TANDA ALLAH MASIH SAYANG DAN MENGIGINKAN KEBAIKAN KEPADA KITA
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
TANDA ALLAH MASIH SAYANG DAN MENGIGINKAN KEBAIKAN KEPADA KITA
Dari Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu ‘anhu, ia menuturkan:
“Ada seorang lelaki bertemu dengan seorang wanita yang dahulunya adalah pelacur pada zaman jahiliyah. Lalu lelaki itu mulai merayu, hingga tangannya terbentang akan menjamahnya. Wanita itu lantas berkata: ‘Apa-apaan ini?! Sesungguhnya Allah sudah menghapus masa jahiliyah, dan menggantinya dengan Islam.’
Lelaki itu pun langsung berbalik pergi, lalu wajahnya menabrak tembok hingga robek. Kemudian ia mendatangi Nabi ﷺ dan mengabari beliau kisahnya. Maka Nabi ﷺ bersabda:
“Engkau adalah seorang hamba yang diinginkan kebaikan bagimu. Jika Allah berkehendak baik kepada hamba-Nya, Dia akan menyegerakan hukuman dari dosa seorang hamba. Namun jika Dia berkehendak jelek terhadap seorang hamba, Allah biarkan dia dan dosanya, hingga dibalas secara penuh dengan sebab dosanya kelak pada Hari Kiamat, seakan-akan itu adalah gunung ‘Air (gunung di Madinah).” [HR. Ahmad: 16204]
Oleh sebab itu, ketika kita melakukan maksiat lantas dibayar kontan, dihukum langsung di dunia oleh Allah ﷻ, maka itu adalah sebuah hal yang patut disyukuri, karena Allah ﷻ masih sayang dan mengiginkan kebaikan kepada kita.
Sebaliknya, hati-hatilah dengan “nikmat kasat mata.” Saat kita melakukan maksiat, kita tidak dihukum. Bahkan semakin mendapat kemudahan, badan sehat, harta lapang, usaha lancar dan semakin berkembang. Karena itu adalah Istidraj, yaitu cara Allah ﷻ menghukum seorang dengan perlahan, dibiarkan dulu sementara waktu.
Dari Ubah bin Amir radhiallahu ‘anhu, Nabi ﷺ bersabda:
“Apabila Anda melihat Allah memberikan kenikmatan dunia kepada seorang hamba sementara dia masih bergelimang dengan maksiat, maka itu hakikatnya adalah istidraj dari Allah.”
“Tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka. Sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong. Maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.” [QS. Al-An’am: 44] [HR. Ahmad, no.17349, Thabrani dalam Al-Kabir, no.913, dan disahihkan Al-Albani dalam As-Shahihah, no. 414]
Istidraj secara bahasa diambil dari kata da-ra-ja (Arab: درج ), yang artinya naik dari satu tingkatan ke tingkatan selanjutnya. Sementara istidraj dari Allah kepada hamba, dipahami sebagai ‘hukuman’ yang diberikan sedikit demi sedikit, dan tidak diberikan langsung. Allah biarkan orang ini, dan tidak disegerakan azabnya. Allah ﷻ berfirman:
سَنَسْتَدْرِجُهُمْ مِنْ حَيْثُ لاَ يَعْلَمُونَ
“Nanti Kami akan menghukum mereka dengan berangsur-angsur (ke arah kebinasaan), dari arah yang tidak mereka ketahui.” [QS. Al-Qalam: 44] [Al-Mu’jam Al-Lughah Al-Arabiyah, kata: da-ra-ja]
Semua tindakan maksiat yang Allah balas dengan nikmat, dan Allah membuat dia lupa untuk beristighfar, sehingga dia semakin dekat dengan azab sedikit demi sedikit, selanjutnya Allah berikan semua hukumannya. Itulah istidraj. Allah a’lam.