بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
#AkidahTauhid
INSYAALLAH BUKANLAH SEKADAR KALIMAT PEMANIS BIBIR
>> Katakanlah “Insyaallah”! Mudah-Mudahan Allah Membantumu Melaksanakannya
Kasus Pertama
Di antara sebab turunnya Surat al Kahfi adalah ketika orang-orang Quraisy bertanya tiga pertanyaan titipan orang-orang Yahudi kepada Rasulullah ﷺ:
Pertama: Tanyakan tentang para pemuda yang pergi di masa lalu, apa yang mereka lakukan. Sesungguhnya mereka mengalami peristiwa yang menakjubkan.
Kedua: Tanyakan padanya tentang lelaki yang sering berkelana. Ia telah mengunjungi seluruh penjuru bumi.
Ketiga: Tanyakan padanya tentang apa itu ruh.
Rasulullah ﷺ pun menjawab: “Akan kujawab apa yang kamu tanyakan besok”. Namun apa yang terjadi? sampai 15 hari, jawaban tersebut tidaklah turun. Dan akhirnya turunlah Surat al Kahfi untuk mennjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut, yang di antara ayatnya ada sebuah teguran kepada Rasulullah ﷺ untuk TIDAK memastikan sesuatu kecuali dengan kata insyaallah.
وَلاَتَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَلِكَ غَدًاإِلآ أَن يَشَآءَ اللهُ
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: ‘Sesungguhnya kau akan mengerjakan itu besok pagi’, kecuali (dengan menyebut), ‘Insyaallah’”. (QS. Al Kahfi: 24)
Ternyata kuncinya adalah ucapan “Insyaallah”.
Kasus Kedua
Kalau kita membuka-buka kembali Alquran, kita juga akan dapati sebuah kisah orang-orang Yahudi di zaman Nabi Musa, yang diperintahkan untuk menyembelih sapi betina, namun mereka ngeyel. Mereka terus bertanya-tanya model sapinya:
Kali pertama disuruh mereka bertanya:
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَاهِيَ
“Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami, agar dia menerangkan kepada kami, sapi betina apakah itu?” (QS. Al Baqarah: 68)
Setelah dijelaskan masih bertanya lagi:
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَالَوْنُهَا
”Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami apa warnanya”. (QS. Al Baqarah: 69)
Setelah dijelaskan, masih bertanya lagi, namun kali ini Bani Israil itu menambahkan kalimat, “insyaallah”
قَالُوا ادْعُ لَنَا رَبَّكَ يُبَيِّن لَّنَا مَاهِيَ إِنَّ الْبَقَرَ تَشَابَهَ عَلَيْنَا وَإِنَّا إِن شَآءَ اللَّهُ لَمُهْتَدُونَ
”Mohonkanlah kepada Rabb-mu untuk kami, agar Dia menerangkan kepada kami, bagaimana hakikat sapi betina itu. Karena sesungguhnya sapi itu (masih) samar bagi kami, dan sesungguhnya kami insyaallah akan mendapat petunjuk” (QS. Al Baqarah: 70)
Barulah, mereka menyembelihnya
فَذَبَحُوهَا وَمَاكَادُوا يَفْعَلُونَ
”Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.” (QS. Al Baqarah: 71)
Ternyata, kuncinya adalah kalimat “Insyaallah”.
Kasus Ketiga
Dalam hadis diriwayatkan kisah Ya’juj dan Ma’juj. Disebutkan kisah Ya’juj dan Ma’juj yang mencoba membongkar tembok yang telah dibuat oleh Dzulqarnain.
“Sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj membongkarnya setiap hari, sampai ketika mereka hampir melihat cahaya matahari. Pemimpin mereka berkata: ‘Kita pulang, kita teruskan besok’. Lalu Allah mengembalikannya lebih kuat dari sebelumnya. Ketika masa mereka telah tiba dan Allah ingin mengeluarkan mereka kepada manusia, mereka menggali. Ketika mereka hampir melihat cahaya matahari, pemimpin mereka berkata: ‘Kita pulang, kita teruskan besok insyaallah’. Mereka mengucapkan insyaallah. Mereka kembali ke tempat mereka menggali, mereka mendapatkan galian seperti kemarin. Akhirnya mereka berhasil menggali dan keluar kepada manusia”. (HR Ibnu Majah dan at Tirmidzi dishahihkan oleh Al Albani dalam Silsilah ash Shahihah)
Maka sekali lagi kita dapati bahwa kuncinya adalah kalimat ”Insyaallah”.
Kasus Keempat
Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dan juga oleh Bukhari, dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda:
“Sulaiman bin Dawud berkata: ‘Sungguh aku akan menggilir sembilan puluh istriku pada malam ini. Masing-masing akan melahirkan satu pejuang yang akan berjuang di jalan Allah.’ Lalu sahabatnya berkata: ‘Ucapkan insyaallah!’, tetapi beliau tidak mengucapkannya. Akhirnya dia menggauli semua istrinya itu, dan tidak satu orang pun dari mereka hamil, kecuali satu istri saja yang melahirkan anak dengan wujud setengah manusia. Demi jiwa Muhammad yang berada di tangan-Nya, seandainya dia mengucapkan ‘insyaallah’, niscaya mereka semua akan (melahirkan) para pejuang yang berjuang di jalan Allah.”
Lagi, ternyata kuncinya adalah kalimat “Insyaallah”.
Kasus Kelima
Dalam Alquran yang mulia disebutkan tentang pemilik kebun yang bersumpah pasti akan memetik hasil kebun mereka pada pagi hari:
إِنَّا بَلَوْنَاهُمْ كَمَا بَلَوْنَا أَصْحَابَ الْجَنَّةِ إِذْ أَقْسَمُوا لَيَصْرِمُنَّهَا مُصْبِحِينَ .وَلَا يَسْتَثْنُونَ .فَطَافَ عَلَيْهَا طَائِفٌ مِّن رَّبِّكَ وَهُمْ نَائِمُونَ.فَأَصْبَحَتْ كَالصَّرِيمِ
“Sesungguhnya Kami telah menguji mereka (musyrikin Mekah), sebagaimana Kami telah mennguji pemilik-pemilik kebun, ketika mereka bersumpah, bahwa mereka sungguh-sungguh akan memetik (hasil)nya di pagi hari, tetapi mereka tidak menyisihkan (dengan mengucapkan, insyaallah). Lalu kebun itu ditimpa bencana yang datang dari Tuhanmu ketika mereka sedang tidur. Maka jadilah kebun itu hitam seperti malam yang gelap gulita” (QS. Al Qalam: 68)
Pada ayat “وَلَا يَسْتَثْنُونَ ” dalam Tafsir Al-Qurtubi: {اي ولم يقولوا إن شاء الله } yaitu mereka belum mengatakan insyaallah. Begitu juga di Tafsir Al Muyassar.
Sekali lagi, ternyata kuncinya adalah kalimat “Insyaallah”.
Maka, insyaallah bukanlah sekadar kalimat pemanis bibir. Dengan mengucapkan insyaallah, kita berharap kepada Allah, agar Dia menetapkan janji dan rencana amal saleh yang kita buat.
***
Penyusun: Irilaslogo
Sumber:
- http://muslimah.or.id, dari status ustadz Amrullah Akadhinta
- Anakku Sudah Tepatkah Pendidikannya? Karya Musthafa Al-Adawi
Leave A Comment