SELAIN BERDOA, APALAGI YANG HARUS KITA LAKUKAN (SEBAGAI RAKYAT)?
Bersabarlah terhadap pemimpin yang zalim. Ibnu Abil ‘Izz mengatakan:
“Hukum menaati pemimpin adalah wajib, walaupun mereka berbuat zalim (kepada kita). Jika kita keluar dari menaati mereka, maka akan timbul kerusakan yang lebih besar dari kezaliman yang mereka perbuat. Bahkan bersabar terhadap kezaliman mereka dapat melebur dosa-dosa dan akan melipat gandakan pahala. Allah taala tidak menjadikan mereka berbuat zalim selain disebabkan karena kerusakan yang ada pada diri kita juga. Ingatlah, yang namanya balasan sesuai dengan amal perbuatan yang dilakukan (al jaza’ min jinsil ‘amal). Oleh karena itu hendaklah kita bersungguh-sungguh dalam istigfar dan taubat serta berusaha mengoreksi amalan kita.
Perhatikanlah firman Allah taala berikut:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu, maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” [QS. Asy Syura (42) : 30]
أَوَلَمَّا أَصَابَتْكُمْ مُصِيبَةٌ قَدْ أَصَبْتُمْ مِثْلَيْهَا قُلْتُمْ أَنَّى هَذَا قُلْ هُوَ مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِكُمْ
“Dan mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada peperangan Badar), kamu berkata: “Dari mana datangnya (kekalahan) ini?” Katakanlah: “Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri”.” [QS. Ali Imran (3) : 165]
مَا أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللَّهِ وَمَا أَصَابَكَ مِنْ سَيِّئَةٍ فَمِنْ نَفْسِكَ
“Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah. Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri.” [QS. An Nisa’ (4) : 79]
Allah taala juga berfirman:
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Dan demikianlah Kami jadikan sebahagian orang-orang yang zalim itu menjadi teman bagi sebahagian yang lain, disebabkan apa yang mereka usahakan.” [QS. Al An’am (6) : 129]
Apabila rakyat menginginkan terbebas dari kezaliman seorang pemimpin, maka hendaklah mereka meninggalkan kezaliman. [Inilah nasihat yang sangat bagus dari seorang ulama Robbani. Lihat Syarh Akidah Ath Thohawiyah, hal. 381, Darul ‘Akidah]
Ingatlah: Semakin Baik Rakyat, Semakin Baik Pula Pemimpinnya
Ibnu Qayyim Al Jauziyah rahimahullah mengatakan:
“Sesungguhnya di antara hikmah Allah taala dalam keputusan-Nya memilih para raja, pemimpin dan pelindung umat manusia adalah sama dengan amalan rakyatnya. Bahkan perbuatan rakyat seakan-akan adalah cerminan dari pemimpin dan penguasa mereka. Jika rakyat lurus, maka akan lurus juga penguasa mereka. Jika rakyat adil, maka akan adil pula penguasa mereka. Namun jika rakyat berbuat zalim, maka penguasa mereka akan ikut berbuat zalim. Jika tampak tindak penipuan di tengah-tengah rakyat, maka demikian pula hal ini akan terjadi pada pemimpin mereka. Jika rakyat menolak hak-hak Allah dan enggan memenuhinya, maka para pemimpin juga enggan melaksanakan hak-hak rakyat dan enggan menerapkannya. Jika dalam muamalah rakyat mengambil sesuatu dari orang-orang lemah, maka pemimpin mereka akan mengambil hak yang bukan haknya dari rakyatnya, serta akan membebani mereka dengan tugas yang berat. Setiap yang rakyat ambil dari orang-orang lemah, maka akan diambil pula oleh pemimpin mereka dari mereka dengan paksaan.
