YANG SEPERTI APA, BERHUKUM DENGAN SELAIN HUKUM ALLAH DIHUKUMI KAFIR & MURTAD?
Sebagian orang terjerumus dalam kesalahan dalam menyikapi penguasa Muslim yang melakukan kekeliruan. Mereka menganggap demokrasi adalah haram, bahkan termasuk kemusyrikan. Karena di dalam konsep demokrasi rakyat menjadi sumber hukum dan kekuasaan ditentukan oleh mayoritas. Mereka bermudahan dan serampangan dalam menjatuhkan vonis kafir kepada orang lainnya. Biasanya mereka berdalil dengan ayat (yang artinya):
“Barang siapa yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir.” (QS. al-Ma’idah: 44).
Anggaplah demikian, bahwa mereka, yaitu pemerintah, telah berhukum dengan selain hukum Allah, meskipun sebenarnya pernyataan ini harus dikaji lebih dalam. Namun ada satu hal penting yang perlu diingat, dan perkara inilah yang mereka lalaikan, bahwa TIDAK SEMUA ORANG YANG BERHUKUM DENGAN SELAIN HUKUM ALLAH ITU DIHUKUMI KAFIR! Mereka juga berdalih dengan ucapan para ulama yang menyatakan ‘Setiap orang yang berhukum dengan selain hukum yang diturunkan Allah, maka dia adalah thaghut’ (lihat al-Qaul al-Mufid [2/74]).
Berdasarkan itulah mereka menyebut pemerintah negeri ini sebagai rezim thaghut dan kafir. Kemudian, sebagai imbas dari keyakinan tersebut, mereka pun mencaci-maki penguasa dan menuduh orang-orang yang menyerukan ketaatan kepada penguasa sebagai kelompok penjilat. Bahkan mereka pun tidak segan-segan menggelari para ulama dengan julukan Ulama Salathin, alias kaki tangan pemerintah. Allahul musta’aan.
Maka untuk menjawab kerancuan ini, dengan memohon taufik dari Allah, berikut ini kami ringkaskan penjelasan Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah ketika menjelaskan isi Kitab at-Tauhid:
Yang dimaksud dengan berhukum dengan selain hukum Allah yang dihukumi kafir dan murtad, sehingga layak untuk disebut sebagai thaghut, adalah dalam tiga keadaan:
[1] Apabila dia meyakini bahwa berhukum dengan selain hukum Allah -yang bertentangan dengan hukum Allah- itu boleh, seperti contohnya: meyakini bahwa zina dan khamr itu halal.
[2] Apabila dia meyakini bahwa selain hukum Allah itu sama saja (sama baiknya) dengan hukum Allah.
[3] Apabila dia meyakini bahwa selain hukum Allah lebih bagus daripada hukum Allah. Lalu, dia bisa dihukumi zalim -yang tidak sampai kafir- apabila dia masih meyakini hukum Allah lebih bagus dan wajib diterapkan namun karena kebenciannya kepada orang yang menjadi objek hukum maka dia pun menerapkan selain hukum Allah.
Demikian juga ia dikatakan fasik -yang tidak kafir- apabila dia menggunakan selain hukum Allah dengan keyakinan bahwa hukum Allah yang benar, namun dia melakukan hal itu -berhukum dengan selain hukum Allah- karena faktor dorongan hawa nafsu, suap, nepotisme dsb.
Sumber: http://abumushlih.com/kewajiban-menaati-ulil-amri.html/
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…