TATA CARA WUDHU BAGI MUSLIMAH KETIKA BERADA DI TEMPAT UMUM
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
TATA CARA WUDHU BAGI MUSLIMAH KETIKA BERADA DI TEMPAT UMUM
Kondisi paling aman bagi Muslimah adalah berwudhu di ruangan tertutup, sehingga ketika Muslimah hendak menyempurnakan mengusap atau membasuh anggota tubuh yang wajib dikenakan air wudhu, auratnya tidak terlihat oleh orang-orang yang bukan mahramnya. Sayangnya, tidak semua masjid menyediakan tempat wudhu yang berada di ruangan tertutup.
Lalu, bagaimana cara berwudhu jika kita berada di tempat umum yang terbuka? Berdasarkan riwayat dari ‘Amru bin Umayyah radhiyallahu ‘anhu, dari bapaknya, beliau berkata:
رأيت النبي صلّى الله عليه وسلّم، يمسح على عمامته وخفَّيه
“Aku pernah melihat Nabi ﷺ mengusap bagian atas surbannya dan kedua khufnya.” [HR. Al-Bukhari dalam Fathul Bari (1/308 no. 205) dan lainnya]
Juga dari Bilal radhiyallahu ‘anhu:
أن النبي صلّى الله عليه وسلّم، مسح على الخفين والخمار
“Bahwasanya Nabi ﷺ mengusap kedua khuf dan khimarnya.” [HR. Muslim (1/231) no. 275]
Hal yang sama juga pernah dilakukan oleh Ummu Salamah (istri Nabi ﷺ), bahwa beliau berwudhu dan mengusap kerudungnya. [Disebutkan oleh Ibnu Qudamah dari Ibnu Al-Mundzir]. Karena itu, wanita yang berwudhu di tempat umum TIDAK BOLEH melepas jilbabnya, namun cukup mengusap bagian atas jilbabnya.
Catatan:
Dijelaskan oleh ulama bahwa tutup kepala boleh diusap, jika memenuhi dua syarat:
1. Menutupi seluruh bagian kepala.
2. Terdapat kesulitan untuk melepaskannya.
Karena itu, sebatas (menggunakan) peci (menyebabkan peci) tidak boleh diusap, tetapi (bagian kepalalah yang) harus (tetap) diusap. [Shifat Wudhu Nabi ﷺ, hlm. 28]
Alternatif lain adalah dengan wudhu di kamar mandi. Sebagian orang merasa khawatir dan ragu-ragu, bila wudhu di kamar mandi wudhunya tidak sah, karena kamar mandi merupakan tempat yang biasa digunakan untuk buang hajat, sehingga kemungkinan besar terdapat najis di dalamnya. Wudhu di kamar mandi hukumnya boleh, asalkan tidak dikhawatirkan terkena/ terpercik najis yang mungkin ada di kamar mandi.
Kita ingat kaidah yang menyebutkan: “Sesuatu yang yakin tidak bisa hilang dengan keraguan.” Keragu-raguan atau kekhawatiran kita terkena najis TIDAK BISA dijadikan dasar tidak bolehnya wudhu di kamar mandi, kecuali setelah kita benar-benar yakin, bahwa jika wudhu di kamar mandi kita akan terkena/ terpeciki najis. Jika kita telah memastikan bahwa lantai kamar mandi bersih dari najis, dan kita yakin tidak akan terkena/ terperciki najis, maka insya Allah tak mengapa wudhu di kamar mandi.
Sedangkan pelafalan “Bismillah” di kamar mandi, menurut pendapat yang lebih tepat adalah BOLEH melafalkannya di kamar mandi. Hal ini dikarenakan membaca Bismillah pada saat wudhu hukumnya wajib, sedangkan menyebut nama Allah di kamar mandi hukumnya makruh. Kaidah mengatakan, bahwa “Makruh itu berubah menjadi mubah jika ada hajat. Dan melaksanakan kewajiban adalah hajat.”
Adapun membaca zikir setelah wudhu dapat dilakukan setelah keluar kamar mandi, yaitu setelah membaca doa keluar kamar mandi. Untuk itu disarankan setelah berwudhu, tidak berlama-lama di kamar mandi (segera keluar).
Bagaimana bila kita yakin bahwa bila wudhu di kamar mandi kita akan terkena/ terperciki najis?
> Dengan alasan terkena najis, maka sebaiknya tidak wudhu di kamar mandi atau disiram dulu sampai bersih.
> Alternatif lainnya adalah dengan cara mengusap khuf. jaurab, dan jilbab tanpa harus membukanya. Pembahasan tentang ini masuk dalam bab mengusap khuf. Tentu timbul pertanyaan lain, bagaimana dengan tangan? Jika jilbab kita sesuai dengan syariat, insya Allah hal ini bisa diatasi. Karena bagian tangan yang perlu dibasuh bisa dilakukan di balik jilbab kita yang terulur panjang. Sehingga tangan kita tidak akan terlihat oleh umum, insya Allah.