بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
 
SEBAGAIMANA ENGKAU MENJALANI HIDUPMU, DEMIKIANLAH KONDISIMU TATKALA AJAL MENJEMPUTMU
 
Nabi ﷺ bersabda:
 
يُبْعَثُ كُلُّ عَبْدٍ عَلَى مَا مَاتَ عَلَيْهِ
 
“Setiap hamba akan dibangkitkan berdasarkan kondisi meninggalnya.” [HR Muslim no 2878]
 
Berkata Al-Munaawi:
 
أَيْ يَمُوْتُ عَلَى مَا عَاشَ عَلَيْهِ وَيُبْعَثُ عَلَى ذَلِكَ
 
“Yaitu ia meninggal di atas kehidupan yang biasa ia jalani. dan ia dibangkitkan di atas hal itu.” [At-Taisiir bi Syarh Al-Jaami’ As-Shogiir 2/859]
 
Para pembaca yang budiman…
Kita semua tahu, bahwasanya kematian datang tiba-tiba. Tidak peduli dengan kondisi seorang hamba, apakah dalam keadaan ketaatan kepada Allah, atau dalam keadaan sedang bermaksiat. Apakah dalam keadaan sakit, ataupun dalam keadaan sehat. Semuanya terjadi tiba-tiba.
 
Seorang penyair berkata:
 
تَزَوَّدْ مِنَ التَّقْوَى فَإِنَّكَ لاَ تَدْرِي*** إِذَا جَنَّ لَيْلٌ هَلْ تَعِيْشُ إِلَى الْفَجْرِ
 
Berbekallah ketakwaan, karena sesungguhnya engkau tidak tahu,
Jika malam telah tiba, apakah engkau masih bisa hidup hingga pagi hari.
 
وَكَمْ مِنْ صَحِيْحٍ مَاتَ مِنْ غَيْرِ عِلَّةٍ *** وَكَمْ مِنْ عَلِيْلٍ عَاشَ حِيْناً مِنَ الدَّهْرِ
 
Betapa banyak orang yang sehat kemudian meninggal tanpa didahului sakit,
Dan betapa banyak orang yang sakit yang masih bisa hidup beberapa lama.
 
فَكَمْ مِنْ فَتًى أَمْسَى وَأَصْبَحَ ضَاحِكًا *** وَقَدْ نُسِجَتْ أَكْفَانُهُ وَهُوَ لاَ يَدْرِِي
 
Betapa banyak pemuda yang tertawa di pagi dan petang hari,
Padahal kafan mereka sedang ditenun, dalam keadaan mereka tidak sadar.
 
وَكَمْ مِنْ صِغَارٍ يُرْتَجَى طُوْلُ عُمْرِهِمْ *** وَقَدْ أُدْخِلَتْ أَجْسَامُهُمْ ظُلْمَةَ الْقَبْرِ
 
Betapa banyak anak-anak yang diharapkan panjang umur,
Padahal tubuh mereka telah dimasukkan dalam kegelapan kuburan.
 
وَكَمْ مِنْ عَرُوْسٍ زَيَّنُوْهَا لِزَوْجِهَا *** وَقَدْ قُبِضَتْ أَرْوَاحُهُمْ لَيْلَةَ الْقَدْرِ
 
Betapa banyak mempelai wanita yang dirias untuk dipersembahkan kepada mempelai lelaki,
Padahal roh mereka telah dicabut tatkala di malam Lailatul Qadar.
 
Tentunya setiap kita berharap dianugrahi husnul khatimah. Ajal menjemput tatkala kita sedang beribadah kepada Allah. Tatkala bertobat kepada Allah. Sedang ingat kepada Allah. Akan tetapi betapa banyak orang yang berharap meninggal dalam kondisi husnul khatimah, akan tetapi kenyataan yang terjadi adalah sebaliknya, Suul khootimah. Maut menjemputnya tatkala ia sedang bermaksiat kepada Penciptanya, dan Pencipta alam semesta ini.
 
Bagaimana mungkin seseorang meninggal dalam kondisi husnul khatimah, sementara hari-harinya ia penuhi dengan bermaksiat kepada Allah. Hari-harinya ia penuhi tanpa menjaga pendengarannya. Pandangannya ia umbar. Hatinya dipenuhi dengan beragam penyakit hati. Lisannya jauh dari berzikir dan mengingat Allah.
 
