بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
#DoaZikir
YANG SEHARUSNYA DIUCAPKAN KETIKA MELIHAT SESUATU YANG MENAKJUBKAN, UNTUK MENCEGAH KEJAHATAN ‘AIN
> Nabi ﷺ memberikan arahan pada siapa saja yang melihat sesuatu yang membuatnya takjub, agar mendoakan baginya keberkahan, agar tidak menjadi hasad dan menimpakan ‘ain kepada seseorang atau sesuatu, yaitu agar berkata: Allaahumma baarik fiihi (Ya Allah, berikanlah keberkahan padanya)
Sebagian Ahli Hikmah mengatakan, bahwa hasad itu dapat dilihat dari lima ciri:
- Pertama: Membenci suatu nikmat yang nampak pada orang lain;
- Kedua: Murka dengan pembagian nikmat Allah;
- Ketiga: Bakhil (kikir) dengan karunia Allah, padahal karunia Allah diberikan bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya;
- Keempat: Tidak mau menolong wali Allah (orang beriman) dan menginginkan hilangnya nikmat dari mereka;
- Kelima: Menolong musuhnya, yaitu Iblis. [Al Jaami’ liahkamil Qur’an]
Salah satu dari bentuk hasad adalah ’ain (pandangan hasad). Apabila seseorang melihat pada orang lain kenikmatan, kemudian hatinya merasa tidak suka, dia dapat menimpakan ’ain (pandangan mata dengan penuh rasa dengki) pada orang lain. ’Ain ini dapat menyebabkan seseorang mati, sakit atau gila. ’Ain ini benar adanya, dengan izin Allah ta’ala.
Penyakit ‘ain tidak hanya disebabkan oleh orang yang iri dan dengki terhadap sesuatu yang dipandangnya. Bahkan setiap mata yang memandang takjub terhadap sesuatu, dengan izin Allah, juga bisa menyebabkan pengaruh buruk ‘ain, walaupun orang tersebut TIDAK bermaksud menimpakan ‘ain. Hal ini pun bisa terjadi pada para sahabat Nabi ﷺ yang sudah terkenal akan kebersihan hati mereka.
Dan Nabi ﷺ telah memberikan petunjuk kepada jalan yang paling ideal untuk mencegah kejahatan ‘ain, ketika seorang manusia melihat sesuatu yang membuatnya takjub. Dari ’Aamir bin Rabii’ah radhiyallahu ‘anhu:
قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَأَى أَحَدُكُمْ مِنْ أَخِيهِ أَوْ مِنْ نَفْسِهِ أَوْ مِنْ مَالِهِ مَا يُعْجِبُهُ فَلْيُبَرِّكْهُ فَإِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ
Rasulullah ﷺ bersabda: “Jika salah seorang dari kalian melihat sesuatu yang menakjubkan dari saudaranya, pada dirinya, atau pada hartanya, maka doakan keberkahan padanya, karena sesungguhnya penyakit ain itu haq (benar). [HR Ahmad]
الحمد لله رب العالمين والصلاة والسلام على خاتم الأنبياء والمرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين …أما بعد
Nabi ﷺ juga bersabda:
العين حق ولو كان شيء سابق القدر سبقته العين
“’Ain itu haq. Dan seandainya ada sesuatu yang mendahului takdir, maka ‘ain-lah yang mendahuluinya’. [HR. Muslim]
Dan kami akan menyebutkan jalan keluar ini, setelah kami sebutkan KESALAHAN yang terjadi pada kebanyakan manusia pada selama ini. (Yaitu) ketika melihat sesuatu yang membuatnya takjub, maka mereka bersegera untuk mengucapkan beberapa perkataan, di antaranya:
- Maa syaa-Allah.
- Tabaarakallaah.
- Allaahumma shalli ‘alaa Muhammad.
- Maa syaa-Allah laa quwwata illaa billah.
- Tabaarakar-Rahmaan.
