SERBA SERBI WASIAT DALAM ISLAM

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَانِ الرَّحِيْمِ 

#FikihWarisan

SERBA SERBI WASIAT DALAM ISLAM
>> Di Antara Contoh Kasus Wasiat yang Tidak Dibenarkan oleh Syariat

Setiap Muslim sudah seharusnya memahami apa itu wasiat. Salah memahami wasiat, bisa berdampak fatal. Salah berwasiat, bisa bernilai kezaliman. Sebagai Muslim yang baik, bagian ini wajib kita pahami, karena kita pasti akan mati.

Beberapa hari yang lewat, saya bincang-bincang dengan seseorang yang berasal dari keluarga poligami. Artinya, ayahnya memiliki dua istri, dan dia anak dari ibu kedua. Dari ibu pertama sang ayah mendapatkan sembilan anak, sedangkan dari ibu kedua dia mendapatkan lima anak. Sebelum sang ayah meninggal dunia, dia menuliskan wasiat berisi tata cara pembagian waris dari harta sang ayah. Anak-anak dari ibu kedua diberi warisan berupa dua lokasi, sedangkan anak-anak dari ibu pertama diberi warisan dari satu lokasi, yang nilainya jauh lebih besar dibandingkan nilai dua lokasi di atas.

Inilah contoh kasus wasiat yang TIDAK DIBENARKAN OLEH SYARIAT. Mengapa wasiat di atas tergolong wasiat yang terlarang? Jawabannya bisa disimak di bawah ini:

Pengertian Wasiat

Kata Wasiat termasuk kosa kata bahasa Arab yang sudah menjadi bahasa Indonesia. Dalam bahasa aslinya bahasa Arab, wasiat itu bermakna perintah yang ditekankan.

Wasiat dalam makna yang luas adalah nasihat yang diberikan kepada seorang yang dekat di hati semisal anak, saudara, maupun teman dekat, untuk melaksanakan suatu hal yang baik, atau menjauhi suatu hal yang buruk. Wasiat dengan pengertian memberikan pesan yang penting ketika hendak berpisah dengan penerima pesan ini, biasanya diberikan saat merasa kematian sudah dekat, hendak bepergian jauh, atau berpisah karena sebab lainnya.

Sedangkan wasiat yang kita bahas kali ini adalah khusus terkait pesan yang disampaikan oleh orang yang hendak meninggal dunia.

Wasiat jenis ini bisa bagi menjadi dua kategori:

Pertama: Wasiat kepada orang yang hendak untuk melakukan suatu hal, semisal membayarkan utang, memulangkan pinjaman dan titipan, merawat anak yang ditinggalkan, dst.

Kedua: Wasiatkan dalam bentuk harta, agar diberikan kepada pihak tertentu, dan pemberian ini dilakukan setelah pemberi wasiat meninggal dunia.

Hukum Wasiat

Hukum wasiat tergantung pada kondisi orang yang menyampaikan wasiat. Berikut rinciannya:

  1. Menyampaikan wasiat hukumnya wajib untuk orang yang punya utang atau menyimpan barang titipan atau menanggung hak orang lain, yang dikhawatirkan manakala seorang itu tidak berwasiat maka hak tersebut tidak ditunaikan kepada yang bersangkutan.
  2. Berwasiat hukumnya dianjurkan untuk orang yang memiliki harta berlimpah dan Ahli Warisnya berkecukupan. Dia dianjurkan untuk wasiat agar menyedekahkan sebagian hartanya, baik sepertiga dari total harta atau kurang dari itu, kepada kerabat yang tidak mendapatkan warisan atau untuk berbagai kegiatan sosial.
  3. Berwasiat dengan harta hukumnya makruh jika harta milik seorang itu sedikit dan Ahli Warisnya tergolong orang yang hartanya pas-pasan. oleh karena itu banyak sahabat radhiyallahu ‘anhum, yang meninggal dunia dalam keadaan tidak berwasiat dengan hartanya.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah itu bersedekah kepada kalian dengan sepertiga harta kalian ketika kalian hendak meninggal dunia, sebagai tambahan kebaikan bagi kalian.” [HR. Ibnu Majah, dan dihasankan Al-Albani].

Dari Ibnu Umar, Rasulullah ﷺ bersabda: “Wahai manusia, ada dua hal yang keduanya bukanlah hasil jerih payahmu. Pertama, kutetapkan sebagian hartamu untukmu ketika engkau hendak meninggal dunia untuk membersihkan dan menyucikanmu. Kedua, doa hamba-hambaku setelah engkau meninggal dunia.” [HR. Ibnu Majah, dhaif].

Demikian pula hadis yang yang mengisahkan Nabi mengizinkan Saad bin Abi Waqash untuk wasiat sedekah sebesar sepertiga total kekayaannya [HR Bukhari dan Muslim].

Syarat Sah Wasiat

Pertama: Terkait wasiat dalam bentuk meminta orang lain untuk mengurusi suatu hal semisal membayarkan utang, merawat anak yang ditinggalkan, maka disyaratkan bahwa orang yang diberi wasiat tersebut adalah seorang Muslim dan berakal. Karena jika tidak, dikhawatirkan amanah dalam wasiat tidak bisa terlaksana dengan baik.

