“Bertakwalah kepada Allah dalam memerlakukan para wanita, karena kalian telah mengambil mereka (sebagai istri) dengan perjanjian Allah, dan menghalalkan hubungan suami istri dengan kalimat Allah.” [HR. Muslim dari Jabir radhiyallahu’anhu]
Beberapa Pelajaran
1. Dalam hadis yang mulia ini terdapat pelajaran tentang pentingnya memerhatikan hak para wanita, memberi nasihat, dan memergauli mereka dengan baik.
“Dalam hadis ini terdapat dorongan untuk memerhatikan hak para wanita, berwasiat kepada mereka, dan memergauli mereka dengan baik.” [Syarhu Muslim, 8/183]
2. Berlaku baik kepada istri adalah pemuliaan terhadap syariat Allah taala.
Asy-Syaikh Abdul Muhsin Al-‘Abbad hafizhahullah berkata:
أي: لأنكم تزوجتم بهن بشرع الله، وهن أمانات عندكم، فعليكم أن تقوموا برعاية هذه الأمانة، وعدم الإضرار بهن، وعدم الإساءة إليهن، وإنما تحسنون إليهن، وتعاشرونهن بالمعروف، وتعاملونهن بالمعروف
“Makna hadis ini: Karena kalian wahai para suami telah menikahi istri-istri kalian dengan syariat Allah, maka mereka adalah amanah-amanah di pundak kalian. Hendaklah kalian berusaha menjaga amanah ini. Tidak boleh menyakiti istri-istri kalian. Tidak boleh berlaku jelek kepada mereka. Tapi hendaklah kalian berbuat baik kepada mereka, memergauli dengan cara yang makruf, dan berinteraksi dengan cara yang makruf.” [Syarhu Sunan Abi Daud, 10/112, Asy-Syaamilah]
3. Kewajiban suami untuk menunaikan hak agama dan duniawi bagi istri. Hak agama adalah kebutuhan terhadap pendidikan agama, dan penjagaan dari perbuatan-perbuatan syirik, bidah, maupun maksiat. Adapun hak duniawi adalah kebutuhan fisik.
Al-Imam Az-Zarqoni rahimahullah berkata:
أي بأن الله ائتمنكم عليهن فيجب حفظ الأمانة وصيانتها بمراعاة حقوقها والقيام بمصالحها الدينية والدنيوية
“Makna hadis ini: Allah telah memberi amanah kepada kalian wahai suami atas istri-istri kalian. Maka wajib menjaga amanah dan memeliharanya dengan memerhatikan hak-haknya, dan kemaslahatan-kemaslahatannya secara agama maupun dunia.” [Mir’aatul Mafaatih Syarhu Misykah, 9/24]
4. Kewajiban istri untuk selalu tunduk dan patuh kepada suami, selama bukan dalam perkara maksiat.
Al-Imam Al-Mubaarakfuri rahimahullah berkata:
أن في قوله (( أخذتموهن )) دلالة على أنها كالأسيرة المحبوسة عند زوجها ، وله التصرف فيها والسلطنة عليها حسبما بينه الشرع ، ويوافقه قوله في رواية أخرى (( فإنهن عوان عندكم )) جمع عانية وهي الأسيرة ، لكنها ليست أسيرة خائفة كغيرها من الأسراء بل هي أسيرة آمنة
“Bahwa dalam sabda Nabi ﷺ: ‘Kalian (wahai para suami) telah mengambil mereka (sebagai istri)’ adalah dalil yang menunjukkan, bahwa istri bagaikan tawanan yang terpenjara di rumah suaminya. Dan seorang suami memiliki hak dan kekuasaan untuk mengaturnya sesuai ketentuan yang dijelaskan syariat.
Dan ini sesuai dengan sabda beliau ﷺ yang lain: “Karena sesungguhnya istri-istri kalian adalah ‘awaanun ‘tawanan-tawanan’ kalian”. Maka kata “‘awaanun” adalah jamaknya “‘aaniyah” yang berarti tawanan. Akan tetapi ia bukan tawanan yang sedang ketakutan sebagaimana para tawanan yang lain, tetapi ia adalah tawanan yang aman.” [Mir’aatul Mafaatih Syarhu Misykah, 9/24]
5. Menikah adalah pengamalan terhadap syariat Allah taala dan penghalal terhadap hubungan antara laki-laki dan wanita yang bukan mahram.
Adapun hubungan antara lawan jenis yang tidak didasari pernikahan seperti pacarana, maka hukumnya haram, dan akan mengantarkan kepada keharaman yang lebih besar seperti zina, perselingkuhan, perceraian, keretakan keluarga, dan kerusakan masyarakat.