SHALAT TARAWIH NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM DAN SALAFUS SALEH
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ
SHALAT TARAWIH NABI SHALLALLAHU ALAIHI WA SALLAM DAN SALAFUS SALEH
>> Ada sebagian orang berpendapat, shalat Tarawih berjamaah baru dikerjakan pada zaman Khalifah Umar bin Khaththab. Benarkah demikian?
Oleh: Abu Hamzah Al Sanuwi Lc, M.Ag
Shalat Tarawih adalah bagian dari Shalat Nafilah (Tathawwu’). Mengerjakannya disunnahkan secara berjamaah ketika Ramadan, dan Sunnah Muakkadah. Disebut Tarawih karena setiap selesai dari empat rakaat, para jamaah duduk untuk istirahat.
Tarawih adalah bentuk jama’ dari Tarwihah. Menurut bahasa berarti Jalsah (Duduk). Kemudian duduk pada waktu Ramadan setelah selesai dari empat rakaat disebut Tarwihah. Karena dengan duduk itu orang-orang bisa istirahat dari lamanya melaksanakan Qiyam Ramadan.
Bahkan para Salaf bertumpu pada tongkat, karena terlalu lamanya berdiri. Dari situkemudian setiap empat rakaat disebut Tarwihah, dan kesemuanya disebut Tarawih secara majaz.
Aisyah Radhiyallahu anhuma ditanya: “Bagaimana shalat Rasul ﷺ ketika Ramadan?” Dia menjawab: “Beliau ﷺ tidak pemah menambah, di Ramadan atau di luarnya, lebih dari sebelas rakaat. Beliau ﷺ shalat empat rakaat, maka jangan ditanya tentang bagusnya dan lamanya. Kemudian beliau ﷺ shalat tiga rakaat.” [HR Bukhari]
Kata ثم (kemudian), adalah kata penghubung yang memberikan makna berurutan, dan adanya jeda waktu.
Rasulullah ﷺ shalat empat rakaat dengan dua kali salam kemudian beristirahat. Hal ini berdasarkan keterangan Aisyah Radhiyallahu anhuma, “Adalah Rasulullah ﷺ melakukan shalat pada waktu setelah selesainya shalat Isya’, hingga waktu Fajar, sebanyak sebelas rakaat, mengucapkan salam pada setiap dua rakaat, dan melakukan Witir dengan satu rakaat.” [HR Muslim].
Juga berdasarkan keterangan Ibn Umar Radhiyallahu anhuma, bahwa seseorang bertanya: “Wahai Rasulullah, bagaimana shalat malam itu?” Beliau ﷺ menjawab:
“Shalat malam dan siang dua rakaat-dua rakaat”. [HR Ibn Abi Syaibah. Ash Shalah, 309; At Tamhid, 5/251; Al Hawadits, 140-143; Fathul Bari, 4/250; Al Ijabat Al Bahiyyah,18; Al Muntaqa,4/49-51]
“Barang siapa melakukan Qiyam (Lail) ketika Ramadan karena iman dan mencari pahala, maka diampuni untuknya apa yang telah lalu dari dosanya.”
Maksud Qiyam Ramadan secara khusus menurut Imam Nawawi adalah shalat Tarawih. Hadis ini memberitahukan, bahwa shalat Tarawih itu bisa mendatangkan Maghfirah dan bisa menggugurkan semua dosa; tetapi dengan syarat karena bermotifkan iman; membenarkan pahala-pahala yang dijanjikan oleh Allah dan mencari pahala tersebut dari Allah. Bukan karena riya’ atau sekedar adat kebiasaan. [Fathul Bari 4/251; Tanbihul Ghafilin 357-458; Majalis Ramadan, 58; AtTamhid, 3/320; AI Ijabat Al Bahiyyah, 6]
Hadis ini dipahami oleh para Salafush Saleh, termasuk oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu sebagai anjuran yang kuat dari Rasulullah ﷺ untuk melakukan Qiyam Ramadan (shalat Tarawih, Tahajud, dan lain-lain). [At Tamhid, 3/311-317: Sunan Abi Daud, 166]
“Sesungguhnya Ramadan adalah bulan di mana Allah mewajibkan puasanya. Dan sesungguhnya aku menyunnahkan Qiyamnya untuk orang-orang Islam. Maka barang siapa berpuasa Ramadan dan Qiyam Ramadan karena iman dan mencari pahala, maka ia (pasti) keluar dari dosa-dosanya, sebagaimana pada hari ia dilahirkan oleh ibunya.[HR: Ahmad, Ibnu Majah. Al Bazzar, Abu Ya’la dan Abdur Razzaqmeriwayatkannya dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu]
Al Albani berkata: “Yang shahih hanya kalimat yang kedua saja, yang awal dha’if.”[Lihat Sunan lbn Majah, 146,147; AlIjabat Al Bahiyyah, 8-10]
“Barang siapa Qiyamul lail bersama imam sampai ia selesai, maka ditulis untuknya (pahala) Qiyam satu malam (penuh).” [HR Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, Ibn Majah, Nasa’i, dan lain-lain, Hadis Shahih. Lihat Al ljabat Al Bahiyyah, 7]
Hadis ini sekaligus juga memberikan anjuran agar melakukan shalat Tarawih secara berjamaah dan mengikuti imam hingga selesai.
