بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
#DakwahSunnah
SIAPAKAH MAHRAMMU?
Pertanyaan:
Siapakah yang merupakan mahram kita?
Jawaban:
Mahram adalah orang yang haram untuk dinikahi karena adanya hubungan nasab, susuan, atau perkawinan. [Lihat Ahkam An-Nazhar Ila Al-Muharramat hal. 32.]
Adapun ketentuan tentang siapa saja yang termasuk dan yang bukan termasuk mahram, telah dijelaskan dalam Alquran surah An-Nisa` ayat 23:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَٰتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَٰتُكُمْ وَعَمَّٰتُكُمْ وَخَٰلَٰتُكُمْ وَبَنَاتُ ٱلْأَخِ وَبَنَاتُ ٱلْأُخْتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِىٓ أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمْ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِى فِى حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَٰٓئِلُ أَبْنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنْ أَصْلَٰبِكُمْ وَأَن تَجْمَعُوا۟ بَيْنَ ٱلْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَّحِيمًا
“Diharamkan atas kalian untuk (mengawini) ibu-ibu kalian, anak-anak perempuan kalian, saudara-saudara perempuan kalian, saudara-saudara perempuan dari ayah kalian, saudara-saudara perempuan dari ibu kalian, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki (kalian), anak-anak perempuan dari saudara perempuan (kalian), ibu-ibu kalian yang menyusui kalian, saudara perempuan sepersusuan, ibu-ibu istri kalian (mertua), anak-anak istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri, tetapi jika kalian belum bercampur dengan istri kalian itu (dan sudah kalian ceraikan), tidaklah berdosa kalian kawini, (dan kalian diharamkan terhadap) istri-istri anak-anak kandung kalian (menantu), dan menghimpun dua perempuan yang bersaudara (dalam perkawinan), kecuali yang telah terjadi pada masa lampau. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam ayat ini disebutkan beberapa orang mahram, yaitu:
Pertama, أُمَّهَاتُكُمْ (Ibu-ibu kalian). Ibu dalam bahasa Arab artinya setiap yang nasab lahirmu kembali kepadanya. Definisi ini mencakup:
Kedua, وَبَنَاتُكُمْ (Anak-anak perempuan kalian). Anak perempuan dalam bahasa Arab artinya setiap perempuan yang nisbah kelahirannya kembali kepadamu. Definisi ini mencakup:
Ketiga, وَأَخَوَاتُكُمْ (Saudara-saudara perempuan kalian). Saudara perempuan ini meliputi:
Keempat, وَعَمَّاتُكُمْ (Saudara -saudara perempuan dari ayah kalian). Yang termasuk dalam kategori saudara perempuan ayah adalah:
Kelima, وَخَالاَتُكُمْ (Saudara -saudara perempuan dari ibu kalian). Yang termasuk dalam saudara perempuan ibu sama seperti yang termasuk dalam saudara perempuan ayah, yaitu:
Keenam, وَبَنَاتُ الْأَخِ (Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki). Anak perempuan dari saudara laki-laki mencakup:
Ketujuh, وَبَنَاتُ الْأُخْتِ (Anak -anak perempuan dari saudara perempuan). Ini sama dengan anak perempuan saudara laki-laki, yaitu meliputi:
Catatan penting
Tujuh poin yang tersebut di atas adalah mahram karena nasab, sehingga kita bisa mengetahui, bahwa ada empat orang yang bukan termasuk mahram, walaupun ada hubungan nasab. Mereka itu adalah:
MEREKA INI BUKANLAH MAHRAM DAN BOLEH DINIKAHI.
Kedelapan, وَأُمَّهَاتُكُمُ اللاَّتِيْ أَرْضَعْنَكُمْ (Ibu-ibu yang menyusui kalian). Yang termasuk ibu susuan adalah:
Catatan Penting
Kita melihat, bahwa dalam ayat ini ibu susuan dinyatakan sebagai mahram, sementara menurut ulama, pemilik susu adalah suaminya, karena sang suamilah yang menjadi sebab istrinya melahirkan sehingga memunyai air susu. Maka penyebutan ibu susuan sebagai mahram dalam ayat ini adalah merupakan peringatan, bahwa sang suami adalah sebagai ayah bagi anak yang menyusu kepada istrinya. Dengan demikian, anak-anak dari ayah dan ibu susuannya, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, dianggap sebagai saudaranya (sesusuan). Demikian pula halnya dengan saudara-saudara dari ayah dan ibu susuannya, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, dianggap sebagai paman dan bibinya. Oleh karena itulah, Nabi ﷺ menetapkan dalam hadis beliau yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhary dan Imam Muslim dari hadis Aisyah dan Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma sebagai berikut:
إِنَّهُ يُحْرَمُ مِنَ الرَّضَاعَةِ مَا يُحْرَمُ مِنَ النَّسَبِ
“Sesungguhnya, menjadi mahramlah dari susuan, segala apa yang menjadi mahram dari nasab.”
Kesembilan, وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ (Dan saudara-saudara perempuan kalian dari susuan). Yang termasuk dalam kategori saudara perempuan sesusuan adalah:
Kesepuluh, وَأُمَّهَاتُ نِسَآئِكُمْ (Dan ibu istri-istri kalian). Ibu istri mencakup, ibu dalam nasab dan seterusnya keatas, serta ibu susuan dan seterusnya keatas . Mereka ini menjadi mahram, jika terjadi akad nikah antara kalian dan anak perempuan mereka, walaupun belum bercampur.
