدَرُ اللهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ، فَإِنَّ لَوْ تَفْتَحُ عَمَلَ الشَّيْطَانِ

“Apabila kamu tertimpa kegagalan, janganlah kamu mengatakan: “Seandainya aku bersikap demikian, tentu yang terjadi demikian..” Tetapi katakanlah: “Ini telah ditakdirkan oleh Allah, dan Allah berbuat sesuai apa yang Dia kehendaki.” Karena sesungguhnya ucapan berandai-andai itu membuka (pintu) perbuatan setan.” [HR. Muslim]

Berdasarkan hadis di atas, ada ungkapan yang sunnah untuk kita ucapkan, ketika sedang mengalami kegagalan:

قَدَرُ اللَّهِ وَمَا شَاءَ فَعَلَ

“Ini telah ditakdirkan oleh Allah, dan Allah berbuat sesuai apa yang Dia kehendaki”

e. Berusaha Untuk Memerbaikinya dan Jangan Putus Asa

Nabi ﷺ bersabda:

احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ

“Bersemangatlah dalam mencari apa yang bermanfaat bagimu, dan mohonlah kepada Allah (dalam segala urusanmu), serta jangan sekali-kali kamu bersikap lemah (karena putus asa)…” [HR. Muslim].

Selamat menempuh ujian, semoga sukses menyertai kita semua… Amiin

 

Oleh Ustadz Ammi Nur Baits [Artikel www.KonsultasiSyariah.com]

Sumber: https://konsultasisyariah.com/17430-adab-dalam-ujian-nasional-untaian-nasehat-peserta-un.html