Seseorang menjual rumah untuk melunasi utang riba, apakah harus dikeluarkan zakatnya?
Jawaban:
Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, amma ba’du,
Benda yang menjadi milik pribadi, selain emas, perak dan mata uang, TIDAK ADA kewajiban zakat, meskipun benda itu termasuk benda mahal. Dalam hadis dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
“Tidak ada kewajiban zakat bagi seorang muslim, untuk kudanya dan budaknya.” [HR. Ahmad 7295 dan Bukhari 1463]
Imam Ibnu Utsaimin menjelaskan:
“Lafal ‘kudanya dan budaknya’. Kata ‘kuda dan budak’ dinisbahkan kepada seseorang secara khusus. Artinya, benda tersebut digunakan untuk melayani kepentingan pribadi. Dia gunakan dan dia manfaatkan sebagaimana pakaian, rumah yang dia tinggali, atau mobil yang dia gunakan, meskipun untuk disewakan. Semua benda ini TIDAK ADA KEWAJIBAN ZAKATNYA, karena orang menggunakan benda ini untuk dirinya dan tidak diperdagangkan. Dia membeli hari ini, kemudian dia jual besok ….” [Asy-Syarhul Mumti’, 6/142]
Tentu saja penyebutan kuda dan budak dalam hadis ini tidak bersifat pembatasan, tapi untuk semua benda yang menjadi kebutuhan pribadi, meskipun benda itu mahal. Di masa silam, budak dan kuda adalah dua contoh benda mahal yang ada di masa itu.
Kecuali jika benda mahal ini dijadikan sebagai barang dagangan, karena ada zakat untuk barang dagangan. Dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan:
إِنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ يَأْمُرُنَا أَنْ نُخْرِجَ الصَّدَقَةَ مِنَ الَّذِى نُعِدُّ لِلْبَيْعِ
“Rasulullah ﷺ memerintahkan kami untuk membayar zakat terhadap barang yang hendak kami perdagangkan.” [HR. Abu Daud 1564 dan didhaifkan al-Albani]
Kapan sebuah barang terhitung sebagai barang dagangan?
Tidak semua benda yang dijual bisa distatuskan sebagai barang perniagaan.
Ada dua syarat sehingga suatu benda bisa disebut sebagai barang perniagaan, sehingga berlaku aturan zakat perniagaan.
(1) Adanya niat. Artinya, ketika memiliki barang tersebut diniatkan untuk dijual kembali atau diperdagangkan, bukan untuk dipakai.
(2) Adanya aktivitas penjualan terhadap barang tersebut, seperti melakukan penawaran untuk dijual.
(3) Tujuan dijual karena untuk berdagang, bukan karena bosan atau karena ingin mendapat ganti yang lebih baik.
Imam Ibnu Utsaimin mengatakan:
لو كان عند إنسان عقارات لا يريد التجارة بها، ولكن لو أعطي ثمنا كثيرا باعها فإنها لا تكون عروض تجارة؛ لأنه لم ينوها للتجارة
Jika ada orang memiliki beberapa tanah, tidak untuk diperjual-belikan, namun dia punya keinginan, jika nanti ada yang menawar dengan harga tinggi, akan dia jual, maka tanah ini bukan termasuk barang dagangan. Karena dia tidak meniatkan untuk diperdagangkan.
Beliau juga mengatakan:
فإن كان عنده سيارة يستعملها ، ثم بدا له أن يبيعها فلا تكون للتجارة ؛ لأن بيعه هنا ليس للتجارة ، ولكن لرغبته عنها ، ومثله : لو كان عنده أرض اشتراها للبناء عليها ، ثم بدا له أن يبيعها ويشتري سواها ، وعرضها للبيع فإنها لا تكون للتجارة ؛ لأن نية البيع هنا ليست للتكسب بل لرغبته عنها
Jika ada orang memiliki mobil yang dia pakai, kemudian ingin dia jual, maka tidak termasuk barang dagangan, karena menjual di sini bukan untuk berdagang, tapi karena bosan. Termasuk juga ketika ada orang memiliki tanah yang dia beli untuk dibangun rumah, kemudian dia ingin menjual tanah itu untuk membeli tanah lainnya, lalu dia tawarkan, maka bukan termasuk barang dagangan. Karena niat dia menjual barang itu bukan untuk usaha, tapi karena bosan. [As-Syarh al-Mumthi’, 6/142]
Karena itu, menjual rumah dengan niat untuk menutupi utang, BUKAN termasuk barang dagangan, sehingga tidak masuk perhitungan zakat barang dagangan.
Jika rumah terjual?
Setelah rumah terjual, uang hasil penjualan termasuk yang wajib dizakati. Bagaimana perhitungan haulnya? Yang lebih tepat, uang hasil penjualan rumah ini perhitungan haulnya disendirikan dan tidak mengikuti haul harta lain yang sudah disimpan, karena sumbernya berbeda.
Sebagai ilustrasi:
Di awal Jumadil Akhirah 1438, Paijo berhasil menjual tanah miliknya senilai Rp 300 juta. Paijo juga telah memiliki tabungan senilai Rp 60 juta dan sudah disimpan sejak Muharram 1438.
Berdasarkan data di atas, uang Rp 60 juta sudah tersimpan selama 6 bulan, dan harus dizakati 6 bulan lagi, yaitu di Muharram 1439. Sementara uang Rp 300 juta baru diperoleh Paijo. Kapan uang Rp 300 juta ini dizakati?
Yang lebih tepat tidak mengikuti perhitungan haul yang Rp 60 juta, tapi perhitungan haulnya disendirikan, sehingga dia dizakati pada Jumadil Akhirah 1439.
Keterangan selengkapnya bisa anda pelajari di: Mengenal Zakat untuk al-Mal al-Mustafad: https://pengusahamuslim.com/5203-mengenal-zakat-untuk-al-mal-al-mustafad.html