WAJIB SABAR DAN TAAT, MESKI KITA TIDAK MENYUKAI PEMIMPIN KITA
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
WAJIB SABAR DAN TAAT, MESKI KITA TIDAK MENYUKAI PEMIMPIN KITA
Ingatlah, jika ada yang merasa bahwa hasil Pilpres tidak sesuai harapannya, siapa pun Presiden terpilih tetap wajib ditaati. Sekejam apa pun dia, sejelek apa pun orangnya, tetap wajib didengar. Itulah seorang Muslim dan rakyat yang baik. Walau pemimpinmu sekejam Al Hajjaj bin Yusuf, tetap wajib ditaati.
Siapa Al Hajjaj bin Yusuf?
Imam Adz Dzahabi menyebutkan tentang Al Hajjaj bin Yusuf:
“Al Hajjaj, Allah memusnahkannya pada Ramadan 95 Hijrah dalam keadaan tua, dan beliau adalah seorang yang zalim, bengis, naashibi (pembenci Ahlul Bait), keji, suka menumpahkan darah, memiliki keberanian, kelancangan, tipu daya, dan kelicikan, kefasihan, ahli bahasa, dan kecintaan terhadap Alquran.
Aku (Imam Adz Dzahabi) telah menulis tentang sejarah hidupnya yang buruk dalam kitabku At Tarikh Al Kabir, mengenai pengepungannya terhadap Ibnu Az Zubair dan Kakbah, serta perbuatannya melempar Kakbah dengan manjaniq, penghinaannya terhadap penduduk Al Haramain (dua Tanah Haram), penguasaannya terhadap ‘Iraq dan wilayah Timur, semuanya selama 20 tahun. Juga peperangannya dengan Ibnul Asy’ats, sikapnya melambat-lambat (melalaikan) salat sehinggalah Allah mematikannya, maka kami mencelanya, dan kami tidak mencintainya. Sebaliknya kami membencinya karena Allah.” [Siyar A’lam An Nubala’, 4: 343]
Apakah jika kita dapati pemimpin yang tidak kita senangi, yang tidak sesuai harapan kita, lantas kita berontak? Ternyata TIDAK. Jalan Nubuwwah memerintahkan kita untuk tetap TAAT dan BERSABAR terhadapnya.
Dari Az Zubair bin ‘Adiy, ia berkata, “Kami pernah mendatangi Anas bin Malik. Kami mengadukan tentang (kekejaman) Al Hajjaj pada beliau. Anas pun mengatakan, “Sabarlah, karena tidaklah datang suatu zaman melainkan keadaan setelahnya lebih jelek dari sebelumnya, sampai kalian bertemu dengan Rabb kalian. Aku mendengar wasiat ini dari Nabi kalian ﷺ.” [HR. Bukhari no. 7068]
Hadis di atas menunjukkan TIDAK BOLEHNYA keluar dari ketaatan pada pemimpin, siapa pun dia, selama ia memerintahkan selain dalam perkara maksiat.
Hadis di atas juga menunjukkan, bahwa menolak masfadat (kerusakan) yang lebih besar dengan mengambil mafsadat yang lebih ringan. Seandainya Anas bin Malik mewasiatkan untuk memberontak. tentu akan timbul kerusakan yang besar ketika itu. Namun beliau perintahkan untuk bersabar sebagaimana wasiat Nabi ﷺ.
Intinya, kita sebagai rakyat tetap TAAT pada Presiden yang terpilih, siapa pun itu, meski ia tidak kita sukai. Dalam hadis disebutkan:
“Wajib bagi seorang Muslim untuk mendengar dan taat (kepada penguasa) dalam perkara yang ia senangi dan ia benci, kecuali apabila diperintah kemaksiatan. Apabila diperintah kemaksiatan maka tidak perlu mendengar dan taat.” [HR. Bukhari no. 7144 dan Muslim no. 1839]