Sifat Sholat Nabi

SUJUD SAHWI: UNTUK MENAMBAL CELAH-CELAH YANG KURANG DALAM SALAT KARENA LUPA

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ 

SUJUD SAHWI: UNTUK MENAMBAL CELAH-CELAH YANG KURANG DALAM SALAT KARENA LUPA
>> Tata Cara Sujud Sahwi
Oleh: Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin
Sujud Sahwi adalah suatu istilah untuk dua sujud yang dikerjakan oleh orang yang salat, fungsinya untuk menambal celah-celah yang kurang dalam salatnya karena lupa.
Faktor-faktor yang menyebabkan seseorang harus mengerjakan Sujud Sahwi ada tiga macam:
1. Penambahan,
2. Pengurangan dan
3. Ragu-ragu
1. Penambahan
Apabila seorang yang salat menambah salatnya, baik menambah berdiri, duduk, rukuk atau sujud secara sengaja, maka salatnya batal (tidak sah). Jika dia melakukannya karena lupa dan dia tidak ingat bahwa dia telah menambah salatnya hingga selesai salat, maka dia tidak terkena beban apa pun kecuali hanya mengerjakan Sujud Sahwi, sedangkan salatnya tetap sah. Tetapi jika dia telah menyadari adanya tambahan tersebut di saat dia masih mengerjakan salat, maka dia wajib kembali kepada posisi yang benar, lalu mengerjakan Sujud Sahwi, dan salatnya tetap sah.
Sebagai contoh:
Ada seseorang telah mengerjakan salat Zuhur 5 (lima) rakaat, tetapi dia baru mengingatnya kembali setelah posisi Tasyahud (akhir), maka dia harus menyempurnakan Tasyahudnya (terlebih dahulu), lalu salam, kemudian baru Sujud Sahwi dan salam lagi.
Jika dia baru mengingatnya kembali setelah salam, maka dia harus segera mengerjakan Sujud Sahwi dan salam lagi. Tetapi jika dia mengingatnya di saat masih mengerjakan rakaat yang ke lima, maka dia harus segera duduk pada saat itu juga, lalu berTasyahud dan salam, kemudian Sujud Sahwi dan salam lagi.
Dalilnya ada hadis Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu [1]
أَنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى الضُّهْرَ خَمْسًا، فَقِيْلَ لَهُ: أَزِيْدَ فِي الصَّلاَةِ؟ فَقَالَ (وَمَا ذَاكَ؟) قَالُوْا: صَلَيْتَ خَمسًا، فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ بَعْدَمَا سَلَّمَ. وَفِي رِوَايَةٍ: فَثَنَى رِجْلَيْهِ وَاسْتَقْبَلَ القِبْلَةَ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَز (رواه الجماعة)
“Sesungguhnya Nabi ﷺ pernah salat Zuhur 5 (lima) rakaat. Maka ada yang bertanya kepada beliau: “Apakah salat sengaja ditambah? Beliau menjawab: “Memangnya apa yang terjadi?” Kemudian mereka (para sahabat) menjawab: “Anda telah mengerjakan salat (Zuhur) lima rakaat. “Maka beliau langsung sujud dua kali kemudian salam.”
Dalam riwayat lain disebutkan: “Maka beliau langsung melipat kedua kakinya dan menghadap kiblat, kemudian sujud dua kali dan salam.” [HR Al-Jama’ah] [2]
Salam Sebelum Sempurna Salat
Salam sebelum sempurna (selesai) salat, juga termasuk penambahan dalam salat [3]. Oleh karena itu, apabila seorang yang salat dengan sengaja salam sebelum selesai salat, maka salatnya batal.
Jika dia mengerjakannya karena lupa dan dia baru mengingatnya kembali setelah rentang waktu yang lama, maka dia harus mengulangi salatnya.
Tetapi jika dia telah mengingatnya kembali hanya dalam rentang waktu beberapa saat saja, seperti dua atau tiga menit, maka dia hanya perlu menyempurnakan salatnya saja dan salam, kemudian baru Sujud Sahwi dan salam lagi.