Ingatlah para pembaca yang budiman.
Sesungguhnya seseorang akan dicabut nyawanya, berdasarkan kehidupan yang biasa ia jalani. Berikut ini adalah kisah-kisah yang mencoba menggugah hati kita untuk membiasakan diri beramal saleh, sehingga tatkala maut menjemput, kita pun dalam keadaan beramal saleh:
 
Kisah Pertama: kisah seorang ahli ibadah Abdullah bin Idriis (190-192 H)
 
عَنْ حُسَيْن الْعَنْقَزِي قَالَ: لَمَّا نَزَلَ بِابْنِ إِدْرِيْسَ الْمَوْتُ بَكَتْ ابْنَتُهُ فَقَالَ: لاَ تَبْكِي يَا بُنَيَّة، فَقَدْ خَتَمْتُ الْقُرْآنَ فِي هَذَا الْبَيْتِ أَرْبَعَةَ آلاَف خَتْمَة
 
Dari Husain Al-‘Anqozi, ia bertutur:
“Ketika kematian mendatangi Abdullah bin Idris, maka putrinya pun menangis.
Maka dia pun berkata: “Wahai putriku, jangan menangis! Sungguh, aku telah mengkhatamkan Alquran di rumah ini 4000 kali.” [Lihat Taariikh Al-Islaam karya Ad-Dzahabi 13/250, Ats-Tsabaat ‘inda Al-Mamaat karya Ibnil Jauzi hal 154]
 
Kisah kedua: Kisah Abu Bakr bin ‘Ayyaasy (193 H)
 
لما حضرت أبا بكر بن عَيَّاش الوفاةُ بَكَتْ أُخْتُهُ فقال: لاَ تَبْكِ اُنْظُرِي إِلىَ تِلْكَ الزَّاوِيَةِ الَّتِي فِي الْبَيْتِ قَدْ خَتَمَ أَخُوْكَ فِي هَذِهِ الزَّاوِيَةِ ثَمَانِيَةَ عَشَرَ أَلَف خَتْمَة
 
Tatkala kematian mendatangi Abu Bakr bin ‘Ayaasy, maka saudara perempuannya pun menangis. Maka Abu Bakrpun berkata kepadanya: “Janganlah menangis. Lihatlah di pojok rumah ini, sesungguhnya saudara laki-lakimu ini telah mengkhatamkan Alquran di situ sebanyak 18 ribu kali.” [Lihat Hilyatul Auliyaa’ karya Abu Nu’aim 8/304 dan Taariikh Baghdaad 14/383]
 
Demikianlah para pembaca yang budiman.
Ahli ibadah ini, Abdullah bin Idris, telah mengkhatamkan Alquran sebanyak 4000 kali. Abu Bakr bin ‘Ayyaasy telah mengkhatamkan Alquran sebanyak 18 ribu kali. Semuanya demi menghadapi waktu yang sangat kritis ini, waktu untuk meninggalkan dunia ke alam Akhirat yang abadi.
 
Kisah Ketiga: Kisah Aamir bin Abdillah Az-Zubair
 
Mush’ab bin Abdillah bercerita tentang ‘Aamir bin Abdillah bin Zubair yang dalam keadaan sakit parah:
 
سمع عامر المؤذن وهو يجود بنفسه فقال: خذوا بيدي إلى المسجد، فقيل: إنك عليل فقال: أسمع داعي الله فلا أجيبه فأخذوا بيده فدخل مع الإمام في صلاة المغرب فركع مع الإمام ركعة ثم مات
 
‘Aaamir bin Abdillah mendengar muazin mengumandangkan azan untuk Salat Maghrib. Padahal ia dalam kondisi sakaratul maut pada nafas-nafas terakhir.
Maka ia pun berkata: “Pegang tanganku ke masjid!!”
Mereka pun berkata: “Engkau dalam kondisi sakit!”
Dia pun berkata: ”Aku mendengar muazin mengumandangkan azan, sedangkan aku tidak menjawab (panggilan)nya? Pegang tanganku!”
Maka mereka pun memapahnya, lalu ia pun Salat Maghrib bersama imam berjamaah. Dia pun salat satu rakaat, kemudian meninggal dunia.” [Lihat Taariikh Al-Islaam 8/142]
 
Inilah kondisi seorang alim yang senantiasa mengisi kehidupannya dengan beribadah sesegera mungkin. Bahkan dalam kondisi sekarat tetap ingin segera bisa salat berjamaah. Bandingkanlah dengan kondisi sebagian kita, yang tatkala dikumadangkan azan, maka hatinya berbisik: “Iqamat masih lama … Entar lagi aja baru ke masjid … Biasanya juga imamnya telat ko’… Selesaikan dulu pekerjaanmu … Tanggung…”, dan bisikan-bisikan lain yang merupakan tiupan yang diembuskan oleh Iblis dalam hatinya.
 
