“Katakanlah: Hanya kepunyaan Allah-lah syafaat itu semuanya. Milik-Nya lah kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan.” [QS. Az Zumar: 44]
Ketahuilah, ayat tersebut dengan jelas menyebutkan, bahwa syafaat segenap seluruh macamnya itu HANYA MILIK ALLAH SEMATA. Allah kemudian memberikan kepada sebagian hamba-Nya untuk memberikan syafaat kepada sebagian hamba yang lainnya, dengan tujuan untuk memuliakan menampakkan kedudukannya pemberi syafaat dibanding yang disyafaati, serta memberikan keutamaan dan karunia-Nya kepada yang disyafaati, untuk bisa mendapatkan kenikmatan yang lebih baik atau kebebasan dari azab-Nya.
Apa saja syarat terjadinya syafaat?
Orang yang memberi syafaat dan orang yang diberi syafaat itupun bukan sembarang orang. Syafaat hanya terjadi jika ada:
• Izin Allah kepada orang yang memberi syafaat untuk memberi syafaat, dan
• Rida Allah kepada pemberi syafaat dan yang disyafaati.
“Allah mengetahui segala sesuatu yang di hadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka. Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.” [QS. Al Anbiya: 28]
“Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai-(Nya).” [QS. An Najm: 26]
“Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah, melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu. Sehingga apabila telah dihilangkan ketakutan dari hati mereka, mereka berkata: ‘Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhan-mu?’ Mereka menjawab: ‘(Perkataan) yang benar, dan Dia-lah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar’.” [QS. Saba: 23]
Ahli Tauhidlah Orang yang Diridai Allah
Orang yang diridai itulah Ahli Tauhid. Abu Hurairah telah bertanya kepada Nabi ﷺ: “Siapakah orang yang paling beruntung dengan syafaat engkau?” Beliau ﷺ menjawab:
“Ialah orang yang mengucapkan La Ilaha Illallah dengan ikhlas dari dalam hatinya.” [HR. Ahmad dan Bukhari].
Mengucapkan di sini bukanlah maksudnya mengucapkan dengan lisan semata, tetapi juga harus diikuti dengan konsekuensi-konsekuensinya dengan memurnikan ibadah kepada Allah semata, dan tidak menyekutukannya.