Tidak diragukan lagi, bahwa berpegang teguh dengan Al-Kitab dan As-Sunnah adalah kunci keselamatan dari terjerumusnya kepada bid’ah dan kesesatan. Allah berfirman, artinya:
Dan bahwa (yang Kami perintahkan) ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai-beraikan kamu dari jalan-Nya”. [Al-An’am: 153]
Rasulullah ﷺ telah menjelaskan hal itu dalam suatu hadis yang diriwayatkan sahabat Ibnu Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu, berkata: Rasulullah ﷺ membuat satu garis untuk kita, lalu bersabda:
“Ini adalah jalan Allah.” Kemudian beliau ﷺ membuat garis-garis di sebelah kanannya dan disebelah kirinya, lalu bersabda:
“Dan ini adalah beberapa jalan, di atas setiap jalan tersebut ada setan yang senantiasa mengajak (manusia) kepada jalan tersebut”.
Definisi bid’ah secara istilah yang paling bagus adalah definisi yang dikemukakan oleh Al Imam Asy Syatibi dalam Al I’tishom. Beliau mengatakan, bahwa bid’ah adalah:
Suatu istilah untuk suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen), yang menyerupai syariat (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika menempuhnya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah ta’ala.
Definisi di atas adalah untuk definisi bid’ah yang khusus ibadah dan TIDAK termasuk di dalamnya adat (tradisi).
Adapun yang memasukkan adat (tradisi) dalam makna bid’ah, mereka mendefinisikan bahwa bid’ah adalah:
Suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat (tanpa ada dalil, pen) dan menyerupai syariat (ajaran Islam), yang dimaksudkan ketika melakukan (adat tersebut), adalah sebagaimana niat ketika menjalani syariat (yaitu untuk mendekatkan diri pada Allah). [Al I’tishom, 1/26, Asy Syamilah]
Definisi yang tidak kalah bagusnya adalah dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau rahimahullah mengatakan:
“Bid’ah adalah i’tiqod (keyakinan) dan ibadah yang menyelishi Al Kitab dan As Sunnah atau ijma’ (kesepakatan) salaf.” (Majmu’ Al Fatawa, 18/346, Asy Syamilah)
Ringkasnya, pengertian bid’ah secara istilah adalah SUATU HAL YANG BARU DALAM MASALAH AGAMA, setelah agama tersebut sempurna. [Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Al Fairuz Abadiy dalam Basho’iru Dzawit Tamyiz, 2/231, yang dinukil dari Ilmu Ushul Bida’, hal. 26, Dar Ar Royah]
Setelah kita mengetahui definisi bid’ah dan mengetahui, bahwa setiap bid’ah adalah TERCELA dan amalannya TERTOLAK, masih ada suatu kerancuan di tengah-tengah masyarakat, bahwa berbagai kemajuan teknologi saat ini seperti mobil, komputer, HP dan pesawat dianggap sebagai bid’ah yang tercela. Di antara mereka mengatakan:
“Kalau memang bid’ah itu terlarang, kita seharusnya memakai unta saja sebagaimana di zaman Nabi ﷺ”. Perkataan ini muncul karena TIDAK memahami bid’ah dengan benar.
Perlu sekali ditegaskan, bahwa yang dimaksudkan dengan bid’ah yang tercela sehingga membuat amalannya tertolak adalah bid’ah dalam AGAMA, dan BUKANLAH perkara baru dalam urusan dunia, yang tidak ada contoh sebelumnya, seperti komputer dan pesawat.
Asy Syatibi juga mengatakan: “Perkara non-ibadah (‘adat) yang murni tidak ada unsur ibadah, maka dia bukanlah bid’ah. Namun jika perkara non-ibadah tersebut dijadikan ibadah, atau diposisikan sebagai ibadah, maka dia bisa termasuk dalam bid’ah.” [Al I’tishom, 1/348]
Nabi ﷺ bersabda:
“Apabila itu adalah perkara dunia kalian, kalian tentu lebih mengetahuinya. Namun, apabila itu adalah perkara agama kalian, kembalikanlah padaku.” [HR. Ahmad. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengomentari bahwa sanad hadis ini Hasan)