SYIRIK AKBAR, ORANG YANG BERDOA UNTUK MEMINTA HAJAT KEPADA PENGHUNI KUBUR
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
SYIRIK AKBAR, ORANG YANG BERDOA UNTUK MEMINTA HAJAT KEPADA PENGHUNI KUBUR
Berdoa untuk meminta hajat kepada penghuni kubur, baik si penghuni kubur ini dulunya seorang yang saleh, wali, atau bahkan nabi sekalipun, adalah SYIRIK AKBAR. Allah ﷻ memerintahkan:
“وَاسْأَلُواْ اللّهَ مِن فَضْلِهِ”.
“Mohonlah pada Allah sebagian dari karunia-Nya”. [QS. An-Nisa’: 32]
“Jika engkau memohon, mohonlah kepada Allah. Dan jika engkau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah”. [HR. Tirmidzi hal. 566 no. 2514 dan beliau berkomentar, “Hasan Sahih”]
Imam Ibn Abdil Hadi rahimahullah (w. 744 H) menerangkan, bahwa berdoa memohon kepada selain Allah hukumnya adalah HARAM dan dikategorikan SYIRIK, berdasarkan Ijma para ulama. [Cermati: Ash-Sharim al-Munky (hal. 543) dan Shiyanah al-Insan karya as-Sahsawany (hal. 234)]
Menyengaja datang ke kuburan hanya untuk berdoa di situ, atau untuk ziarah kubur plus berdoa, dengan keyakinan bahwa doa di tempat kuburna itu lebih mustajab, karena keistimewaan yang dimiliki tempat tersebut. Dan berkeyakinan bahwa berdoa di situ lebih afdal dibanding berdoa di masjid atau rumah. Maka jenis seperti ini mengandung unsur kesengajaan memilih kuburan sebagai tempat untuk berdoa. Dan ini tidak akan dilakukan melainkan karena dorongan keyakinan akan keistimewaan tempat tersebut, dan keyakinan bahwa tempat itu memiliki peran dalam menjadikan doa lebih mustajab. Karena itulah, jenis inipun menjadi TERLARANG dan dikategorikan bidah.
Tatkala berbicara tentang hukum salat di kuburan, Imam as-Suyuthy rahimahullah menjelaskan:
“Jika seorang insan menyengaja salat di kuburan atau berdoa untuk dirinya sendiri dalam kepentingan dan urusannya, dengan tujuan mendapat berkah dengannya, serta mengharapkan terkabulnya doa di situ, maka ini merupakan inti PENENTANGAN terhadap Allah dan Rasul-Nya ﷺ, menyimpang dari agama dan syariatnya. Juga dianggap bidah dalam agama yang tidak dizinkan Allah, Rasul-Nya ﷺ maupun para imam kaum Muslimin yang setia mengikuti ajaran dan Sunnah beliau”. [Al-Amr bi al-Ittiba’ (hal. 139). Lihat pula: Iqtidha’ ash-Shirath al-Mustaqîm (II/193)]