Tidak ada perbedaan antara ibu dari nasab dan ibu susuan dalam kedudukan mereka sebagai mahram. Demikian pendapat Jumhur Ulama seperti Ibnu Mas’ud, Ibnu Umar, Jabir dan Imran bin Husain, juga pendapat kebanyakan para tabiin dan pendapat Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad dan Ashhab Ar-Ra’yi, yang mereka berdalilkan dengan ayat yang telah tersebut di atas. Oleh karena itu, kita tidak bisa menerima perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah yang menyatakan kebolehan seorang lelaki menikah dengan ibu susuan istrinya dan saudara sesusuan istrinya. Wallahu A’lam.
Kesebelas,
وَرَبَآئِبِكُمُ اللاَّتِيْ فِيْ حُجُوْرِكُمْ مِنْ نِسَآئِكُمُ اللاَّتِيْ دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُوْنُوْا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلاَ جُنَاحَ عَلَيْكُمْ (Anak-anak istri kalian yang berada dalam pemeliharaan kalian dari istri yang telah kalian campuri. Tetapi jika kalian belum bercampur dengan istri kalian itu (dan sudah kalian ceraikan), tidaklah berdosa kalian kawini). Ayat ini menunjukkan bahwa ar-raba`ib adalah mahram. Menurut bahasa Arab, ar-raba`ib ini mencakup:
Namun, dalam ayat ini, ar-raba`ib menjadi mahram dengan syarat apabila ibunya telah digauli. Adapun kalau ibunya diceraikan atau meninggal sebelum digauli oleh suami sang ibu tersebut, ar-raba’ib ini bukan mahram dari suami ibunya. Bahkan suami ibunya itu bisa menikah dengannya. Ini merupakan pendapat Jumhur Ulama seperti Imam Malik, Ats-Tsaury, Al-Auza’y, Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dan lain-lainnya. Hal ini berdasarkan zhahir ayat di atas:
مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِى دَخَلْتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمْ تَكُونُوا۟ دَخَلْتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ
“Dari istri yang telah kalian campuri. Tetapi jika kalian belum bercampur dengan istri kalian itu (dan sudah kalian ceraikan), tidaklah berdosa kalian kawini.”
Adapun yang tersebut dalam ayat pada kata dalam pemeliharaanmu (dari kata ar-raba`ib yang dalam pemeliharaanmu) bukanlah sebagai syarat agar ar-raba`ib dianggap sebagai mahram, karena semua ar-raba`ib, baik yang di dalam maupun yang di luar pemeliharaan, adalah mahram menurut pendapat Jumhur Ulama. Jadi kata dalam pemeliharaanmu hanya menunjukkan, bahwa kebanyakan ar-raba`ib itu berada dalam pemeliharaan, atau hanya menunjukkan kedekatan ar-raba`ib tersebut dengan ayahnya. Dengan demikian, tampaklah hikmah mengapa ar-raba`ib ini menjadi mahram. Wallahu A’lam.
Keduabelas, وَحَلاَئِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِيْنَ مِنْ أَصْلاَبِكُمْ (Istri-istri anak-anak kandungmu [menantu]).
Ini meliputi:
Mereka semua menjadi mahram setelah akad nikah, dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal ini. [Lihat pembahasan di atas dalam Al-Mughny 9/513-518, Al-Ifshah 8/106-110, Al-Inshaf 8/113-116, Majmu’ Al-Fatawa 32/62-67, Al-Jami’ Lil Ikhtiyarat Al-Fiqhiyyah 2/589-592, Zadul Ma’ad 5/119-124, Taudhihul Al-Ahkam 4/394-395, Tafsir Al-Qurthuby 5/105-119, dan Taisir Al-Karim Ar-Rahman]
Catatan
Demikianlah penjelasan tentang mahram dalam surah An-Nisa`. Namun perlu diingat, pembicaraan dalam ayat ini, walaupun ditujukan langsung kepada laki-laki dan menjelaskan rincian tentang siapa yang merupakan mahram bagi mereka, tidaklah menunjukkan, bahwa dalam ayat ini tidak dijelaskan tentang siapa mahram bagi perempuan, karena Mafhum Mukhalafah (pemahaman kebalikan) dari ayat ini menjelaskan hal tersebut.
Misalnya disebutkan dalam ayat: “Diharamkan atas kalian ibu-ibu kalian,” maka mafhum mukhalafah-nya adalah: “Wahai para ibu, diharamkan atas kalian menikah dengan anak-anak kalian.”
Permisalan lain, disebutkan dalam ayat: “Dan anak-anak perempuan kalian” maka mafhum mukhalafah-nya adalah, “Wahai anak-anak perempuan, diharamkan atas kalian menikah dengan ayah-ayah kalian,” dan demikian seterusnya.
Sebagai pelengkap pembahasan ini, kami sebutkan ayat dalam surah An-Nur ayat 31:
وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ ءَابَآئِهِنَّ أَوْ ءَابَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَآئِهِنَّ أَوْ أَبْنَآءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ إِخْوَٰنِهِنَّ أَوْ بَنِىٓ أَخَوَٰتِهِنَّ أَوْ نِسَآئِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّٰبِعِينَ غَيْرِ أُو۟لِى ٱلْإِرْبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفْلِ ٱلَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوْرَٰتِ ٱلنِّسَآءِ
“Janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka, kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki mereka yang tidak berkeinginan (kepada wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat.”
Demikianlah, mudah-mudahan jawaban ini bermanfaat. Wa akhiru da’wana `anilhamdu lillahi Rabbil ‘Alamin.
Penulis: Al-Ustadz Dzulqarnain Muhammad Sunusi hafizhahullah
Sumber: http://dzulqarnain.net/siapakah-mahrammu.html
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…