Ada sebagian orang berpendapat, shalat Tarawih berjamaah baru dikerjakan pada zaman khalifah Umar binKhaththab. Benarkah demikian? Mari kita tengok sejarah melalui hadis-hadis serta riwayat-riwayat shahih apa yang terjadi pada zaman Nabi ﷺ dan bagaimana yang terjadi pada masa Khulafaur Rasyidin.
Shalat Tarawih Pada Zaman Nabi ﷺ
Nabi ﷺ telah melaksanakan dan memimpin shalat Tarawih. Bahkan beliau ﷺ menjelaskan fadhilahnya dan menyetujui jamaah Tarawih yang dipimpin oleh sahabat Ubay bin Ka’ab. Berikut ini adalah dalil-dalil yang menjelaskan, bahwa shalat Tarawih secara berjamaah disunnahkan oleh Nabi ﷺ dan dilakukan secara khusyu’ dengan bacaan yang panjang.
1. Hadis Nu’man bin Basyir, Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Kami melaksanakan Qiyamul Lail (Tarawih) bersama Rasulullah ﷺ pada malam 23 Ramadan, sampai sepertiga malam. Kemudian kami shalat lagi bersama beliau ﷺ pada malam 25 Ramadan (berakhir) sampai separuh malam. Kemudian beliau ﷺ memimpin lagi pada malam 27 Ramadan sampai kami menyangka tidak akan sempat mendapati sahur.” [HR. Nasa’i, Ahmad, Al Hakim. Shahih]
2. Hadis Abu Dzar Radhiyallahu anhu, ia berkata: “Kami puasa tetapi Nabi ﷺ tidak memimpin kami untuk melakukan shalat (Tarawih) hingga Ramadan tinggal tujuh hari lagi. Maka Rasulullah ﷺ mengimami kami shalat sampai lewat sepertiga malam. Kemudian beliau ﷺ tidak keluar lagi pada malam keenam. Dan pada malam kelima,beliau ﷺ memimpin shalat lagi sampai lewat separuh malam. Lalu kami berkata kepada Rasulullah ﷺ: ‘Seandainya engkau menambah lagi untuk kami sisa malam kita ini?’ Maka beliau ﷺ bersada:
‘Barang siapa shalat (Tarawih) bersama imam sampai selesai. maka ditulis untuknya shalat satu malam (suntuk).’