Dalilnya adalah hadis Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمُ الظُّهْرَ أَوِ الْعَصْرَ فَسَلَّمَ مِنْ رَكْعَتَيْنِ، فَخَرَجَ السُّرْ عَانِ مِنْ أَبْوَابِ الْمَسجِدِ يَقُوْلُوْنَ:قُصِرَتِ الصَّلاَةُ،وَقَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِلَى خَشَبَة فِي الْمَسْجِدِ فَاتَّكَاَّ عَلَيْهَا كَأَنَّسهُ غَضْبَانٌ، فَقَاْمَ رَجُلٌ فَقَالَ: يَارَسُوْلَ اللَّهِ، أَنَسِيْتَ أَم قُصِِرَتِ الصَّلاَةُ؟ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (لَمْ أَنْسَ وَلَمْ تُقْصَرُ) فَقَالَ الرَّجُلُ: بَلَى قَدْ نَسِيْتَ، فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِلصَّحَا بَةِ: (أَحَقُّ مَايَقُوْلُ؟) قَالُوْا: نَعَمْ، فَتَقَدَّمَ النَّبِيْيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَصَلَّى مَابَقِيَ مِنْ صَلاَ تِهِ ثُمَّ سَلَّمَ، ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَ تَيْنِ ثُمَّ سَلَّمَ. (متفق عليه)
“Sesungguhnya Nabi ﷺ pernah salat Zuhur atau Ashar bersama para sahabatnya. Tetapi baru dua rakaat, beliau telah salam. Maka orang-orangpun bergegas keluar dari pintu-pintu masjid seraya mengatakan: “Salat telah diqashar (diringkas)”. Sementara Nabi ﷺ bangkit dan berjalan mendekati sebatang kayu yang berada di dalam masjid, lalu beliau menyandarkan diri kepadanya seakan-akan beliau sedang marah. (Melihat hal itu), maka ada seorang laki-laki lalu berdiri seraya mengatakan: Wahai Rasulullah, apakah engkau lupa atau memang sengaja mengqashar salat? Beliau menjawab: “Aku tidak lupa dan tidak pula berniat mengqasharnya”. Laki-laki tadi menegaskan: “Benar, sungguh Anda telah lupa”. Kemudian beliau menanyakan hal itu kepada para sahabatnya yang lain: “Benarkah apa yang dikatakannya?” Mereka menjawab:benar. Maka Nabi ﷺ kemudian maju ke depan, lalu beliau menyempurnakan rakaat salat yang belum dikerjakannya kemudian salam. Selanjutnya beliau sujud dua kali kemudian salam lagi.” [Mutafaqun Alaihi] [4]
Apabila seorang imam telah salam sebelum sempurna salatnya, sedangkan di antara para makmum ada orang-orang yang masbuk (belum mengerjakan beberara raka’at salatnya), maka mereka harus bangkit untuk menyempurnakan salatnya yang tertinggal tadi. Namun bila kemudian imam tersebut ingat kembali bahwa salatnya kurang lengkap, lalu dia bangkit untuk menyempurnakan salatnya, dalam kondisi seperti ini, maka bagi para makmum yang telah menyempurnakan salatnya yang tertinggal tadi diberikan dua pilihan. Dia boleh berasumsi bahwa mereka telah menyempurnakan salatnya, lalu hanya mengerjakan Sujud Sahwi atau mereka kembali bersama imam dan mengikutinya lagi. (Jika pilihan kedua ini yang mereka pilih), maka bila imam telah salam lagi, mereka harus kembali lagi menyempurnakan salatnya yang tertinggal tadi, kemudian setelah salam baru mengerjakan Sujud Sahwi. Hal ini lebih utama dan lebih berhati-hati.
2. Pengurangan
Pengurangan dalam mengerjakan salat ada beberapa macam, di antaranya adalah sebagai berikut:
A. Kekurangan Rukun-Rukun dalam Salat
Apabila seorang yang salat mengurangi (tidak mengerjakan) salah satu rukun salat, jika yang kurang tadi adalah Takbiratul Ihram, maka tidak ada salat baginya, baik ketika dia meninggalkannya karena sengaja maupun karena lupa, sebab salatnya belum dianggap dimulai.
Jika yang kurang tadi bukan Takbiratul Ihram, dia sengaja meninggalkannya, maka salatnya batal.
Tetapi jika dia meninggalkannya karena lupa, bila dia telah sampai pada rakaat kedua maka dia harus membiarkan rukun salat yang tertinggal tadi dan mengerjakan rakaat berikutnya sebagaimana posisinya. Tetapi jika dia belum sampai pada rakaat kedua, maka dia wajib mengulangi kembali rukun salat yang tertinggal tadi, kemudian menyempurnakannya dan rukun-rukun setelahnya. Dalam kedua kondisi ini, maka dia wajib mengerjakan Sujud Sahwi setelah salam.