Dengan demikian setiap amal perbuatan rakyat akan tercermin pada amalan penguasa mereka. Berdasarkah hikmah Allah, seorang pemimpin yang jahat dan keji hanyalah diangkat sebagaimana keadaan rakyatnya. Ketika masa-masa awal Islam merupakan masa terbaik, maka demikian pula pemimpin pada saat itu. Ketika rakyat mulai rusak, maka pemimpin mereka juga akan ikut rusak. Dengan demikian berdasarkan hikmah Allah, apabila pada zaman kita ini dipimpin oleh pemimpin seperti Mu’awiyah, Umar bin Abdul Azis, apalagi dipimpin oleh Abu Bakar dan Umar, maka tentu pemimpin kita itu sesuai dengan keadaan kita. Begitu pula pemimpin orang-orang sebelum kita tersebut akan sesuai dengan kondisi rakyat pada saat itu. Masing-masing dari kedua hal tersebut merupakan konsekuensi dan tuntunan hikmah Allah taala.” ([Lhat Miftah Daaris Sa’adah, 2/177-178]
Pada masa pemerintahan ‘Ali bin Abi Tholib radhiyallahu ‘anhu ada seseorang yang bertanya kepada beliau: “Kenapa pada zaman kamu ini banyak terjadi pertengkaran dan fitnah (musibah), sedangkan pada zaman Nabi ﷺ tidak?
“Karena pada zaman Nabi ﷺ yang menjadi rakyatnya adalah aku dan sahabat lainnya. Sedangkan pada zamanku yang menjadi rakyatnya adalah kalian.”
Oleh karena itu, untuk mengubah keadaan kaum Muslimin menjadi lebih baik, maka hendaklah setiap orang MENGOREKSI DAN MENGUBAH DIRINYA SENDIRI, BUKAN MENGUBAH PENGUASA YANG ADA. Hendaklah setiap orang mengubah dirinya yaitu dengan mengubah akidah, ibadah, akhlak dan muamalahnya. Perhatikanlah firman Allah taala:
إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.” [QS. Ar Ra’du (13) : 11] [Dinukil dari buku Ustadz Yazid bin Abdil Qodir Jawas, Nasihat Perpisahan, hadis Al ‘Irbadh]
Ada seorang dai saat ini berkata:
أَقِيْمُوْا دَوْلَةَ الإِسْلاَمِ فِي قُلُوْبِكُمْ، تَقُمْ لَكُمْ عَلَى أَرْضِكُمْ
“Tegakkanlah Negara Islam di dalam hati kalian, niscaya Negara Islam akan tegak di bumi kalian.”
Bukanlah jalan melepaskan diri dari kezaliman penguasa adalah dengan mengangkat senjata melalui kudeta yang termasuk bid’ah pada saat ini. Pemberontakan semacam ini telah menyelisihi nash-nash yang memerintahkan untuk mengubah diri sendiri terlebih dahulu dan membangun bangunan dari pondasi (dasar). Allah taala berfirman:
وَلَيَنْصُرَنَّ اللَّهُ مَنْ يَنْصُرُهُ إِنَّ اللَّهَ لَقَوِيٌّ عَزِيزٌ
“Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” [QS. Al Hajj (22) : 40]
Jalan keluar dari kezaliman penguasa, di mana kulit mereka sama dengan kita dan berbicara dengan bahasa kita, adalah dengan:
1. Bertobat kepada Allah taala
3. Mendidik diri dan keluarga dengan ajaran Islam yang benar
[At Ta’liqot Al Atsariyah ‘alal Akidah Ath Thohawiyah li Aimmati Da’wah Salafiyah, 1/42, Maktabah Syamilah]
Oleh karena itu, setiap dai yang ingin mendakwahkan Islam hendaklah memulai dakwahnya dengan dakwah tauhid. Inilah dakwah para Nabi dan dakwah pertama yang Nabi perintahkan kepada dai dari kalangan sahabat untuk menyampaikannya kepada umat. Para sahabat tidaklah diperintahkan untuk menegakkan khilafah Islamiyah terlebih dahulu, atau menguasai pemerintahan melalui politik. Namun dakwah yang beliau ﷺ perintah untuk disampaikan pertama kali adalah dakwah tauhid.
