Kerabat laki-laki yang berhak menerima pusaka ada 15 orang, yaitu:
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki dari anak laki-laki
3. Bapak
4. Kakek / ayahnya ayah
5. Saudara laki-laki sekandung
6. Saudara laki-laki sebapak
7. Saudara laki-laki seibu
8. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung
9. Anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak
10. Suami
11. Paman sekandung
12. Paman sebapak
13. Anak dari paman laki-laki sekandung
14. Anak dari paman laki-laki sebapak
15. Laki-laki yang memerdekakan budak
Selain yang disebut di atas termasuk “Dzawil Arham”, seperti paman dari pihak ibu, anak laki-laki saudara seibu dan paman seibu, dan anak laki-laki paman seibu dan semisalnya tidak mendapat harta waris. [Lihat Muhtashar Fiqhul Islami, hal. 775-776]
Adapun ahli waris perempuan secara terinci ada 11 orang, yaitu:
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak laki-laki
3. Ibu
4. Nenek / ibunya ibu
5. Nenek / ibunya bapak
6. Nenek / ibunya kakek
7. Saudari sekandung
8. Saudari sebapak
9. Saudari seibu
10. Istri
11. Wanita yang memerdekakan budak
Semua keluarga wanita selain ahli waris sebelas ini, seperti bibi dan seterusnya dinamakan “Dzawil Arham”, tidak mendapat harta waris. [Lihat Muhtashar Fiqhul Islam, hal. 776]
Catatan.
1. Bila ahli waris laki-laki yang berjumlah lima belas di atas masih hidup semua, maka yang berhak mendapatkan harta waris hanya tiga saja, yaitu: bapak, anak dan suami. Sedangkan yang lainnya mahjub (terhalang) oleh tiga ini.
2. Bila ahli waris perempuan yang berjumlah sebelas di atas masih hidup semua, maka yang berhak mendapatkan harta waris hanya lima saja, yaitu: anak perempuan, cucu perempuan dari anak laki-laki, ibu, istri, saudari sekandung.
3. Jika semua ahli waris laki-laki dan perempuan masih hidup semuanya, maka yang berhak mendapatkan harta waris lima saja, yaitu: bapak, anak, suami, atau istri, anak perempuan, dan ibu.
Perincian Bagian Setiap Ahli Waris dan Persyaratannya
Bagian Anak Laki-Laki
1. Mendapat Ashabah (semua harta waris), bila dia sendirian, tidak ada ahli waris yang lain.
2. Mendapat Ashabah dan dibagi sama, bila jumlah mereka dua dan seterusnya, dan tidak ada ahli waris lain.
3. Mendapat Ashabah atau sisa, bila ada ahli waris lainnya.
4. Jika anak-anak si mayit terdiri dari laki-laki dan perempuan, maka anak laki mendapat dua bagian, dan anak perempuan satu bagian. Misalnya, si mati meninggalkan 5 anak perempuan dan 2 anak laki-laki, maka harta waris dibagi 9. Setiap anak perempuan mendapat 1 bagian, dan anak laki-laki mendapat 2 bagian.
Bagian Ayah
1. Mendapat 1/6, bila si mayit memiliki anak laki atau cucu laki. Misalnya si mati meninggalkan anak laki dan bapak, maka harta dibagi menjadi 6, Ayah mendapat 1/6 dari 6 yaitu 1, sisanya untuk anak.
2. Mendapat Ashabah, bila tidak ada anak laki atau cucu laki. Misalnya si mati meninggalkan ayah dan suami, maka suami mendapat ½ dari peninggalan istrinya, bapak Ashabah (sisa).
3. Mendapat 1/6 plus Ashabah, bila hanya ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Misalnya si mati meninggalkan ayah dan satu anak perempuan. Maka satu anak perempuan mendapat ½, ayah mendapat 1/6 plus Ashabah.
Mengenai seorang anak wanita mendapat ½, lihat keterangan berikutnya. Semua saudara sekandung atau sebapak atau seibu gugur, karena ada ayah dan datuk.
Bagian Kakek
1. Mendapat 1/6, bila ada anak laki-laki atau cucu laki-laki, dan tidak ada bapak. Misalnya si mati meninggalkan anak laki-laki dan kakek. Maka kakek mendapat 1/6, sisanya untuk anak laki-laki.
2. Mendapat Ashabah, bila tidak ada ahli waris selain dia
3. Mendapat Ashabah setelah diambil ahli waris lain, bila tidak ada anak laki, cucu laki dan bapak, dan tidak ada ahli waris wanita. Misalnya si mati meninggalkan datuk dan suami. Maka suami mendapatkan ½, lebihnya untuk datuk. Harta dibagi menjadi 2, suami =1, datuk = 1
4. Kakek mendapat 1/6 dan Ashabah, bila ada anak perempuan atau cucu perempuan dari anak laki-laki. Misalnya si mati meninggalkan kakek dan seorang anak perempuan. Maka anak perempuan mendapat ½, kakek mendapat 1/6 ditambah Ashabah (sisa).
Dari keterangan di atas, bagian kakek sama seperti bagian ayah, kecuali bila selain kakek ada istri atau suami dan ibu, maka ibu mendapat 1/3 dari harta waris, bukan sepertiga dari sisa setelah suami atau istri mengambil bagianya.
