Imam Abu Bakr Az Zur’i rahimahullah memaparkan dua perkara yang wajib kita waspadai. Salah satunya adalah [اَلتَّهَاوُنُ بِالْأَمْرِ إِذَا حَضَرَ وَقْتُهُ], yaitu kewajiban telah datang, tetapi kita tidak siap untuk menjalankannya. Ketidaksiapan tersebut salah satu bentuk meremehkan perintah. Akibatnya pun sangat besar, yaitu kelemahan untuk menjalankan kewajiban tersebut, dan terhalang dari rida-Nya. Kedua dampak tersebut merupakan hukuman atas ketidaksiapan dalam menjalankan kewajiban yang telah nampak di depan mata. [Badai’ul Fawaid 3/699]
Abu Bakr Az Zur’i menyitir firman Allah ﷻ berikut:
“Maka jika Allah mengembalikanmu kepada suatu golongan dari mereka, kemudian mereka minta izin kepadamu untuk keluar (pergi berperang), maka katakanlah: “Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya, dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. Sesungguhnya kamu telah rela tidak pergi berperang kali yang pertama. Karena itu duduklah bersama orang-orang yang tidak ikut berperang.” [QS. At Taubah: 83]
Renungilah ayat di atas baik-baik! Ketahuilah, Allah ﷻ tidak menyukai keberangkatan mereka, dan Dia lemahkan mereka, karena tidak ada persiapan, dan niat mereka yang tidak lurus lagi. Namun bila seorang bersiap untuk menunaikan suatu amal dan ia bangkit menghadap Allah dengan kerelaan hati, maka Allah terlalu mulia untuk menolak hamba yang datang menghadap-Nya. Berhati-hatilah dari mengalami nasib menjadi orang yang tidak layak menjalankan perintah Allah ﷻ yang penuh berkah. Seringnya kita mengikuti hawa nafsu, akan menyebabkan kita tertimpa hukuman berupa tertutupnya hati dari hidayah.
“Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka, seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Alquran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat.” [QS. Al An’am: 110]
Persiapkan Amal Saleh dalam Menyambut Ramadan
Bila kita menginginkan kebebasan dari Neraka di bulan Ramadan, dan ingin diterima amalnya, serta dihapus segala dosanya, maka harus ada bekal yang dipersiapkan. Allah ﷻ berfirman:
“Dan jika mereka mau berangkat, tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu. Tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka. Maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu.” [QS. At Taubah: 46]
Harus ada persiapan! Dengan demikian, tersingkaplah ketidakjujuran orang-orang yang tidak memersiapkan bekal untuk berangkat menyambut Ramadan. Oleh sebab itu, dalam ayat di atas mereka dihukum dengan berbagai bentuk kelemahan dan kehinaan, disebabkan keengganan mereka untuk melakukan persiapan.
Sebagai persiapan menyambut Ramadan, Rasulullah ﷺ memerbanyak puasa di bulan Syakban. Aisyah radhiallahu ‘anhu berkata:
“Saya sama sekali belum pernah melihat Rasulullah ﷺ berpuasa dalam satu bulan, sebanyak puasa yang beliau lakukan di bulan Syakban. Di dalamnya beliau berpuasa sebulan penuh.” Dalam riwayat lain: “Beliau berpuasa di bulan Syakban, kecuali sedikit hari.” [HR. Muslim: 1156]
Beliau ﷺ tidak terlihat lebih banyak berpuasa di satu bulan, melebihi puasanya di bulan Syakban, dan beliau tidak menyempurnakan puasa sebulan penuh, kecuali di bulan Ramadan.
Generasi emas umat ini, generasi Salafush Saleh, mereka selalu memersiapkan diri menyambut Ramadan dengan sebaik-baiknya. Sebagian ulama Salaf mengatakan:
”Mereka (para sahabat) berdoa kepada Allah selama enam bulan agar mereka dapat menjumpai Ramadan.” [Lathaaiful Ma’arif hal. 232]
Tindakan mereka ini merupakan perwujudan kerinduan akan datangnya Ramadan, permohonan dan bentuk ketawakalan mereka kepada-Nya. Tentunya mereka tidak hanya berdoa, namun persiapan menyambut Ramadan mereka iringi dengan berbagai amal ibadah.