Lihatlah nasihat beliau ﷺ ketika beliau mengutus seorang sahabat ke Yaman, negeri Ahli Kitab:
إِنَّكَ تَقْدَمُ عَلَى قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ ، فَلْيَكُنْ أَوَّلَ مَا تَدْعُوهُمْ إِلَيْهِ عِبَادَةُ اللَّهِ ، فَإِذَا عَرَفُوا اللَّهَ فَأَخْبِرْهُمْ أَنَّ اللَّهَ قَدْ فَرَضَ عَلَيْهِمْ خَمْسَ صَلَوَاتٍ فِى يَوْمِهِمْ وَلَيْلَتِهِمْ
“Sesungguhnya engkau akan mendatangi kaum Ahli Kitab. Jadikanlah dakwah pertamamu kepada mereka adalah untuk beribadah kepada Allah (menauhidkannya). Apabila mereka sudah menauhidkan Allah, beritahukanlah mereka bahwa Allah mewajibkan shalat lima waktu sehari semalam kepada mereka.” [R. Bukhari dan Muslim]
Jauhilah Pertumpahan Darah
Kita harus memperhatikan kewajiban mendengar dan taat kepada penguasa. Karena bila kita tidak menaati mereka, maka akan terjadi kekacauan, pertumpahan darah dan terjadi korban pada kaum Muslimin. Ingatlah bahwa darah kaum Muslimin itu lebih mulia daripada hancurnya dunia ini. Rasulullah ﷺ bersabda:
لَزَوَالُ الدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ قَتْلِ رَجُلٍ مُسْلِمٍ
“Hancurnya dunia ini lebih ringan (dosanya) daripada terbunuhnya seorang Muslim.” [HR. Tirmidzi]
مَنْ قَتَلَ نَفْسًا بِغَيْرِ نَفْسٍ أَوْ فَسَادٍ فِي الْأَرْضِ فَكَأَنَّمَا قَتَلَ النَّاسَ جَمِيعًا
“Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.” [QS. Al Ma’idah (5) : 32]
Sekarang kita dapat menyaksikan orang-orang yang memberontak kepada penguasa. Mereka hanya mengajak kepada pertumpahan darah dan banyak di antara kaum Muslimin yang tidak bersalah menjadi korban.
Yang wajib dan terbaik adalah mendengar dan menaati para pemimpin. Namun bukan berarti tidak ada amar ma’ruf nahi mungkar. Hal itu tetap ada tetapi harus dilakukan menurut kaidah yang telah ditetapkan oleh syariat yang mulia ini.
Ingatlah nasihat Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah:
وفي هذا بيان لطريق الخلاص من ظلم الحكام الذين هم ” من جلدتنا ويتكلمون بألسنتنا ” وهو أن يتوب المسلمون إلى ربهم ويصححوا عقيدتهم ويربوا أنفسهم وأهليهم على الإسلام الصحيح تحقيقا لقوله تعالى: (إن الله لا يغير ما بقوم حتى يغيروا ما بأنفسهم) [الرعد: 11] وإلى ذلك أشار أحد الدعاة المعاصرين (اا) بقوله: ” أقيموا دولة الإسلام في قلوبكم تقم لكم على أرضكم “. وليس طريق الخلاص ما يتوهم بعض الناس وهو الثورة بالسلاح على الحكام. بواسطة الانقلابات العسكرية فإنها مع كونها من بدع العصر الحاضر فهي مخالفة لنصوص الشريعة التي منها الأمر بتغيير ما بالأنفس وكذلك فلا بد من إصلاح القاعدة لتأسيس البناء عليها (ولينصرن الله من ينصره إن الله لقوي عزيز) [الحج: 40]
“Maka poin ini merupakan penjelasan (tentang) jalan keluar dari kezaliman penguasa, yang mereka itu pada hakikatnya adalah berasal dari kulit-kulit kita dan berbicara dengan bahasa kita (maksudnya, pemimpin itu pada hakikatnya berasal dari rakyat, pen.), yaitu hendaknya kaum Muslimin bertobat kepada Allah dan memperbaiki akidahnya, dan mendidik dirinya sendiri dan keluarganya di atas agama Islam yang shahih. Hal ini untuk mewujudkan firman Allah taala yang artinya:”Sesungguhnya Allah tidaklah mengubah suatu kaum, sampai mereka mengubah diri mereka sendiri.” [QS. Ar-Ra’du (13): 11]
BUKANLAH jalan untuk keluar dari kezaliamn penguasa adalah memberontak kepada penguasa, dengan jalan kudeta (militer). Maka hal ini di samping bid’ah pada zaman ini, juga merupakan tindakan yang menyelisihi dalil-dalil syariat, yang di antaranya memerintahkan untuk memperbaiki (mengubah) diri sendiri (terlebih dahulu). Demikian pula wajib untuk memperbaiki pondasi kaidah agar kuatlah bangunan di atasnya. (Allah taala berfirman yang artinya): ”Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” [QS. Al-Hajj (22): 40]” [Takhrij Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah, hal. 69]
Semoga Allah taala senantiasa memberikan hidayah-Nya kepada pemimpin dan pemerintah kaum Muslimin.
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: nasihatsahabatcom@gmail.com
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat