- Takbiratul Ihram merupakan Rukun Sholat. HARUS DILAKUKAN, baik menjadi imam, makmum, maupun sholat sendirian. Jika telah berdiri melaksanakan sholat, lakukanlah Takbiratul Ihram dengan mengucapkan, “Allahu akbar (artinya: Allah Maha Besar).”
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مِفْتَاحُ الصَّلاَةِ الطُّهُورُ وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ
“Pembuka sholat adalah bersuci. Yang mengharamkan dari perkara di luar sholat adalah ucapan takbir dan yang menghalalkan kembali adalah ucapan salam.” (HR. Tirmidzi no. 238 dan Ibnu Majah no. 276. Abu ‘Isa mengatakan bahwa hadis ini hasan. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih).
- Yang dimaksud Takbiratul Ihram adalah ucapan: Allaahu akbar…, bukan mengangkat tangan ketika takbir.
- Mengangkat tangan hanyalah gerakan yang disunnahkan untuk dilakukan ketika mengucapkan Takbiratul Ihram.
- Keadaan tangan ketika takbir:
- Telapak tangan dibentangkan secara sempurna dan tidak menggenggam.
- Jari-jari telapak tangan tidak terlalu lebar dan tidak terlalu rapat.
- Telapak tangan dihadapkan ke Kiblat dan diangkat setinggi pundak atau telinga. Mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan pundak atau ujung telinga (cuping telinga) seperti ini dilakukan pada empat keadaan yaitu saat: a) Takbiratul ihram; b)- Ruku’; c)- Bangkit dari ruku’ d)- Berdiri dari Tasyahud Awwal.
Di antara dalil yang menunjukkan mengangkat tangan ketika Takbiratul Ihram, turun ruku’ dan bangkit dari ruku’ adalah hadis dari ‘Abdullah bin ‘Umar, ia berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ ، وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا كَذَلِكَ أَيْضًا وَقَالَ « سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ » . وَكَانَ لاَ يَفْعَلُ ذَلِكَ فِى السُّجُو
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat kedua tangannya sejajar pundaknya ketika memulai (membuka sholat), ketika bertakbir untuk ruku’, ketika mengangkat kepalanya bangkit dari ruku’ juga mengangkat tangan, dan saat itu beliau mengucapkan ‘Sami’allahu liman hamidah, robbanaa wa lakal hamdu’. Beliau tidak mengangkat tangannya ketika turun sujud.” (HR. Bukhari no. 735 dan Muslim no. 390).
Juga diterangkan dalam hadis Abu Humaid As Sa’idi mengenai mengangkat tangan saat bangkit dari tasyahud awwal, ia berkata:
ثُمَّ نَهَضَ ثُمَّ صَنَعَ فِى الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ ذَلِكَ حَتَّى إِذَا قَامَ مِنَ السَّجْدَتَيْنِ كَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِىَ بِهِمَا مَنْكِبَيْهِ كَمَا صَنَعَ حِينَ افْتَتَحَ الصَّلاَةَ
“Kemudian Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bangkit, kemudian ia melakukan rakaat kedua seperti rakaat pertama. Sampai beliau selesai melakukan dua rakaat, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangannya hingga sejajar dengan pundaknya sebagaimana yang beliau lakukan saat Takbiratul Ihram (ketika memulai sholat).” (HR. Tirmidzi no. 304 dan Abu Daud no. 963. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadis ini shahih).
Hadis di atas juga sekaligus menunjukkan bahwa mengangkat tangan itu sejajar dengan pundak. Sedangkan dalil yang menunjukkan boleh mengangkat tangan hingga ujung telinga yaitu hadis:
عَنْ مَالِكِ بْنِ الْحُوَيْرِثِ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا كَبَّرَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِىَ بِهِمَا أُذُنَيْهِ وَإِذَا رَكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِىَ بِهِمَا أُذُنَيْهِ وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ فَقَالَ « سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ». فَعَلَ مِثْلَ ذَلِكَ.
Dari Malik bin Al Huwairits, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika bertakbir, beliau mengangkat kedua tangannya sejajar kedua telinganya. Jika ruku’, beliau mengangkat kedua tangannya juga sejajar kedua telinganya. Jika bangkit dari ruku’, beliau mengucapkan ‘sami’allahu liman hamidah’, beliau melakukan semisal itu pula.” (HR. Muslim no. 391).
- Cara mengangkat tangan ketika takbir ada tiga:
- Mengangkat tangan lalu bersedekap sebelum takbir (HR. Bukhari dan Nasa’i)
- Mengangkat tangan lalu sedekap bersamaan dengan takbir (HR. Bukhari)
- Mengangkat tangan lalu bersedekap sesudah takbir (HR. Bukhari dan Abu Daud)
- Takbiratul Ihram harus dilakukan dalam keadaan posisi tubuh tegak sempurna dan tidak boleh sambil condong mau rukuk. Karena syarat sah-nya Takbiratul Ihram adalah dilakukan sambil berdiri bagi yang mampu.
- Takbiratul Ihram hanya dilakukan sekali dan tidak perlu diulang-ulang.
- Takbiratul Ihram tidak disyaratkan harus dibarengkan dengan niat sholat. Menggabungkan dua hal ini adalah mustahil. Karena anggapan inilah, banyak orang yang ditimpa penyakit was-was ketika takbir, sehingga takbirnya dilakukan berulang-ulang.
- Orang yang sholat sendirian atau makmum, takbirnya dibaca pelan. Hanya terdengar oleh dirinya sendiri.
- Jika ada kebutuhan, misalnya suara imam terlalu pelan, sehingga dikhawatirkan tidak terdengar makmum yang di belakang, maka dibolehkan bagi sebagian makmum untuk mengulang suara imam dengan keras. Namun jika tidak ada kebutuhan, maka tidak boleh. Misalnya suara imam sudah ada pengeras suara (mikrofon). Hal ini berlaku untuk semua sholat.
- Cara membaca takbir: Allaahu akbar. Yang dipanjangkan hanya lafal: Allaa..h. sedangkan Akbar dibaca pendek.
Kesalahan ketika Takbiratul Ihram
- Telapak tangan tidak dibuka sempurna, tetapi agak menggenggam.
- Telapak tangan tidak dihadapkan ke Kiblat.
- Mengangkat tangan tidak setinggi bahu atau telinga.
- Was-was ketika takbir, sehingga dilakukan secara berulang-ulang.
- Takbir sambil tergesa-gesa untuk melakukan rukuk. Hal ini biasa dilakukan untuk makmum masbuq yang menjumpai imam sedang rukuk. Agar mendapatkan satu rakaat bersama imam. Namun kesalahan ini menyebabkan batalnya takbir yang dia lakukan. Karena syarat sahnya takbir adalah dilakukan sambil berdiri. Dan jika Takbiratul Ihram batal, maka sholatnya juga batal. Mula Ali Qari mengatakan, “Adapun orang yang bertakbir sambil menunduk sebagimana yang dilakukan orang-orang awam karena terburu-buru, maka sholatnya tidak sah. Karena berdiri adalah syarat sahnya Takbiratul Ihram bagi yang mampu.”
- Kesalahan dalam membaca takbir:
Aaallaa..hu (AaaL..dibaca panjang). Lafal ini artinya: Apakah Allah Maha-Besar?
Aaa..k-bar (Aaa..k..dibaca panjang). Lafal ini artinya: Apakah Allah Maha-Besar?
Akbaa…r (baa..r..dibaca panjang). Akbaa..r artinya beduk. Sehingga kalimat Allaahu Akbaa..r artinya Allah adalah beduk. Maha Suci Allah…
Kesalahan-kesalahan dalam membaca lafal takbir menyebabkan kesalahan arti. Semua arti yang salah di atas merupakan kalimat kekufuran. Orang mengatakan: “Apakah Allah Maha Besar??” Berarti telah meragukan sifat Maha Besar Allah.
- Makmum bertakbir dengan suara keras sehingga mengganggu orang lain ketika sholat jamaah. Yang boleh bertakbir dengan keras hanyalah imam.
- Ada sebagian makmum yang mengulang suaranya imam padahal suara imam sudah keras dan terdengar ke semua jamaah. Biasanya ini dilakukan ketika sholat ‘Ide, karena meniru yang ada di masjidil haram. Padahal ini adalah satu hal yang tidak perlu dilakukan. Karena riwayat yang menyebutkan Abu Bakr mengeraskan suara Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika sholat jamaah terjadi ketika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sakit, sehingga suara beliau pelan.
- Tidak menggerakkan lidah ketika membaca takbir, atau bertakbir namun di hati. Sebagian ulama menganggap orang yang bertakbir di batin (hati) dan tidak diucapkan bisa membatalkan sholat. Diantara yang berpendapat demikian adalah Imam Syafi’i. Karena sholat adalah ibadah zikir dan gerakan. Bertakbir merupakan bagian dari zikir ketika sholat. Bertakbir baru bisa dianggap sah jika diucapkan.
Sumber Rujukan:
https://carasholat.com/214-tata-cara-takbiratul-ihram-dalam-sholat-video.html
Tulisan Muhammad Abduh Tuasikal berjudul “Sifat Shalat Nabi (2): Posisi Tangan Ketika Sedekap” di https://rumaysho.com/6943-sifat-sholat-nabi-2.html
Leave A Comment