Kedua: Orang yang berwasiat adalah orang yang berakal sehat dan memiliki harta yang akan diwasiatkan.

Ketiga: Isi wasiat yang disampaikan hukumnya mubah. Tidak sah wasiat dalam hal yang haram, semisal wasiat agar diratapi setelah meninggal dunia, atau berwasiat agar sebagian hartanya diberikan kepada gereja, atau untuk membiayai acara bid’ah, acara hura hura, atau acara maksiat lainnya.

Keempat: Orang yang diberi wasiat bersedia menerima wasiat. Jika dia menolak, maka wasiat batal, dan setelah penolakan, orang tersebut tidak berhak atas apa yang diwasiatkan.

Di antara Ketentuan Wasiat

Pertama: Orang yang berwasiat boleh meralat atau mengubah-ubah isi wasiat. Berdasarkan perkataan Umar: “Seseorang boleh mengubah isi wasiat sebagaimana yang dia inginkan.” [Diriwayatkan oleh Baihaqi].

Kedua: Tidak boleh wasiat harta melebihi sepertiga dari total kekayaan. Mengingat sabda Nabi ﷺ kepada Saad bin Abi Waqash yang melarangnya untuk berwasiat dengan dua pertiga atau setengah dari total kekayaannya. Ketika Saad bertanya kepada Nabi ﷺ, bagaimana kalau sepertiga, maka jawaban Nabi ﷺ: “Sepertiga, namun sepertiga itu sudah terhitung banyak. Jika kau tinggalkan Ahli Warismu dalam kondisi berkecukupan, itu lebih baik dari pada kau tinggalkan mereka dalam kondisi miskin, lantas mereka mengemis-ngemis kepada banyak orang.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Ketiga: Dianjurkan agar kurang dari sepertiga, sebagaimana keterangan Ibnu Abbas: “Andai manusia mau menurunkan kadar harta yang diwasiatkan dari sepertiga menjadi seperempat mengingat sabda Nabi ﷺ ‘Sepertiga, akan tetapi sepertiga itu banyak’.” [HR. Bukhari dan Muslim].

Keempat: Yang terbaik adalah mencukupkan diri dengan berwasiat seperlima dari total kekayaannya, mengingat perkataan Abu Bakar, “Aku rida dengan dengan apa yang Allah ridai untuk dirinya,” yaitu seperlima.” [Syarh Riyadhus Shalihin oleh Ibnu Utsaimin, 1/44].

Kelima: Larangan untuk berwasiat dengan lebih dari sepertiga itu hanya berlaku orang yang memiliki Ahli Waris. Sedangkan orang yang sama sekali tidak memiliki Ahli Waris, dia diperbolehkan untuk berwasiat dengan seluruh hartanya.

Keenam: Wasiat dengan lebih dari sepertiga boleh dilaksanakan, manakala SELURUH Ahli Waris MENYETUJUINYA, dan tidak memermasalahkannya.

Ketujuh: Tidak diperbolehkan [baca: Haram] dan tidak sah, wasiat harta yang diberikan kepada Ahli Waris yang mendapatkan warisan, meski dengan nominal yang kecil, kecuali jika seluruh Ahli Waris sepakat membolehkannya, setelah pemberi wasiat meninggal. Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah itu telah memberikan kepada semua yang memiliki hak apa yang menjadi haknya. Oleh karena itu tidak ada wasiat harta bagi orang yang mendapatkan warisan.” [HR Abu Daud, dinilai Shahih oleh al Albani].

Kedelapan: Jika wasiat harta untuk orang yang mendapatkan warisan itu ternyata hanya disetujui oleh sebagian Ahli Waris karena sebagian yang lain menyatakan ketidaksetujuannya, maka isi wasiat dalam kondisi ini hanya bisa dilaksanakan pada bagian yang menyetujui isi wasiat, namun tidak bisa diberlakukan pada bagian warisan yang tidak menyetujuinya.

Penutup

Pada kasus wasiat di bagian prolog tulisan, wasiat tersebut termasuk wasiat terlarang, karena wasiat tersebut menyebabkan aturan Islam dalam pembagian harta warisan tidak bisa dilaksanakan. Dalam aturan Islam, semua anak, baik dari ibu pertama maupun dari ibu yang kedua, memiliki hak yang sama atas harta peninggalan ayahnya. Sehingga seharusnya seluruh harta milik ayah diinventaris dengan baik, kemudian dibagikan kepada seluruh anak yang ada, baik dari ibu pertama maupun ibu kedua. Kemudian dibagi dengan aturan Islam, yaitu anak laki laki mendapatkan dua kali lipat bagian anak perempuan.

Allahu a’lam.

 

Ditulis oleh: Ustad Aris Munandar, M.P.I.

[Artikel www.KonsultasiSyariah.com]

Sumber: https://konsultasisyariah.com/17822-serba-serbi-wasiat-dalam-islam.html

Admin Nasihat Sahabat

Artikel Terbaru

DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…

3 months lalu

BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…

3 months lalu

BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…

3 months lalu

LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…

3 months lalu

KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…

3 months lalu

SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…

4 months lalu