Sebagai contoh:
Misalnya seorang lupa tidak mengerjakan sujud kedua pada rakaat pertama, kemudian dia baru mengingatnya pada saat dia sedang duduk di antara dua sujud pada rakaat kedua, maka dia harus membiarkan rakaat pertama yang telah dikerjakannya tadi lalu melanjutkan rakaat kedua sebagaimana mestinya. Sedangkan rakaat yang telah dia kerjakan tadi, telah dianggap sebagai rakaat pertama dan dia tinggal menyempurnakan salatnya. Setelah itu salam, dilanjutkan Sujud Sahwi dan salam lagi.
Kasus lain:
Misalnya seseorang lupa tidak mengerjakan sujud kedua dan duduk sebelum sujud pada rakaat pertama, kemudian dia baru mengingatnya kembali setelah berdiri dari rukuk (Itidal) pada rakaat kedua, maka dia harus kembali duduk dan sujud, kemudian baru menyempurnakan salatnya dan salam. Kemudian Sujud Sahwi dan salam lagi.
B. Adanya Kekurangan dalam Hal-Hal yang Diwajibkan dalam Salat
Apabila seorang yang salat dengan sengaja tidak mengerjakan salah satu dari hal-hal yang diwajibkan dalam salat, maka salatnya batal.
Jika dia mengerjakannya karena kelupaan, kemudian dia baru mengingatnya kembali sebelum mengerjakan kewajiban kewajiban salat yang lainnya, maka dia harus menyempurnakan kewajiban yang kelupaan tadi dan dia tidak terkena beban apapun.
Jika dia baru mengingatnya kembali setelah tidak pada posisinya tetapi belum sampai pada rukun salat berikutnya, maka dia harus kembali dan mengerjakan kewajiban salat yang terlupakan tadi, kemudian baru menyempurnakan salatnya dan salam. Setelah itu hendaknya dia bersujud Sahwi dan salam lagi.
Tetapi jika dia baru mengingatnya setelah sampai pada rukun salat berikutnya, maka gugurlah dan dia tidak boleh kembali untuk mengerjakan rakaat yang terlupakan tadi, kemudian dia diharuskan melanjutkan salatnya dan mengerjakan Sujud Sahwi sebelum salam.
Sebagai contoh:
Misalnya seseorang langsung bangkit dari sujud kedua pada rakaat kedua untuk mengerjakan rakaat ketiga karena lupa (tidak ingat) Tasyahud Awal, tetapi kemudian dia mengingatnya sebelum berdiri, maka dia harus tetap duduk dan mengerjakan Tasyahud Awal, kemudian menyempurnakan salatnya dan dia tidak terkena beban apapun.
Jika dia baru mengingatnya kembali setelah bangkit, tetapi belum sampai berdiri dengan sempurna, maka dia harus kembali, lalu duduk dan mengerjakan Tasyahud, kemudian menyempurnakan salatnya dan salam. Kemudian Sujud Sahwi dan salam lagi.
Tetapi jika dia baru mengingatnya kembali setelah berdiri dengan sempurna, maka gugurlah kewajiban baginya untuk mengerjakan Tasyahud yang terlupakan tadi dan dia tidak boleh kembali untuk mengerjakan Tasyahud tersebut. Selanjutnya dia hanya tinggal menyempurnakan salatnya dan mengerjakan Sujud Sahwi sebelum salam.
Dalilnya adalah sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan lain-lainnya [5] dari Abdullah bin Buhainah radhiyallahu a’nhu:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَّى بِهِمُ الظُّهْرَ فَقَامَ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأُو لَيَيْنِ وَلَم يَجْلِسْ (للِتَّشَهُدِ اْللأَوَّل) فَقَامَ النَّاسَ مَعَهُ حَتَّى إِذَا قَضَى الصَلاَةَ وَانْتَظَرَ النَّاسُ تَسْلِيمَهُ كَبَّرَ وَهُوَ جَالِسُ فَسَجَدَ سَجْدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ ثُمَّ سَلَّمَ
