من هِدايَة الحِمار -الذي هو اَبْلَدُ الحَيَوانات- أن الرجلَ يَسِيرُ به ويأتي به الى منزله من البعد في ليلةٍ مُظلِمَةٍ فيَعرفُ المنزلَ، فإذا خُلَّى جاء اليه، ويُفَرِّقُ بين الصوت الذي يَسْتَوْقِفُ به والصوت الذي يَحُثُّ به على السَّير، فمن لم يَعرفِ الطريقَ الى منزله – وهو الجنـــة – فهو أبلدُ من الحِمار
“Di antara kelebihan dari keledai, (padahal ia adalah hewan yang paling bodoh), bahwa seseorang berjalan membawa keledai ke rumahnya dari tempat yang jauh dalam kegelapan malam, maka keledai itu pun bisa mengenal rumah tersebut.
Apabila keledai itu dilepaskan (dalam kegelapan), maka keledai itu bisa pulang ke rumah tersebut. Bahkan keledai itu pun mampu membedakan antara suara orang yang memerintahkannya berhenti, dan suara yang memerintahkannya untuk berjalan.
Maka barang siapa (dari manusia ini) yang tidak mengenal jalan ke rumahnya – yaitu SURGA – maka (hakikatnya) dia itu lebih bodoh dari keledai.” [Syifaa’ul ‘Aliil I/74]
Kenyataannya, ada di antara manusia yang lebih bodoh dari hewan keledai. Di manakah letak kebodohannya!?
Seseorang yang mengganti agamanya, padahal Islam satu-satunya agama yang Allah turunkan, benar, dan diridai.
Seseorang yang telah menjual Akhiratnya untuk dunia, padahal pasti ditinggalkan, sementara, hina, dan akan binasa.
Seseorang yang tak tahu kapan kepastian kematiannya, namun ia sama sekali tidak mau memersiapkan bekal-bekalnya.
Seseorang yang tak takut ketika berbuat dosa-dosa dengann menunggu hasil Surga, padahal ia menanam benih api Neraka.
Oleh: Ustadz Najmi Umar Bakkar (@najmiumar_official)