Kisah di masa Sekarang:
 
Pertama: Kisah Penumpang Kapal Mesir “Salim Express”
 
Laki-laki ini yang telah Allah selamatkan dari tenggelam pada kecelakaan kapal “Salim Express”, menceritakan kisah istrinya yang tenggelam dalam perjalanan pulang dari menunaikan ibadah haji.
Orang-orang berteriak-teriak: “Kapal akan tenggelam.”
Maka aku pun berteriak kepada istriku: “Ayo cepat keluar!”
Dia pun berkata: “Demi Allah, aku tidak akan keluar, sampai aku memakai hijabku dengan sempurna.”
Suaminya pun berkata: “Inikah waktu untuk memakai hijab??? Cepat keluar! Kita akan mati.”
Dia pun berkata: “Demi Allah, aku tidak akan keluar, kecuali jika telah kukenakan hijabku dengan sempurna. Seandainya aku mati, aku pun akan bertemu Allah dalam keadaan menaati-Nya.”
Maka dia pun memakai hijabnya dan keluar bersama suaminya. Maka ketika semuanya hampir tenggelam, dia memegang suaminya dan berkata: “Aku minta engkau bersumpah dengan nama Allah, apakah engkau rida terhadapku?”
Suaminya pun menangis.
Sang istri pun berkata: ”Aku ingin mendengarnya.”
Maka suaminya menjawab: “Demi Allah, aku ridha terhadapmu.”
Maka wanita tersebut pun menangis dan berucap: ”Asyhadu allaa ilaaha illallah wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah.” Senantiasa dia ulangi Syahadat tersebut sampai tenggelam.
Suaminya pun menangis dan berkata: “Aku berharap kepada Allah agar mengumpulkan aku dan dia di Surga.”
 
Kedua: Kisah seorang tukang azan (Muazin)
 
Dia adalah seorang yang selama 40 tahun telah mengumandangkan azan, tanpa mengharap imbalan selain wajah Allah. Sebelum meninggal ia sakit parah. Maka dia pun didudukkan di atas tempat tidur. Dia tak dapat berbicara lagi, dan juga untuk pergi ke masjid.
 
Ketika sakit semakin parah, dia pun menangis. Orang-orang di sekitarnya melihat adanya tanda-tanda kesempitan di wajahnya. Seakan-akan dia berucap: Ya Allah, aku telah berazan selama 40 tahun. Engkau pun tahu, aku tidak mengharap imbalan, kecuali dari Engkau. Kemudian akan terhalangi dari azan di akhir hidupku? Kemudian berubahlah tanda-tanda di wajahnya menjadi kegembiraan dan kesenangan. Anak-anaknya bersumpah, bahwasanya ketika tiba waktu azan, ayah mereka pun berdiri di atas tempat tidurny,a dan menghadap Kiblat, kemudian mengumandangkan azan di kamarnya. Ketika sampai pada kalimat azan yang terkahir “Laa ilaaha illallah”, dia pun jatuh di atas tempat tidurnya. Anak-anaknya pun segera menghampirinya. Mereka pun mendapati rohnya telah menuju Allah.
 
Para pembaca yang budiman.
Jika kematian telah tiba, maka seluruh harta dan kekuasaan yang telah kita usahakan dan perjuangakan dengan mengerahkan seluruh tenaga dan peras keringat, akan sirna.
 
Kisah Khalifah Al-Ma’muun
 
Ketika sakaratul maut mendatanginya, dia pun memanggil para tabib di sekelilingnya, berharap agar mereka bisa menyembuhkan penyakitnya. Tatkala ia merasa berat (parah sakitnya), maka ia berkata: “Keluarkanlah aku, agar aku melihat para pasukan perangku, dan aku melihat anak buahku, serta aku menyaksikan kekuasaanku.”
 