“Sesungguhnya Nabi ﷺ pernah salat Zuhur bersama para sahabat, kemudian beliau langsung berdiri pada rakaat kedua yang pertama dan beliau tidak duduk (yakni Tasyahud Awal), maka orang-orang pun juga ikut berdiri bersama beliau hingga salat usai. Kemudian semua orang menunggu-nunggu beliau salam, tetapi beliau bertakbir lagi padahal beliau sedang duduk, kemudian beliau bersujud dua kali sebelum salam, kemudian setelah itu baru beliau salam”
3. Ragu-Ragu
Asy-Syak adalah keraguan antara dua perkara, mana di antara keduanya yang benar.
Ragu-ragu yang tidak perlu dihiraukan dalam semua ibadah adalah dalam tiga kondisi:
1. Apabila keraguan itu hanya berupa angan-angan belaka yang tidak nyata, seperti perasaan was-was.
2. Apabila seseorang sering sekali dihinggapi perasaan ragu-ragu, sehingga setiap kali dia ingin melaksanakan suatu ibadah pasti akan ragu-ragu.
3. Apabila keragu-raguan itu muncul setelah melaksanakan suatu ibadah. Maka dia tidak perlu menghiraukan perasaan ragu-ragu tersebut selama perkaranya belum jelas dan dia harus mengerjakan sesuai dengan apa yang diyakininya.
Sebagai contoh:
Misalnya seseorang telah mengerjakan salat Zuhur. Tetapi setelah selesai mengerjakan salat dia merasa ragu-ragu, apakah dia salat tiga rakaat atau empat rakaat. Maka dia tidak perlu menggubris perasaan ragu-ragu ini kecuali bila dia telah merasa yakin bahwa dia memang salat tiga rakaat. Apabila dia tahu bahwa salatnya tiga rakaat, maka dia harus menyempurnakan salatnya jika rentang waktu (dengan salatnya tadi) masih berdekatan, lalu salam, kemudian Sujud Sahwi dan salam lagi. Tetapi jika dia baru mengingatnya kembali setelah terpaut waktu yang lama, maka dia harus mengulangi kembali salatnya.
Sedangkan merasa ragu selain dalam tiga kondisi tersebut, maka perlu dipertimbangkan (diperhatikan).
Ragu-ragu dalam salat tidak akan terlepas dari dua kondisi di bawah ini:
1. Dia bisa menentukan salah satu yang lebih rajih (kuat/benar) di antara dua perkara, maka dia harus mengerjakan apa yang menurutnya lebih rajih tersebut, kemudian menyempurnakan salatnya dan salam, kemudian Sujud Sahwi dan salam lagi.
Sebagai contoh:
Misalnya seseorang sedang mengerjakan salat Zuhur, kemudian dia merasa ragu-ragu dalam salah satu rakaatnya, apakah ia berada di rakaat kedua atau ketiga. Jika perkiraannya lebih condong bahwa itu rakaat ketiga, maka dia harus menganggapnya sebagai rakaat ketiga dan setelah itu dia tinggal menambah satu rakaat lagi dan salam, kemudian Sujud Sahwi dan salam lagi.
Dalilnya adalah sebuah hadis yang disebutkan dalam Ash-Shahahain dan yang lain, dari hadis Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ bersabda:
إِذَا ثَكَّ أَحَدُكُمْ قِي صَلاَتِهِ فَلْيَتَحَرَّ الصَّوَابَ فَلْيُتِمَّ عَلَيْهِ، ثُمَّ لِيُسَلِّمْ، ثُمَّ يَسْجُدُ سَجْدَتَيْنِ (هذا لَفظ البخاري)
“Apabila salah seorang di antara kalian merasa ragu dalam salatnya, maka hendaklah dia menentukan sendiri yang menurutnya benar, lalu menyempurnakan dengan pilihannya tadi dan salam, kemudian sujud dua kali” [Ini adalah lafal Al-Bukhari] [6]
2. Dia tidak bisa menentukan salah satu yang lebih rajih di antara dua perkara tersebut, maka minimal dia mengerjakan sesuai dengan apa yang diyakininya. Kemudian menyempurnakan salatnya sesuai dengan yang diyakininya tadi, lalu sebelum salam Sujud Sahwi, kemudian baru salam.
Sebagai contoh:
Misalnya seseorang sedang mengerjakan salat Ashar, kemudian dia merasa ragu dalam salah satu rakaat, apakah itu rakaat kedua atau ketiga dan dia tidak memiliki perkiraan yang paling mungkin, rakaat kedua atau ketiga. Maka dia harus menganggapnya sebagai rakaat kedua, kemudian mengerjakan Tasyahud Awal, dan setelah itu dia tinggal mengerjakan dua rakaat lagi, kemudian Sujud Sahwi dan salam.
