بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
TAUHID PUN TERBAGI..!
Tauhid adalah perkara yang sangat penting dalam Islam. Tauhid ibarat pondasi sebuah bangunan, di mana tidak berdiri suatu bangunan, kecuali terbangun di atas sebuah pondasi. Oleh karenanya Allah memerintahkan kaum Muslimin untuk memelajari tauhid. Allah -subhanahu wa ta’ala- berfirman:
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Sesembahan (Yang Haq) melainkan Allah” (Muhammad 19)
Kalimat “Ketahuilah” menunjukkan wajibnya belajar, dan kalimat “Sesungguhnya tidak ada Sesembahan (Yang Haq) melainkan Allah” menunjukkan makna tauhid. Jadi ayat ini mewajibkan kepada kaum Muslimin untuk memelajari makna tauhid.
Selanjutnya perkara pertama yang akan kita palajari adalah pembagian tauhid. Ini penting karena kesalahan dalam memahami kalimat (لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ) La Ilaha illallah adalah, karena kaum Muslimin tidak mengerti pembagian tauhid.
Para ulama kita membagi tauhid menjadi tiga bagian: Tauhid Rububiyah, Tauhid Asma’ dan Sifat dan Tauhid Uluhiyah.
Yaitu menyatakan bahwa tidak ada Penguasa alam kecuali Allah, yang menciptakan mereka dan memberinya rezeki, mematikan, menghidupkan, menurunkan hujan, mengatur alam semesta, memberi sakit dan menyembuhkannya dan lain-lain dari seluruh perbuatan Allah –ta’ala-. Tauhid jenis ini telah diakui oleh orang-orang musyrik pada masa lalu.
Mereka menyatakan, bahwa Allah semata yang Maha Pencipta, Penguasa, Pengatur, Yang Menghidupkan,Yang Mematikan, tidak ada sekutu bagi-Nya. Allah ta’ala berfirman:
وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ مَنْ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضَ وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ لَيَقُوْلُنَّ اللهُ فَأَنَّى يُؤْفَكُوْنَ
“Dan sungguh jika kamu tanyakan kepada mereka (orang musyrik): “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah” maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar)” (Al-Ankabut 61)
Akan tetapi pernyataan dan persaksian mereka TIDAK MEMBUAT MEREKA MENJADI MUSLIM dan tidak membebaskan mereka dari api Neraka, serta tidak melindungi harta dan darah mereka, karena mereka tidak mewujudkan Tauhid Uluhiyah. Bahkan mereka berbuat syirik/menduakan Allah dalam beribadah kepada-Nya dengan beribadah kepada selain-Nya.
Selanjutnya pembagian tauhid yang kedua yaitu Tauhid Asma’ dan sifat. Tauhid ini bermakna beriman, bahwa Allah ta’ala memiliki zat yang tidak serupa dengan berbagai zat yang ada, serta memiliki sifat yang tidak serupa dengan berbagai sifat yang ada. Dan bahwa nama-nama-Nya merupakan petunjuk yang jelas akan sifat-Nya yang sempurna secara mutlak, sebagaimana firman Allah ta’ala:
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Tidak ada sesuatu pun yang meyerupai-Nya, dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (As Syuro: 110)
Dalam ayat ini disebutkan, bahwa Allah pun mendengar, Allah pun melihat. Namun pendengaran dan pengelihatan Allah TIDAK SAMA dengan pendengaran dan pengelihatan makhluk-Nya. Beriman kepada Asma’ dan Sifat Allah, berarti menetapkan apa yang Allah tetapkan untuk diri-Nya dalam Kitab-Nya, berupa sifat dan nama bagi-Nya, atau apa yang telah ditetapkan oleh Rasul-Nya -shallallahu ‘alihi wa salam- dalam hadisnya, tanpa ada penyerupaan dengan sesuatu pun, tidak pula memalingkan maknanya, atau menolaknya, serta tidak bertanya-tanya tentang bentuk sifat-Nya. Kita hanya bisa mengimaninya sesuai dengan konteks ayat dan hadis.
Tauhid jenis terakhir ini adalah inti tauhid yang di dakwahkan para Rasul. Tauhid ini disebut dengan Tauhid Uluhiyah atau tauhid ibadah, yaitu mengesakan Allah dalam seluruh jenis ibadah yang Allah perintahkan kepada kita, seperti berdoa, khouf (takut), roja’ (harap), tawakkal, raghbah (berkeinginan), rahbah (takut), Khusyu’, Khasyah (takut disertai pengagungan), taubat, minta pertolongan, menyembelih, bernazar dan ibadah yang lainnya yang diperintahkan-Nya. Ibadah-ibadah tersebut TIDAK BOLEH kita palingkan kepada selain Allah. Tapi ibadah tadi HARUS DAN WAJIB hanya diberikan kepada Allah. Dalilnya adalah firman Allah ta’ala:
وَأَنَّ الْمَسَاجِدَ لِلَّهِ فَلاَ تَدْعُوا مَعَ اللهِ أَحَدا
“Dan sesungguhnya mesjid-mesjid itu adalah kepunyaan Allah. Maka janganlah kamu menyembah (beribadah) kepada seseorang pun di dalamnya, di samping (menyembah) Allah” (Al Jin 18)
Manusia tidak boleh memalingkan sedikit pun ibadahnya kepada selain Allah ta’ala, baik kepada malaikat, kepada para Nabi atau kepada para wali yang saleh, dan tidak kepada siapa pun dari makhluk yang ada. Karena ibadah tidak sah, kecuali jika diperuntukkan untuk Allah semata. Maka, siapa yang memalingkannya kepada selain Allah, dia telah berbuat syirik yang besar dan semua amalnya gugur.
Kesimpulannya adalah seseorang harus berlepas diri dari penghambaan (ibadah) kepada selain Allah, menghadapkan hati sepenuhnya hanya untuk beribadah kepada Allah. Tidak cukup dalam tauhid hanya sekedar pengakuan dan ucapan syahadat saja, jika tidak menghindar dari ajaran orang-orang musyrik, serta apa yang mereka lakukan, seperti berdoa kepada selain Allah, misalnya kepada orang yang telah mati dan semacamnya, atau minta syafaat kepada mereka (orang-orang mati), agar Allah menghilangkan kesusahannya dan menyingkirkannya, dan minta pertolongan kepada mereka atau yang lainnya, yang merupakan perbuatan syirik.
Wujud nyata Tauhid adalah memahaminya, dan berusaha untuk mengetahui hakikatnya, serta melaksanakan kewajibannya, baik dari sisi ilmu maupun amalan. Hakikatnya adalah mengarahkan ruhani dan hati kepada Allah, baik dalam hal mencintai, takut (khouf), taubat, tawakkal, berdoa, ikhlas, mengagunggkan-Nya, membesarkan-Nya dan beribadah kepada-Nya. Kesimpulannya, TIDAK ADA dalam hati seorang hamba sesuatu pun selain Allah, dan tidak ada keinginan terhadap apa yang Allah tidak inginkan dari perbuatan-perbuatan syirik, bid’ah, maksiat yang besar maupun kecil, dan tidak ada kebencian terhadap apa yang Allah perintahkan.
ITULAH HAKIKAT TAUHID DAN HAKIKAT LAA ILAAHA ILLALLAH.
Penulis: Abu Ubaidillah Al-Atsariy [Facebook Belajar Islam Lebih Mudah]
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…