Tatkala itu di malam hari. Maka Khalifah Al-Makmuun pun dikeluarkan, lalu ia melihat kemah-kemah serta pasukan perangnya yang sangat banyak jumlahnya bertebaran di hadapannya, dan dinyalakan api. (Tatkala melihat itu semua) ia pun berkata:
 
يَا مَنْ لاَ يَزُوْلُ مُلْكُهُ اِرْحَمْ مَنْ قَدْ زَالَ مُلْكُهُ
 
“Wahai Zat yang tidak akan pernah musnah kerajaan-Nya, sayangilah orang yang telah hilang kerajaannya.” Lalu ia pun pingsan.
 
Kemudian datanglah seseorang di sampingnya hendak men-talqinnya kalimat Syahadah. Lalu Khalafah Al-Makmuun membuka kedua matanya. Tatkala itu dalam keadaan wajahnya yang merah dan berat, ia berusaha untuk berbicara, akan tetapi ia tidak mampu. Lalu ia pun memandang ke arah langit, dan kedua matanya dipenuhi dengan tangisan. Maka lisannya pun berucap tatkala itu:
 
يَا مَنْ لاَ يَمُوْتُ اِرْحَمْ مَنْ يَمُوْتُ
 
“Wahai Zat Yang tidak akan mati, sayangilah hamba-Mu yang mati.”
Lalu ia pun meninggal dunia. [Lihat Muruuj Adz-Dzahab wa Ma’aadin Al-Jauhar karya Al-Mas’uudi 2/56 dan Taariik Al-Islaam karya Adz-Dzahabi 15/239]
 
Kisah Khalifah Abdul Malik bin Marwaan:
 
Tatkala ajal menjemput Khalifah Abdul Malik bin Marwaan, maka ia pun memerintahkan untuk dibukakan pintu istana. Tiba-tiba ada seorang penjaga istana yang sedang mengeringkan bajunya di atas batu.
Maka ia pun berkata: “Siapa ini?”
Maka mereka menjawab: “Seorang penjaga istana.”
Maka ia pun berkata: “Seandainya aku adalah seorang penjaga istana.”
Ia juga berkata: “Seandainya aku adalah budak miliki seorang yang tinggal di pegunungan Tihaamah, lantas aku pun menggembalakan kambing di pegunungan tersebut.”
 
Di antara perkataan terakhir yang diucapkannya adalah:
 
اللَّهُمَّ إِنْ تَغْفِرْ تَغْفِرْ جَمًّا، لَيْتَنِي كُنْتُ غَسَّالاً أَعِيْشُ بِمَا أَكْتَسِبُ يَوْماً بِيَوْمٍ
 
“Yaa Allah, jika Engkau mengampuniku, maka berilah pengampunan-Mu yang luas. Seandainya aku hanyalah seorang tukang cuci, aku hidup dari hasil penghasilanku sehari untuk kehidupan sehari.”
 
Dan diriwayatkan, bahwsanya tatkala Khalifah Abdul Malik bin Marwan sakit parah, maka ia pun berkata: “Keluarkanlah aku di beranda istana…”
Kemudian ia melihat megahnya kekuasaannya, lalu ia pun berkata:
 
يَا دُنْيَا مَا أَطْيَبَكِ أَنَّ طَوِيْلَكِ لَقَصِيْرٌ وَأَنَّ كَبِيْرَكِ لَحَقِيْرٌ وَأَنْ كُنَّا مِنْكِ لَفِي غُرُوْرٍ
 
“Wahai dunia sungguh indah engkau.
Ternyata lamanya waktumu sangatlah singkat.
Kebesaranmu sungguh merupakan kehinaan.
Dan kami ternyata telah terpedaya olehmu”.
 
Lalu ia pun mengucapkan dua bait berikut ini:
 
إِنْ تُنَاقِشْ يَكُنْ نِقَاشُكَ يَارَبَّ عَذَابًا لاَ طَوْقَ لِي بِالْعَذَابِ
 
“Jika Engkau menyidangku wahai Rabb-ku, maka persidangan-Mu itu merupakan sebuah azab yang tidak mampu aku hadapi.”
 
أَوْ تَجَاوَزْتَ فَأَنْتَ رَبٌّ صَفُوْحٌ عَنْ مُسِيْءٍ ذُنُوْبَهُ كَالتُّرَابِ
 
“Atau jika Engkau memaafkan aku, maka Engkau adalah Tuhan Yang Maha Memaafkan dosa-dosa seorang hamba yang bersalah.”
 