Kemudian beliau ٍﷺ tidak memimpin shalat lagi hingga Ramadan tinggal tiga hari. Maka beliau ﷺ memimpin kami shalat pada malam ketiga. Beliau ﷺ mengajak keluarga dan istrinya. Beliau ﷺ mengimami sampai kami khawatir tidak mendapat falah. Saya (perawi) bertanya, apa itu falah? Dia (Abu Dzar) berkata: “Sahur.”[HR Nasai, Tirmidzi, Ibn Majah, Abu Daud, Ahmad. Shahih]
3. Tsa’labah bin Abi Malik Al Qurazhi Radhiyallahu anhu berkata: “Pada suatu malam, di malam Ramadan, Rasulullah ﷺ keluar rumah, kemudian beliau ﷺ melihat sekumpulan orang di sebuah pojok masjid sedang melaksanakan shalat. Beliau ﷺ lalu bertanya, ‘Apa yang sedang mereka lakukan?’ Seseorang menjawab: ‘Ya Rasulullah, sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak membaca Alquran, sedang Ubay bin Ka’ab ahli membaca Alquran. Maka mereka shalat (makmum) dengan shalatnya Ubay.’ Beliau ﷺ lalu bersabda:
قَدْ أَحْسَنُوْا وَقَدْ أَصَابُوْا
‘Mereka telah berbuat baik dan telah berbuat benar.’ Beliau ﷺ tidak membencinya.”[HR Abu Daud dan Al Baihaqi, ia berkata: Mursal Hasan. Syaikh Al Albani berkata: “Telah diriwayatkan secara mursal dari jalan lain dari Abu Hurairah,dengan sanad yang tidak bermasalah (bisa diterima).”. [Shalat At Tarawih, 9]
Shalat Tarawih Pada Zaman Khulafaur Rasyidin
1. Para sahabat Rasulullah ﷺ shalat Tarawih di Masjid Nabawi pada malam-malam Ramadan secara awzaan (berpencar-pencar). Orang yang bisa membaca Alquran ada yang mengimami lima orang, ada yang enam orang, ada yang lebih sedikit dari itu, dan ada yang lebih banyak. Az Zuhri berkata: “Ketika Rasulullah ﷺ wafat, orang-orang shalat Tarawih dengan cara seperti itu. Kemudian pada masa Abu Bakar, caranya tetap seperti itu; begitu pula awal Khalifah Umar.”
2. Abdurrahman bin Abdul Qari’ berkata: “Saya keluar ke masjid bersama Umar Radhiyallahu anhu pada waktu Ramadan. Ketika itu orang-orang berpencaran. Ada yang shalat sendirian, dan ada yang shalat dengan jamaah yang kecil (kurang dari sepuluh orang). Umar berkata: ‘Demi Allah, saya melihat (berpandangan), seandainya mereka saya satukan di belakang satu imam, tentu lebih utama,’ Kemudian beliau bertekad dan mengumpulkan mereka di bawah pimpinan Ubay bin Ka’ab. Kemudian saya keluar lagi bersama beliau pada malam lain. Ketika itu orang-orang sedang shalat di belakang imam mereka. Maka Umar Radhiyallahu anhu berkata:’Ini adalah sebaik-baik hal baru.’ Dan shalat akhir malam nanti lebih utama dari shalat yang mereka kerjakan sekarang.” Peristiwa ini terjadi pada tahun 14H.
3. Umar Radhiyallahu anhu mengundang para qari pada waktu Ramadan, lalu memberi perintah kepada mereka agar yang paling cepat bacaanya membaca 30 ayat (kurang lebih tiga halaman), dan yang sedang agar membaca 25 ayat. Adapun yang pelan membaca 20 ayat (lebih dari dua2 halaman).
4. Al Araj (seorang tabi’in Madinah,wafat 117 H) berkata: ”Kami tidak mendapati orang-orang, melainkan mereka sudah melaknat orang kafir (dalam doa) pada waktu Ramadan.” la berkata: “Sang qari’ (imam) membaca ayat Al Baqarah dalam delapan rakaat. Jika ia telah memimpin 12 rakaat, (maka) barulah orang-orang merasa kalau imam meringankan.”
5. Abdullah bin Abi Bakr berkata: “Saya mendengar bapak saya berkata: ’Kami sedang pulang dari shalat (Tarawih) pada malam Ramadan. Kami menyuruh pelayan agar cepat-cepat menyiapkan makanan, karena takut tidak mendapat sahur’. ”
6. Saib bin Yazid rahimahullah (Wafat 91 H) berkata: “Umar Radhiyallahu anhu memerintah Ubay bin Ka’ab dan Tamim Ad Dari Radhiyallahu anhuma agar memimpin shalat Tarawih pada waktu Ramadan dengan sebelas rakaat. Maka sang qari’ membaca dengan ratusan ayat, hingga kita bersandar pada tongkat karena sangat lamanya berdiri. Maka kami tidak pulang dari Tarawih, melainkan sudah di ujung Fajar.” [Fathul Bari, 4/250-254; Shalat At Tarawih, 11; Al ljabat Al Bahiyyah,15-18; Al Majmu’, 4/34]