“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia salat.” [QS. Al-A’la: 14-15]
Di penghujung Ramadan sebelum ‘Id, setiap Muslim diwajibkan membayar Zakat Fitri untuk dirinya dan orang yang dalam tanggungannya sebanyak satu sha’ (± 3 Kg) berupa bahan makanan yang berlaku umum di daerahnya.
Zakat tersebut hukumnya wajib, selama ia masih memiliki sisa makanan untuk diri sendiri dan keluarganya selama sehari semalam.
Hal ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnul ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, beliau berkata: “Rasulullah ﷺ telah mewajibkan Zakat Fitri bagi orang merdeka dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa, dari kaum Muslimin. Beliau ﷺ memerintahkan agar (Zakat Fitri tersebut) ditunaikan sebelum Salat Idul Fitri (Hari Raya).”
[Muttafaq ‘alaih]
Adapun waktu pengeluarannya yang paling utama adalah sebelum Salat Idul Fitri. Boleh juga sehari atau dua hari sebelumnya, dan tidak boleh mengakhirkan mengeluaran Zakat Fitri setelah hari raya.
Ya Allah terimalah salat kami, zakat, dan puasa kami, serta segala bentuk ibadah kami. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Hukum Mengeluarkan Zakat Fitri dengan Uang
Al-Imam Malik bin Anas berkata:
“Bahwa Zakat Fitri “dengan uang” itu tidak mencukupi (yakni tidak sah zakatnya).” [Al-Mudawwanah Al-Kubra (3/385) ]
Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Bahwa mengeluarkan Zakat Fitri dengan uang tidaklah mencukupi (tidak sah).” [Al-Fiqh Al-Manhajī ‘ala Madzhab Al-Imam Asy-Syāfi’ī ]
Al-Imam Ahmad juga berkata (tentang hal tersebut): “Menyelisihi Sunnah Rasulullah ﷺ.” [Al-Mughni (3/87) ]
Fadhilatusy Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah ditanya, “Bolehkah mengeluarkan Zakat Fitri dengan uang?”
Maka Fadhilatusy Syaikh menjawab:
زكاة الفطر لا تصح من النقود. لأن النبي ﷺ فرضها صاعاً من تمر، أو صاعاً من شعير، وقال أبو سعيد الخدري رضي الله عنه: كنا نخرجها على عهد رسول الله ﷺ ، صاعًا من طعام، وكان طعامنا يومئذ التمر والشعير، والزبيب والأقط. فلا يجوز إخراجها إلا مما فرضه رسول الله ﷺ
“Zakat Fitri tidak sah ditunaikan dengan uang. Karena Nabi ﷺ mewajibkan zakat dengan ukuran satu sha’ kurma kering, atau satu sha’ gandum.
Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Dahulu kami semasa Rasulullah ﷺ (masih hidup) mengeluarkan zakat seukuran satu sha’ makanan pokok. Dan makanan pokok kami ketika itu ialah kurma kering, gandum, kismis dan keju.”
Maka tidak boleh mengeluarkan zakat selain dengan yang telah diwajibkan oleh Rasulullah ﷺ.” [Majmu’ Fatwa wa Rasail Ibni ‘Utsaimin (18/180) ]
Syaikh juga berkata:
أما زكاة الفطر فلا يجوز دفع النقد عنها بل يجب أن تدفع من الطعام لأنها هكذا فرضت ولما في دفعها من الطعام من سد حاجة الفقير في يوم العيد
“Adapun Zakat Fitri, maka tidak boleh membayar uang sebagai bentuk penunaiannya. Tapi wajib menunaikannya dengan makanan pokok, karena begitulah yang diwajibkan. Juga karena penunaian zakat dengan makanan pokok itu sebagai bentuk memenuhi kebutuhan orang fakir saat hari raya (Idul Fitri).”
Syaikh juga berkata dalam fatwa beliau yang lain:
…فلا يحل لأحد أن يخرج زكاة الفطر من الدراهم، أو الملابس، أو الفرش، بل الواجب إخراجها مما فرضه الله على لسان محمد صلى الله عليه وسلم، ولا عبرة باستحسان من استحسن ذلك من الناس، لأن الشرع ليس تابعاً للآراء
“… Tidak halal, yakni dilarang, bagi siapapun yang hendak mengeluarkan Zakat Fitri dengan Dirham, maksudnya mata uang, pakaian, atau selimut. Namun yang wajib adalah mengeluarkan zakat dengan sesuatu yang telah Allah wajibkan melalui lisan Nabi Muhammad ﷺ. Anggapan baik oleh kebanyakan orang berkenaan dengan hal ini tidaklah diakui, karena syariat itu tidak mengikuti pendapat orang-orang.” [Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni ‘Utsaimin (18/280) ]
Al-‘Allamah Al-Fawzan hafizhahullah berkata:
أما إخراج القيمة، فإنه لا يجزئ في زكاة الفطر؛ لأنه خلاف ما أمر به النبي ﷺ ، وما عمل به صحابته الكرام من إخراج الطعام . والاجتهاد إذا خالف النص فلا اعتبار به
“Adapun mengeluarkan Qimah (yaitu dalam rupa uang), maka hal ini “tidaklah tepat” untuk Zakat Fitri; karena hal tersebut menyelisihi yang diperintahkan oleh Nabi ﷺ , dan (menyelisihi) apa yang dilakukan para sahabat yang mulia, yaitu mengeluarkan (zakat, dengan) makanan pokok. Dan suatu ijtihad jika menyelisihi nash (dalil), maka ijtihad tersebut tidak teranggap.” [Al-Muntaqa min Fatawa al-Fawzan (81/13-14) ]