• Fid-yah (tebusan) atas bayi (sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadis, bahwa BAYI itu TERGADAI dengan akikahnya. Maka dengan diakikahi, berarti si bayi sudah terlepas dari gadai),
• Optimis akan keselamatannya, dan untuk
• Menolak setan darinya, sebagaimana dijelaskan Ibnul-Qayyim dalam kitab Tuhfat al-Wadud fi Ahkam al-Maulud. [Al-Muntaqa min Fatawa Syaikh Shalih al-Fauzan (5/194)]
Adapun pelaksanaannya, yang utama diadakan pada hari ketujuh. Dan apabila diakhirkan dari hari tersebut juga diperbolehkan. Tidak ada batasan waktu penyembelihan akikah ini. Memang sebagian ulama menyatakan, apabila bayi tersebut telah besar, maka telah kehilangan waktunya, sehingga tidak memandang adanya pensyariatan akikah bagi orang dewasa. Namun Jumhur Ulama memandang tidak mengapa, walaupun sudah dewasa.
Ibadah akikah ini diperuntukkan bagi orang-orang yang mampu. Oleh karena itu, bagi orang tua yang penghasilan bulanannya tidak mencukupi kecuali untuk kebutuhan keluarga saja, atau dari keluarga tidak mampu, maka tidak masalah bila tidak melaksanakan akikah ini untuk anak-anaknya. Allah ﷻ berfirman:
لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya”. [QS. al-Baqarah/2:286].
“Apa yang aku larang untuk kalian maka jauhilah. Dan apa yang aku perintahkan kepada kalian maka kerjakanlah semampu kalian”. [HR Muslim].
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 05/Tahun XI/1428H/2007M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]