Abu Bakr al Warraq al Balkhi rahimahullah mengatakan:
شهر رجب شهر للزرع و شعبان شهر السقي للزرع و رمضان شهر حصاد الزرع
“Rajab adalah bulan untuk menanam, Syakban adalah bulan untuk mengairi, dan Ramadan adalah bulan untuk memanen.” [Lathaaiful Ma’arif hal. 130]
Sebagian ulama yang lain mengatakan:
السنة مثل الشجرة و شهر رجب أيام توريقها و شعبان أيام تفريعها و رمضان أيام قطفها و المؤمنون قطافها جدير بمن سود صحيفته بالذنوب أن يبيضها بالتوبة في هذا الشهر و بمن ضيع عمره في البطالة أن يغتنم فيه ما بقي من العمر
“Waktu setahun itu laksana sebuah pohon. Rajab adalah waktu menumbuhkan daun. Syakban adalah waktu untuk menumbuhkan dahan, dan Ramadan adalah bulan memanen. Pemanennya adalah kaum Mukminin. (Oleh karena itu), mereka yang “menghitamkan” catatan amal mereka, hendaklah bergegas “memutihkannya” dengan tobat di bulan-bulan ini. Sedang mereka yang telah menyia-nyiakan umurnya dalam kelalaian, hendaklah memanfaatkan sisa umur sebaik-baiknya (dengan mengerjakan ketaatan) di waktu tesebut.” [Lathaaiful Ma’arif hal. 130]
Wahai kaum Muslimin, agar buah bisa dipetik di bulan Ramadan, harus ada benih yang disemai, dan ia harus diairi sampai menghasilkan buah yang rimbun. Puasa, qiyamullail, bersedekah, dan berbagai amal saleh di bulan Rajab dan Syakban, semua itu untuk menanam amal saleh di bulan Rajab, dan diairi di bulan Syakban. Tujuannya agar kita bisa memanen kelezatan puasa dan beramal saleh di bulan Ramadan, karena lezatnya Ramadan hanya bisa dirasakan dengan kesabaran, perjuangan, dan tidak datang begitu saja. Hari-hari Ramadan tidaklah banyak, perjalanan hari-hari itu begitu cepat. Oleh sebab itu, harus ada persiapan yang sebaik-baiknya.
“Setiap keturunan Adam itu banyak melakukan dosa. Dan sebaik-baik orang yang berdosa adalah yang bertobat.” [Hasan. HR. Tirmidzi: 2499]
Tobat menunjukkan tanda totalitas seorang dalam menghadapi Ramadan. Dia ingin memasuki Ramadan tanpa adanya sekat-sekat penghalang yang akan memerkeruh perjalanan selama mengarungi Ramadan.
Allah memerintahkan para hamba-Nya untuk bertobat, karena tobat wajib dilakukan setiap saat. Allah ﷻ berfirman:
“Bertobatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang, beriman supaya kamu beruntung.” [QS. An Nuur: 31]
Tobat yang dibutuhkan bukanlah seperti tobat yang sering kita kerjakan. Kita bertobat, lidah kita mengucapkan: “Saya memohon ampun kepada Allah”, akan tetapi hati kita lalai. Akan tetapi setelah ucapan tersebut, dosa itu kembali terulang. Namun yang dibutuhkan adalah totalitas dan kejujuran tobat.
Jangan pula tobat tersebut hanya dilakukan di bulan Ramadan, sementara di luar Ramadan kemaksiatan kembali digalakkan. Ingat! Ramadan merupakan momentum ketaatan, sekaligus madrasah untuk membiasakan diri beramal saleh, sehingga jiwa terdidik untuk melaksanakan ketaatan-ketaatan di sebelas bulan lainnya.
Wahai kaum Muslimin, mari kita persiapkan diri kita dengan memerbanyak amal saleh di dua bulan ini, Rajab dan Syakban, sebagai modal awal untuk mengarungi Ramadan yang akan datang sebentar lagi.