بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
#ManhajSalaf
TOLAK UKUR DISEBUT NEGARA MUSLIM ATAU KAFIR
Pertanyaan:
Ana masih kurang jelas mengenai istilah negara kafir dan negara Muslim. Apakah benar jika suatu negara itu dikatakan kafir, jika penduduknya mayoritas kafir, dan di situ tidak tegak syiar Islam?
Begitu juga sebaliknya, apakah benar jika suatu negara dikatakan negara Muslim, jika mayoritas Muslim dan tegak syiar Islam?
Bagaimana jika suatu negara dikatakan negara Muslim, tapi sistem pemerintahannya menggunakan sistem kafir? Yakni dari mulai keuangan, pajak, dan lain-lain.
Jawaban:
Alhamdulillah
Washshalatu wassalamu ‘ala Rasulillah, wa ‘ala alihi wa ash habihi ajma’in.
Salah satu kesalahan mendasar yang dipahami sebagian ikhwah tentang perbedaan negara kafir dan Muslim, adalah ketika tolok ukurnya HANYA penerapan undang-undang buatan siapa, apakah buatan Allah atau buatan manusia.
Perlu dipahami, bahwa tolok ukur negara dikatakan Muslim itu macam-macam, tidak hanya satu tolok ukur, dan para ulama pun berbeda-beda pendapat.
Jadi TIDAKLAH BENAR, jika berhukum dengan undang-undang buatan manusia, dijadikan sebagai tolok ukur untuk memvonis suatu negara Muslim atau kafir.
Berbagai tolok ukur negara Muslim dan kafir di antaranya:
Ibnu Hazm rahimahullah berkata: “Suatu negara itu dilihat dari kekuasaan, mayoritas (penduduknya), dan penguasa atau pemimpinnya.” (lihat Al Muhalla:13/140)
2. Penampakkan hukum-hukum dan syiar Islam secara umum, seperti: Sholat Jumat, Iedul Fitri, Iedul Adha, puasa Ramadan, haji tanpa adanya larangan dan kesulitan. Dan bukanlah semua hukum Islam harus ditegakkan.
3. Dikumandangkan Azan dan Didirikan Sholat
Dari Anas bin Malik rodhiyallahu ‘anhu berkata: “Dahulu Rasulullah ﷺ menyerang (musuh) ketika azan dikumandangkan. Jika beliau ﷺ mendengar azan, maka beliau ﷺ tidak jadi menyerang. Tapi jika tidak terdengar azan, maka beliau ﷺ akan melancarkan serangan.” (HR. Bukhori: 610, Muslim: 1365)
4. Mayoritas Penduduknya
Ibnu Hazm rahimahullah berkata: “Suatu negara itu dilihat dari kekuasaan, mayoritas (penduduknya), dan penguasa atau pemimpinnya.” (lihat Al Muhalla: 13/140)
Adapun kaitannya dengan sistem kafir (buatan manusia), para ulama menerangkan, bahwa seseorang yang berhukum dengan hukum selain hukum Allah, berarti dia telah melakukan sebuah kekafiran yang kecil, yang tidak mengeluarkannya dari agama Islam. Tapi bisa jadi kekafiran kecil ini berubah menjadi besar, jika dia menganggap dan berkeyakinan halal atau bolehnya berhukum dengan selain hukum Allah, atau dia berkata: “Saya tidak merasa wajib, atau harus berhukum dengan hukum Allah”. Semisal mengatakan berhukum dengan selain hukum Allah lebih baik daripada berhukum dengan hukum Allah, atau hukum-hukum dan undang-undang lainnya sama saja dengan hukum Allah, dan perkataan semisalnya. Jika demikian, berarti ia telah melakukan kekafiran yang besar (keluar dari Islam).
WAllahu A’lam
Wabillahit Taufiq
Dijawab dengan ringkas oleh: Ustadz Rosyid Abu Rosyidah حفظه الله
Sumber: https://bimbinganislam.com/tolak-ukur-negara-Muslim-atau-kafir/
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…