Siapa yang bisa meninggal di Madinah, silakan meninggal di Madinah. Karena aku akan memberikan syafaat bagi orang yang meninggal di Madinah. [HR. Turmudzi 3917, dishahihkan an-Nasai dalam Sunan al-Kubro (1/602) dan al-Albani]
Apa makna bisa meninggal di Madinah?
Kita simak keterangan at-Thibby:
أمر بالموت بها وليس ذلك من استطاعته ، بل هو إلى الله تعالى ، لكنه أمر بلزومها والإقامة بها بحيث لا يفارقها ، فيكون ذلك سببا لأن يموت فيها
“Mati di Madinah itu di luar kemampuan manusia, akan tetapi itu kembali kepada Allah. Sehingga makna hadis ini adalah perintah untuk tinggal menetap di Madinah, berusaha tidak meninggalkan kota ini, sehingga ini menjadi sebab untuk bisa mati di Madinah. ” [Tuhfatul Ahwadzi, 10/286]
Al-Munawai menukil keterangan as-Syamhudi:
وفيه بشرى للساكن بها بالموت على الإسلام لاختصاص الشفاعة بالمسلمين ، وكفي بها مزية ، فكل من مات بها فهو مبشر بذلك
Dalam hadis ini terdapat kabar gembira bagi orang yang tinggal di Madinah, mereka akan mati Muslim. Karena syafaat hanya akan diberikan kepada kaum Muslimin. Dan itu menjadi keistimewaan tersendiri. Karena setiap orang yang mati di Madinah, dia mendapat kabar gembira untuk itu. [Faidhul Qadir, 6/70]
Demikian pula yang dilakukan Umar bin Khatab radhiyallahu ‘anhu, beliau pernah berdoa:
Artinya:
Ya Allah, berikanlah aku anugerah mati syahid di jalan-Mu, dan jadikanlah kematianku di negeri Rasul-Mu Shallallahu ‘alaihi wa sallam. [HR. Bukhari 1890]
Kata an-Nawawi:
يستحب طلب الموت في بلد شريف
Dianjurkan untuk meminta mati di daerah yang mulia. [Al-Majmu’, 5/106]
Umar juga memohon, agar jenazahnya dimakamkan di samping makan Nabi ﷺ dan Abu Bakar as-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Seperti itu pula yang dilakukan sahabat Sa’ad bin Abi Waqqash dan Said bin Zaid. Diceritakan oleh Imam Malik, bahwa beliau meninggal di daerah Aqiq, lalu jenazahnya dipindah ke Madinah, dan dimakamkan di Madinah. [Al-Muwatha’, 2/325 dan dishahihkan Ibnu Abdil Bar dalam al-Istidzkar]