Dalilnya adalah sebuah hadis yangb diriwayatkan oleh Muslim [7] dari Abu Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi ﷺ pernah bersabda:
إِذَا ثَكَّ أَحَدُكُمْ فِي صَلاَتِهِ فَلَمِ يَدْرِ كَمْ صَلَّى ثَلاَثًا أَمْ أََرْبَعًا؟فَلْيَطْرَحِ الشَّكَ وَلْيَبْنِ عَلَى مَااسْتَيْقَنَ ثُمَّ يَسْجُدُ سَجدَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يُسَلِّمَ، فَإِنْ كَانَ صَلَّى خَمْسًاشَفَعْنَ لَهُ صَلاَتُهُ، وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًالأَِرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيْمًا لِلشَّيْطَانِ
“Apabila salah seorang di antara kalian merasa ragu dalam salatnya dan dia tidak tahu berapa rakaat dia salat, tiga atau empat rakaat, maka hendaknya dia membuang keraguan tersebut dan hendaknya dia mengerjakan sesuai dengan apa yang diyakininya, kemudian sujud dua kali sebelum salam. Jika dia ternyata salat lima rakaat, maka salatnya tersebut akan menjadi syafaat baginya, sedangkan jika ternyata dia salat tepat empat rakaat, maka kedua sujudnya bisa membuat marah setan”.
Sebagai contoh:
Apabila seseorang datang, sedangkan imam baru mengerjakan rukuk, maka dia harus segera mengerjakan Takbiratul Ihram dan bediri dengan sempurna, kemudian baru rukuk. Pad saat seperti itu, maka dia tidak akan terlepas dari tiga kondisi:
1. Dia benar-benar merasa yakin bahwa dia telah mendapatkan rukuk bersama imam sebelum imam tersebut bangkit dari rukuknya, sehingga dia dikategorikan telah mendapat satu rakaat dan gugur kewajiban membaca Surat Al-Fatihah.
2. Dia benar-benar merasa yakin bahwa imam tersebut telah bangkit dari rukuknya sebelum dia mendapatkannya, sehingga dia dikategorikan tidak mendapatkan rakaat tersebut
3. Dia merasa ragu-ragu, apakah dia telah mendapatkan rukuk bersama imam sehingga dia dikategorikan telah mendapatkan satu rakaat atau imam tersebut telah bangkit dari rukuknya sebelum dia menjumpainya, sehingga dia dikategorikan tidak mendapatkan satu rakaat. Jika dia bisa menentukan mana yang lebih rajih antara dua perkara tersebut, maka dia harus mengerjakan sesuai dengan apa yang menurutnya lebih rajah tadi, lalu menyempurnakan salatnya dan salam, kemudian Sujud Sahwi dan salam lagi. Kecuali jika dia tidak meninggalkan salah satu dari hal-hal yang diwajibkan dalam salat, maka dia tidak perlu mengerjakan Sujud Sahwi.
Jika dia tidak bisa menentukan mana yang lebih rajih antara kedua perkara tersebut, maka dia harus mengerjakan sesuai dengan apa yang diyakininya (yakni dia tidak mendapatkan rakaat tersebut), lalu dia harus menyempurnakan salatnya dan Sujud Sahwi sebelum salam, kemudian baru salam.
Faidah:
Apabila seseorang merasa ragu-ragu dalam salatnya, maka dia harus mengerjakan sesuai dengan apa yang diyakininya atau yang menurutnya lebih rajih sebagaimana yang telah dijelaskan secara mendetail di atas. Namun bila akhirnya dia yakin bahwa apa yang dikerjakannya itu ternyata sesuai dengan kenyataan, tidak menambah ataupun mengurangi, maka menurut pendapat madzhab yang popular dia telah gugur kewajiban (tidak perlu lagi) mengerjakan Sujud Sahwi karena faktor yang mengharuskan dia harus mengerjakan Sujud Sahwi yaitu keragu-raguan sudah tidak ada lagi.
Tetapi ada pula yang berpendapat bahwa dia belum gugur mengerjakan Sujud Sahwi untuk membuat setan marah, sebagaimana sabda Nabi ﷺ:
وَإِنْ كَانَ صَلَّى إِتْمَامًالأَِرْبَعٍ كَانَتَا تَرْغِيْمًا لِلشَّيْطَانِ
