بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
SATU PEMBAHASAN TENTANG ISTILAH SALAFI
Imam Abu Dawud As-Sijistani (penulis kitab “Sunan Abu Dawud” dan salah satu murid Imam Ahmad) berkata: Saya mendengar Ahmad bin Hanbal ditanya: Apakah ada rukh-shah (keringanan) bagi seseorang untuk mengatakan: “Alquran adalah Kalaamullaah” kemudian dia diam?” Maka beliau (Imam Ahmad) menjawab:
وَلِـمَ يَـسْـكُـتُ؟! وَلَـوْ لَا مَـا وَقَـعَ فِـيْـهِ الـنَّـاسُ؛ كَـانَ يَـسَـعُـهُ السُّـكُـوْتُ، وَلٰـكِـنْ حَـيْـثُ تَـكَـلَّـمُـوْا فِـيْـمَا تَـكَـلَّـمُـوْا؛ لِأَيِّ شَـيْءٍ لَا يَـتَـكَـلَّـمُـوْنَ؟!
“Kenapa diam?! Kalaulah bukan karena manusia terjatuh (kedalam Bid’ah ini); tentulah dia boleh diam. Akan tetapi tatkala mereka (Jahmiyyah) mengeluarkan perkataan mereka (bahwa Kalaamullaah adalah makhluk-pent); maka atas dasar apa kemudian mereka (Ahlus Sunnah) tidak berbicara (menjelaskan kebenaran-pent)?”
Setelah meriwayatkan perkataan Imam Ahmad ini, Imam Abu Bakar Muhammad bin Husain Al-Ajurri (wafat th. 360 H) rahimahulaah berkata:
“Makna perkataan Imam Ahmad dalam hal ini adalah: Bahwa kaum Mukminin (awalnya) tidak berselisih bahwa Alquran adalah Kalaamullaah. Akan tetapi tatkala datang Jahm (bin Shafwan) membawa kekufuran dengan perkataanya: “Alquran adalah makhluk”, maka tidak boleh bagi para ulama melainkan harus membantahnya dengan mengatakan: “Alquran adalah Kalaamullaah, bukan makhluk”. Tidak boleh ragu dan tidak boleh tawaqquf (tidak mengambil sikap). Barang siapa yang tidak mau mengatakan: “Bukan makhluk”, maka dia dinamakan Waqifi, orang yang ragu dalam agamanya.”
[Asy-Syarii’ah (hlm. 87-Tahqiiq Muhammad Hamid Al-Fiqqi)]
Awalnya kaum Muslimin adalah tidak berpecah belah sehingga dicukupkan dengan penyebutan Muslim dan Mukmin. Sampai akhirnya terjadilah apa yang dikabarkan oleh Nabi ﷺ dalam sabda beliau:
…وَإِنَّ هٰذِهِ الْأُمَّةَ سَـتَـفْـتَــرِقُ عَلَى ثَلَاثٍ وَسَبْعِـيْـنَ مِلَّةً -يَعْنِـيْ: الْأَهْوَاءَ-، كُلُّهَا فِـي النَّارِ إِلَّا وَاحِدَةً، وَهِيَ الْـجَمَاعَةُ…وَفِـيْ رِوَايَـةٍ: مَا أَنَا عَلَيْهِ وَأَصْحَابِـيْ
“…Dan sungguh, umat ini akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan -yakni: Para pengikut hawa nafsu (bid’ah)-; semuanya masuk Neraka kecuali satu, yaitu al-Jamaa’ah.” Dalam riwayat lain: “(Yang mengikuti) apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya.”
Umat Islam berpecah belah dengan bermunculannya kelompok-kelompok Ahlul Bid’ah, dan yang selamat adalah yang mengikuti Nabi ﷺ dan para sahabat beliau -radhiyallaahu ‘anhum-. Maka yang ingin menempuh jalan ini harus membedakan diri dengan kelompok-kelompok Ahlul Bid’ah, dengan mengatakan bahwa dirinya adalah Salafi (pengikut Salaf/Shahabat).
Wallaahu A’lam.
Penulis: Al-Ustadz Ahmad Hendrix Eskanto hafizhahullah
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…