[Lihat Mukhtashor Taariikh Dimasyq 5/88-89 dan Al-Kaamil fi At-Taariikh 4/238-239)
 
Para pembaca yang budiman.
Janganlah terpedaya dengan gemerlapnya dunia ini.
 
Rasulullah ﷺ bersabda:
 
أَكْثِرُوا ذِكْرَ هَادِمِ اللَّذَّاتِ
 
“Perbanyaklah kalian mengingat penghancur kelezatan, yaitu kematian.” [Disahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam irwaa al-goliil 3/145]
 
Imam Al-Qurthubi berkata:
“Ketahuilah, sesungguhnya mengingat kematian menyebabkan kegelisahan dalam kehidupan dunia yang akan sirna ini, dan menyebabkan kita untuk senantiasa mengarah ke kehidupan Akhirat yang abadi.
 
Seseorang tidak akan terlepas dari dua kondisi, kondisi lapang dan sulit, kondisi di atas kenikmatan atau di atas ujian.
 
Jika ia berada pada kondisi sempit dan di atas ujian, maka dengan mengingat mati akan terasa ringanlah sebagian ujian dan kesempitan hidupnya. Karena ujian tersebut tidak akan langgeng, dan kematian lebih berat dari ujian tersebut.
 
Atau jika ia berada dalam kondisi penuh kenikmatan, maka mengingat mati akan menghalanginya, agar tidak terpedaya dengan kenikmatan tersebut.” [At-Tadzkiroh 1/123-124]
 
Imam Al-Qurthubi juga berkata:
 
و كان يزيد الرقاشي يقول لنفسه: و يحك يا يزيد من ذا يصلي عنك بعد الموت ؟ من ذا يصوم عنك بعد الموت؟ من ذا يترضى عنك ربَّك بعد الموت؟ ثم يقول: أيها الناس ألا تبكون وتنوحون على أنفسكم باقي حياتكم؟ من الموت طالبه والقبر بيته والثرى فراشه والدود أنيسه وهو مع هذا ينتظر الفزع الأكبر يكون حاله؟ ثم يبكي حتى يسقط مغشيا عليه
 
Yazzid Ar-Ruqoosyi berkata kepada dirinya: “Celaka engkau wahai Yaziid,
Siapakah yang akan salat mewakilimu jika engkau telah meninggal?
Siapakah yang akan mewakilimu berpuasa setelah kematianmu?
Siapakah yang mendoakan engkau agar Rabb-mu meridaimu setelah matimu?”
 
Lalu ia berkata: “Wahai manusia, janganlah kalian menangisi diri kalian sepanjang hidup kalian. Barang siapa yang kematian mencarinya, kuburan merupakan rumahnya, tanah merupakan tempat tidurnya, dan ulat-ulat menemaninya, serta ia dalam kondisi demikian menantikan tibanya Hari Kiamat yang sangat dahysat, maka bagaimanakah kondisinya?”
Lalu ia pun menangis dan menangis, hingga jatuh pingsan. [Lihat At-Tadzikorh 1/124]
 
Kisah penutup:
 
Dari Abdullah putra Imam Ahmad bin Hambal berkata:
 
لَمَّا حَضَرَتْ أَبِي الْوَفَاةُ جَلَسْتُ عِنده وَبِيَدِي الْخِرْقَةُ لأَشُدَّ بِهَا لِحْيَيْهِ فَجَعَلَ يَعْرَقُ ثُمَّ يُفِيْقُ ثُمَّ يفتح عينيه ويقول بيده هكذا: “لاَ بَعْدُ” ففعل هذا مرةً وثانيةً، فلما كان في الثالثة قلت له: يَا أَبَةِ أَيُّ شَيْءٍ هَذَا قَدْ لَهَجْتَ بِهِ فِي هَذَا الْوَقْتِ تَعْرَقُ حَتَّى نَقُوْلُ قَدْ قُبِضْتَ ثُمَّ تَعُوْدُ فَتَقُوْلَ: لاَ، لاَ بَعْدُ. فقال لي: يا بُنَيَّ مَا تَدْرِي؟ قلتُ:لاَ، قال: إبليس لعنه الله قائم حذائي عَاضٍّ على أَنَامِلِهِ يقول لي: يا أحمدُ فُتَّنِي فَأَقُوْلُ لَهَ: لاَ بَعْدُ حَتَّى أَمُوْتَ
 
“Tatkala kematian mendatangi ayahku, maka aku pun duduk di sampingnya, dan di tanganku ada sepotong kain untuk mengikat dagu beliau (yang dalam keadaan tidak sadarkan diri). Maka beliau pun mencucurkan keringat, lalu beliau tersadar dan membuka kedua mata beliau, dan beliau berkata: “Tidak, belum…!” Seraya menggerakkan tangan beliau (memberi isyarat penolakan).
 