“.. Sedangkan jika ternyata salatnya tepat empat rakaat, maka kedua sujud tersebut membuat marah setan.” [8]
Di samping itu, karena ada sebagian dari salatnya yang dikerjakan dengan perasaan ragu-ragu. Inilah pendapat yang lebih rajih (kuat).
Sebagai contoh:
Misalnya seseorang sedang mengerjakan salat, kemudian timbullah keraguan dalam salah satu rakaatnya, apakah ia dalam rakaat kedua atau ketiga? Karena dia tidak bisa menentukan mana yang lebih rajih antara kedua perkara tersebut, maka dia menganggapnya sebagai rakaat yang kedua, lalu dia menyempurnakan salatnya. Namun akhirnya jelaslah baginya bahwa itu memang benar-benar rakaat kedua, maka menurut pendapat madzhab yang popular, dia tidak wajib Sujud Sahwi, sedangkan menurut pendapat kedua yang menurut kami lebih rajih hendaknya dia mengerjakan Sujud Sahwi sebelum salam.
[Disalin dari buku Tata Cara Sujud Sahwi, Penulis Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin, Penerjemah Mutsanna Abdul Qohhar, Penerbit Pustaka At-Tibyan. Jl. Kyai Mojo 58, Solo, 57117]
________
Catatan Kaki
[1]. HR Mutafaqun Alaih. Al-Bukhari meriwayatkannya dalam (kitab) As-Shalah, bab: maa ja’a fie al-qiblah, (404) yang redaksionalnya sangat pendek, dan pada hadis (401) redaksionalnya sangat panjang, dalam (kitab) As-Sahwi (1227) dan juga dalam pembahasan-pembahasan lainnya. Sedangkan imam Muslim meriwayatkannya dalam kitab Al-Masajid, bab: As-Sahwi fie Ash-Shalah (91) dan (572).
[2]. Para perawi al-Jama’ah lainnya: Abu Dawud meriwayatkannya dalam (kitab) Ash-Shalah, bab: Idza shalla khamsan, (2019) dan (1020), At-Tirmidzi meriwayatkannya dalam bab: maa ja’a fie sajdatai as-sahwi ba’da as-salam wa al-kalam (392). An-Nasaa-i meriwayatkannya dalam ; As-Sahwi, bab: At-Taharry (III/33), (1242) dan 1243), dan Ibnu Majah dalam Iqamah ash-Shalah, bab: ma ja’a fiiman syakka fie salatihi (1211).
[3]. Hal ini juga dikategorikan menambah dalam salat karena ia telah menambah salam pada saat dia masih mengerjakan salat.
[4]. Al-Bukhari meriwayatkannya dalam: Ash-Shalah, bab: Tasybik al-Ashabi’ fie al-Masjid wa Ghairihi, (482) redaksionalnya sangat pendek, (714) dan (715) dalam: As-Sahwi (1226) dan dalam pembahasan-pembahasan lainnya. Sedangkan imam Muslim meriwayatkannya dalam Al-Masajid, bab: As-Sahwu fie ash-Salat (97) dan (573).
[5]. HR Al-Bukhari: Al-Adzan bab: man lam yara at-Tasyahud wajiban..(829), dalam: As-Sahwi (1223,1225) dan dalam pembahasan-pembahasan lainnya. Sedangkan imam Muslim meriwayatkannya dalam Al-Masajid, bab: As-Sahwu fii ash-Shalah (85) dan (570)
[6]. HR Al-Bukhari dalam: Ash-Shalah, bab: At-Tawajjuh Nahwa Al-Qiblah (401) dan Muslim dalam Al-Masajid, bab: As-Sahwu fie ash-Shalah (89) dan (572)
[7]. HR Muslim dalam:Al-Masajid, bab As-Sahwu fie ash-Shalah, (88) dan (571).
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: nasihatsahabatcom@gmail.com
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
#sujudsahwi #tatacarasujudsahwi #bagaimanacarasujudsahwi #lupajumlahrakaatsalat #lupadalamsalat
Admin Nasihat Sahabat

Artikel Terbaru

DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…

3 months lalu

BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…

3 months lalu

BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…

3 months lalu

LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…

3 months lalu

KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…

3 months lalu

SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…

4 months lalu