“Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” [QS. Al-Baqarah: 276]
Syaikh As-Sa’di rahimahullah dalam Tafsir As-Sa’di, hlm. 109 menjelaskan, bahwa harta riba itu akan sirna. Bisa jadi secara kasatmata (dzatan) memang musnah, atau secara maknawi (shifatan), berkah harta itu akan hilang. Bisa jadi Allah menimpakan berbagai musibah, atau Allah cabut keberkahan pada hartanya. Kalau harta riba tersebut juga ia infakkan, tidak mendapatkan pahala, bahkan hanya menambah ia jatuh dalam jurang Neraka.
Syaikh As-Sa’di mengungkapkan lagi, bahwa sedekah itulah yang akan membuat harta itu berkembang dan semakin bertambah berkah. Pahala dari orang yang bersedekah semakin bertambah. Karena ingatlah, bahwa balasan itu sesuai dengan amalan. Harta riba bisa hancur dikarenakan ada tindakan zalim dan mengambil harta orang lain tanpa jalan yang benar.
Dari Adh-Dhahak, dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata:
“Allah menghancurkan riba maksudnya adalah sedekah, jihad, haji, dan salat dari pelaku riba tidak diterima.” Sedangkan sedekah itu akan menyuburkan dan memberkahi harta di dunia, dan melipatgandakan pahala dan ganjaran di Akhirat.
Dari ayat tersebut ditunjukkan, bahwa riba itu haram karena Allah tidak suka bagi yang menghalalkannya, dan pelakunya disebut terjerumus dalam dosa. [Tafsir Al-Baghawi, 3: 302]
Ibnu Katsir menyatakan, bahwa ada kaitannya ayat 276 ditutup dengan “Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa”, yaitu pelaku riba tidak rida dengan apa yang Allah halalkan. Ia tidak mau mencukupkan dengan yang mubah. Keinginannya adalah memakan harta orang lain dengan jalan yang batil dengan menempuh usaha yang kotor. Makanya ia disebut menentang nikmat Allah dan zalim lagi berdosa karena memakan harta orang lain dengan jalan yang batil.” [Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 2: 285]