Semua perkataan ini TIDAKLAH BENAR penggunaannya untuk menolak kejahatan ‘ain. Ibnu Maajah meriwayatkan dari Abu Umaamah bin Sahl bin Hunaif, ia berkata:
مر عامر بن ربيعة بسهل بن حنيف ، وهو يغتسل فقال: لم أر كاليوم ، ولا جلد مخبأة فما لبث أن لبط به ، فأتي به النبي صلى الله عليه وسلم فقيل له: أدرك سهلا صريعا ، قال ” من تتهمون به ” قالوا عامر بن ربيعة ، قال: ” علام يقتل أحدكم أخاه ، إذا رأى أحدكم من أخيه ما يعجبه ، فليدع له بالبركة ” ثم دعا بماء ، فأمر عامرا أن يتوضأ ، فغسل وجهه ويديه إلى المرفقين ، وركبتيه وداخلة إزاره ، وأمره أن يصب عليه
“‘Aamir bin Rabii’ah pernah melewati Sahl bin Hunaif, dan dia waktu itu sedang mandi. Maka Aamir berkata: ‘Aku belum pernah melihat sesuatu seperti hari ini, dan tidak pula kulit seorang gadis yang dipingit. Tidak lama kemudian Sahl terjatuh. Kemudian dia dibawa kepada Nabi ﷺ, lalu dikatakan kepada beliau ﷺ: “Sahl telah terjatuh/pingsan”. Beliau ﷺ bersabda: “Siapakah di antara kalian yang patut disalahkan/dicurigai dengan hal ini?” Mereka menjawab: “’Aamir bin Rabii’ah”. Beliau ﷺ bersabda: “Atas dasar apa, salah seorang dari kalian ingin membunuh saudaranya? Jika salah seorang di antara kalian melihat sesuatu yang menakjubkan dari saudaranya, hendaklah ia doakan baginya dengan keberkahan”. Kemudian Nabi ﷺ minta diambilkan air, dan memerintahkan ‘Aamir bin Rabii’ah untuk berwudhu. Lalu ia (‘Aamir) pun membasuh wajahnya, kedua tangannya sampai kedua siku, kedua lututnya, dan bagian dalam sarungnya. Lalu beliau ﷺ memerintahkan AIR BEKAS WUDHUNYA tersebut untuk disiramkan kepada Sahl”.
Aku (Penulis) katakan: Nabi ﷺ memberikan arahan pada siapa saja yang melihat sesuatu yang membuatnya takjub, agar mendoakan baginya keberkahan. Al-Munaawiy berkata:
بأن يقول اللهم بارك فيه
“Yaitu agar berkata: Allaahumma baarik fiihi (Ya Allah, berikanlah keberkahan padanya)”.
Jika telah tetap bagi seseorang melihat sesuatu yang membuatnya takjub untuk mendoakan keberkahan baginya (yang dilihat); maka menjadi jelas tanpa keraguan sedikit pun, bahwa segala hal yang keluar/terucap dari lisan-lisan kebanyakan manusia dari bentuk yang dimaksudkan darinya untuk mencegah gangguan ‘ain adalah BENTUK YANG SALAH, yang tidak memiliki dalil atasnya.
Dan perkataan-perkataan yang kami sebutkan semuanya adalah perkataan pujian kepada Allah subhaanahu. BUKAN doa keberkahan, sebagaimana yang disunnahkan. Maka perkataan Tabaarakallahu atau Tabaarakarrahmaan adalah perkataan untuk memuji Allah Yang Maha Tinggi. Adapun perkataan Maa sya-Allah – yaitu: Apa saja yang dikehendaki Allah – dan perkataan shalawat kepada Nabi ﷺ, TIDAK ADA muatan padanya doa barakah. Dan yang semisal dengan ini, dikatakan dalam kalimat tauhid.
Perkataan Maa syaa Allah Laa quwwata illa billah, maka itu terambil dari firman Allah ta’ala dalam surat Al-Kahfi:
إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ…
“Dan mengapa kamu tidak mengucapkan, tatkala kamu memasuki kebunmu “MAA SYAA ALLAH, LAA QUWWATA ILLAA BILLAH” (Sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud. Tiada kekuatan, kecuali dengan pertolongan Allah)….”.
TIDAK ADA dalam kalimat tersebut yang menunjukkan, bahwa orang tersebut mengatakannya (Maa syaa allah laa quwwata illaa billah) untuk tidak hasad dan tidak menimpakan ‘ain kepada kebunnya. Akan tetapi tujuannya hanyalah untuk memberitahukan, bahwa nikmat dan kebaikan yang ada di dalamnya, berasal dari Allah. Dan agar tidak menipu dirinya sendiri serta menyangka, bahwa dialah yang memberikan kebaikan tersebut pada dirinya sendiri. Berkata Al-Imaam Al Qurthuubiy:
لا قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ” أي ما اجتمع لك من المال فهو بقدرة الله تعالى وقوته لا بقدرتك وقوتك
“Laa quwwata illaa billah, maksudnya: Semua harta yang terkumpul padamu, maka hal tersebut karena kekuasaan dan kekuatan Allah ta’ala. Bukan karena kekuasaan dan kekuatanmu” [selesai].
Dan meskipun perkataan-perkataan ini adalah perkataan yang diberkahi, akan tetapi TIDAKLAH COCOK maksudnya, sebagaimana mendoakan keberkahan kepada sesuatu yang manusia terkagum dengannya, dan takut menjadi hasad terhadap hal tersebut.
Dan di dalam hadis yang telah kita lewati, jalan yang disyariatkan untuk mengobati ‘ain adalah dengan berwudhu, lalu membasuh wajah, kedua tangan sampai siku, kedua lututnya, dan bagian dalam sarungnya, kemudian mengambil air wudhu tersebut, dan menuangkannya pada orang yang tertimpa ‘ain.