Lalu beliau melakukan hal yang sama untuk sekali lagi, kedua kali lagi. Dan tatkala beliau mengulangi hal ini (mengucapkan: “Tidak, belum..!, seraya menebaskan tangan beliau) untuk ketiga kalinya, maka aku pun berkata: “Wahai ayahanda, ada apa gerangan? Engkau mengucapkan perkataan ini dalam kondisi seperti ini?” Engkau mencucurkan keringat, hingga kami menyangka bahwa engkau telah meninggal dunia. Akan tetapi kembali engkau berkata: “Tidak, tidak… belum…!”.
 
Lalu ia berkata: “Wahai putraku, engkau tidak tahu?”
Aku berkata: “Tidak.”
Ia berkata: “Iblis, semoga Allah melaknatnya, telah berdiri di hadapanku seraya menggigit jari-jarinya, dan berkata: “Wahai Ahmad, engkau telah lolos dariku.” Maka aku berkata kepadanya: “Tidak, belum. Aku belum lolos dan menang darimu, hingga aku meninggal.” [Lihat Sifat As-Sofwah 2/357]
 
Kisah ini mengingatkan kepada kita, bahwasanya pertempuran melawan Iblis dan para pengikutnya tidak pernah berhenti hingga maut menjemput kita. Kita tidak boleh pernah lalai dan merasa telah mengalahkan Iblis, karena Iblis dan para pengikutnya akan senantiasa mengintai dan mencari celah-celah untuk menjeremuskan kita, sehingga bisa menemani mereka di Neraka Jahannam yang sangat panas….!!!!
 
Maka wasapadalah selalu melawan musuh yang melihatmu, padahal engkau tidak melihatnya. Musuh yang senantiasa mendatangimu dari arah depan, belakang, kanan, dan kiri, sementara engkau dalam keadaan lalai. Musuh yang sudah sangat berpengalaman dalam menjerumuskan anak keturunan Adam dengan berbagai metode dan jerat.
 
Hanya kepada Allah-lah kita mohon keselamatan dari musuh yang seperti ini modelnya.
Walaa haulaa wa laa quwwata illaa billaaah.
 
Saudaraku yang mulia…!!
 
 
Allah Yang Maha Mulia telah memberlakukan Sunnatullah-Nya, bahwasanya: “Orang yang hidup di atas sesuatu pola/model kehidupan, maka ia pun akan mati di atas model tersebut. Dan kelak ia akan dibangkitkan di atas model tersebut”
 
Siapkanlah dirimu menyambut tamu yang akan mendatangimu secara tiba-tiba, yaitu kematian. Jangan sampai tamu tersebut menemuimu dalam kondisi engkau sedang bermaksiat kepada Rabb-mu.
 
Semoga Allah menjadikan kita termasuk orang-orang yang mengamalkan ilmunya.
 
 
Ditulis oleh: Abu Abdilmuhsin Firanda Andirja
 
 
 
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
SEBAGAIMANA ENGKAU MENJALANI HIDUPMU, DEMIKIANLAH KONDISIMU TATKALA AJAL MENJEMPUTMU
SEBAGAIMANA ENGKAU MENJALANI HIDUPMU, DEMIKIANLAH KONDISIMU TATKALA AJAL MENJEMPUTMU
SEBAGAIMANA ENGKAU MENJALANI HIDUPMU, DEMIKIANLAH KONDISIMU TATKALA AJAL MENJEMPUTMU
SEBAGAIMANA ENGKAU MENJALANI HIDUPMU, DEMIKIANLAH KONDISIMU TATKALA AJAL MENJEMPUTMU
SEBAGAIMANA ENGKAU MENJALANI HIDUPMU, DEMIKIANLAH KONDISIMU TATKALA AJAL MENJEMPUTMU