Adapun masalah pembagian kakek, bila ada saudara dan lainnya, banyak pembahasannya. Silakan membaca kitab Mualimul Faraidh, hal. 44-49 dan Tashil Fara’idh, oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, hal. 28 dan kitab lainnya.
Bagian Suami
1. Mendapat ½, bila istri tidak meninggalkan anak atau cucu dari anak laki.
2. Mendapat ¼, bila istri meninggalkan anak atau cucu. Misalnya, istri mati meninggalkan 1 laki-laki, 1 perempuan dan suami. Maka suami mendapat ¼ dari harta, sisanya untuk 2 orang anak, yaitu bagian laki-laki 2 kali bagian anak perempuan
Bagian Anak Perempuan
1. Mendapat ½, bila dia seorang diri dan tidak ada anak laki-laki
2. Mendapat 2/3, bila jumlahnya dua atau lebih dan tidak ada anak laki-laki
3. Mendapat sisa, bila bersama anak laki-laki. Putri 1 bagian dan, putra 2 bagian.
Bagian Cucu Perempuan dari Anak Laki-Laki
1. Mendapat ½, bila dia sendirian, tidak ada saudaranya, tidak ada anak laki-laki atau anak perempuan.
2. Mendapat 2/3, jika jumlahnya dua atau lebih, bila tidak ada cucu laki-laki, tidak ada anak laki-laki atau anak perempaun.
3. Mendapat 1/6, bila ada satu anak perempuan, tidak ada anak laki-laki atau cucu laki-laki
4. Mendapat Ashabah bersama cucu laki-laki, jika tidak ada anak laki. Cucu laki-laki mendapat 2, wanita 1 bagian. Misalnya si mati meninggalkan 3 cucu laki-laki dan 4 cucu perempuan. Maka harta dibagi menjadi 10 bagian. Cucu laki-laki masing-masing mendapat 2 bagian, dan setiap cucu perempuan mendapat 1 bagian.
Bagian Istri
1. Mendapat ¼, bila tidak ada anak atau cucu
2. Mendapat 1/8, bila ada anak atau cucu
3. Bagian ¼ atau 1/8 dibagi rata, bila istri lebih dari satu
Bagian Ibu
1. Mendapat 1/6, bila ada anak dan cucu
2. Mendapat 1/6, bila ada saudara atau saudari
3. Mendapat 1/3, bila hanya dia dan bapak
4. Mendapat 1/3 dari sisa setelah suami mengambil bagiannya, jika bersama ibu dan ahli waris lain yaitu bapak dan suami. Maka suami mendapat ½, ibu mendapat 1/3 dari sisa, bapak mendapatkan Ashabah (sisa)
5. Mendapat 1/3 setelah diambil bagian istri, jika bersama ibu ada ahli waris lain yaitu bapak dan istri. Maka istri mendapat ¼, ibu mendapat 1/3 dari sisa, bapak mendapatkan Ashabah (sisa).
Sengaja no. 4 dan 5 dibedakan, yaitu 1/3 dari sisa setelah dibagikan kepada suami atau istri, bukan 1/3 dari harta semua, agar wanita tidak mendapatkan lebih tinggi daripada laki-laki. [Lihat Muhtashar Fiqhul Islami, hal. 778-779 dan Al-Mualimul Fara’idh, hal. 35]
Bagian Nenek
Nenek yang mendapat warisan ialah ibunya ibu, ibunya bapak, ibunya kakek.
1. Tidak mendapat warisan, bila si mati meninggalkan ibu, sebagaimana kakek tidak mendapatkan warisan bila ada ayah.
2. Mendapat 1/6, seorang diri atau lebih, bila tidak ada ibu. [Lihat Muhtashar Fiqhul Islami, hal. 780]
Bagian Saudari Sekandung
1. Mendapat ½, jika sendirian,tidak ada saudara sekandung, bapak, kakek, anak.
2. Mendapat 2/3, jika jumlahnya dua atau lebih, tidak ada saudara sekandung, anak, bapak, kakek.
3. Mendapat bagian Ashabah, bila bersama saudaranya, bila tidak ada anak laki-laki, bapak. Yang laki mendapat dua bagian, perempuan satu bagian.
Bagian Saudari Sebapak
1. Mendapat ½, jika sendirian, tidak ada bapak, kakek, anak dan tidak ada saudara sebapak,saudara ataupun saudara sekandung
2. Mendapat 2/3, jika dua ke atas, tidak ada bapak, kakek, anak dan tidak ada saudara sebapak, saudara ataupun saudara sekandung.
3. Mendapat 1/6 baik sendirian atau banyak, bila ada satu saudari sekandung, tidak ada anak, cucu, bapak, kakek, tidak ada saudara sekandung dan sebapak.
4. Mendapat Ashabah, bila ada saudara sebapak. Saudara sebapak mendapat dua bagian, dan dia satu bagian.
Bagian Saudara Seibu
Saudara seibu atau saudari seibu sama bagiannya
1. Mendapat 1/6, jika sendirian, bila tidak ada anak cucu, bapak, kakek.
2. Mendapat 1/3, jika dua ke atas, baik laki-laki atau perempuan sama saja, bila tidak ada anak, cucu, bapak, kakek.
(Ditulis berdasarkan kitab Mualimul Fara’idh, Tashil Fara’idh (Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin), Mukhtashar Fiqhul Islam, dan kitab-kitab lainnya)
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi khusus (7-8)/Tahun IX/1426/2005M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]