Telah berkata Al-Imaam Ibnu ‘Utsaimiin rahimahullaahu ta’ala:
وفي حالة وقوعها(أي الإصابة بالعين) تستعمل العلاجات الشرعية وهي:
القراءة: فقد قال النبي صلى الله عليه وسلم: “لا رقيه إلا من عين أو حمة” . وقد كان جبريل يرقي النبي ، صلى الله عليه وسلم فيقول: “باسم الله أرقيك، من كل شيء يؤذيك ، من شر كل نفس أو عين حاسد ، الله يشفيك ، باسم الله أرقيك”.
الاستغسال: كما أمر به النبي ، صلى الله عليه وسلم ، عامر بن ربيعة في الحديث السابق ثم يصب على المصاب.
أما الأخذ من فضلاته العائدة من بوله أو غائطه فليس له أصل، وكذلك الأخذ من أثره ، وإنما الوارد ما سبق من غسل أعضائه وداخلة إزاره ولعل مثلها داخلة غترته وطاقيته وثوبه والله أعلم.
“Dan dalam keadaan jika terjadi ‘ain, obat yang disyariatkan untuk digunakan adalah:
- Membaca Doa
Nabi ﷺ bersabda: “Tidak ada ruqyah, melainkan jika terkena ‘ain atau bisa”. Dahulu malaikat Jibril meruqyah Nabi ﷺ. Maka Jibril mengatakan:
بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ، مِنْ كُلِ شَيْءٍ يُؤْذِيْكَ، مِنْ شَرِّ كُلِّ نَفْسٍ أَوْ عَيْنٍ حَاسِدٍ، اللهُ يَشْفِيْكَ بِاسْمِ اللهِ أَرْقِيْكَ
BISMILLAH ARQIKA MIN KULLI SYA-‘IN YU’DZIKA, MIN SYARRI KULLI NAFSIN AW ’AINI HASIDIN. ALLAHU YASYFIKA.
BISMILLAH ARQIKA.
Artinya:
“Dengan menyebut nama Allah, aku meruqyahmu dari segala sesuatu yang menyakitimu dan dari kejelekan (kejahatan) setiap jiwa atau kejahatan ‘ain yang hasad (mata yang dengki). Semoga Allah menyembuhkanmu.
Dengan menyebut nama Allah, aku meruqyahmu” [HR. Muslim no. 2186].
- Mandi
Sebagaimana Nabi ﷺ memerintahkan ‘Aamir bin Rabii’ah dalam hadis yang di atas, kemudian menuangkannya pada orang yang tertimpa ‘ain.
Adapun mengambil dari sisa-sisa yang didapat dari air seninya, atau kotorannya, maka yang demikian TIDAK ADA asalnya. Begitu juga mengambil dari bekas-bekas peninggalannya (itu juga tidak ada asalnya). Akan tetapi yang ada riwayatnya hanyalah sebagaimana yang telah lewat, yaitu dengan membasuh anggota tubuhnya dan bagian dalam sarungnya. Dan yang semisal dengannya adalah bagian dalam gutrah-nya, tutup kepalanya, dan pakaiannya. Wallaahu a’lam” [selesai].
Dan pencegah-pencegah ‘ain yang disebutkan di atas tidaklah mengapa, dan tidak menghilangkan tawakkal. Bahkan itulah tawakkal. Karena sesungguhnya tawakkal adalah bersandar pada Allah ﷻ dengan melakukan sebab-sebab yang Allah bolehkan atau perintahkan dengannya. Dan dahulu Nabi ﷺ melindungi Al-Hasan dan Al-Husain dengan mengatakan:
أعيذكما بكلمات الله التامة من كل شيطان وهامة ، ومن كل عين لامة” ويقول: هكذا كان إبراهيم يعوذ إسحاق وإسماعيل عليهما السلام
U’IIDZUKUMA BI KALIMATILLAHIT TAMMAH MIN KULLI SYAITHANIN WA HAMMAH WA MIN KULLI ‘AININ LAMMAH
Artinya:
“Aku memohon perlindungan kepada Allah untuk kalian berdua, dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna, dari segala gangguan setan binatang berbisa, dan dari semua ‘ain (pandangan mata) yang jahat.”
Dan beliau ﷺ berkata: “Begitu juga dulu Nabi Ibraahiim melindungi Ishaaq dan Ismaa’iil ‘alaihimas-salaam.” [Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, Abu Dawud, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah. Lafal hadis milik Abu Dawud].
Dengan tulisan ini, sampailah tujuan apa yang ingin dikatakan, yaitu memberikan petunjuk kaum Muslimin untuk menggunakan bentuk (lafal) yang syari, ketika melihat sesuatu yang membuat mereka kagum, sehingga mereka TIDAK mengganggu/menyakiti saudara-saudara mereka yang Muslim. Dan kepada orang yang memberikan ‘ain, untuk saling tolong-menolong dengan orang yang tertimpa ‘ain atau keluarganya, jika diminta darinya untuk mandi.
[Diterjemahkan oleh Abou Saleemah dari http://www.4salaf.com/vb/showthread.php?t=19302, dengan sedikit editing dari Aboul-Jaoezaa’].
Sumber:
http://abul-jauzaa.blogspot.co.id/2012/01/yang-seharusnya-diucapkan-ketika.html#more
Leave A Comment