Allah ﷻ telah menciptakan manusia dari suatu ketiadaan menjadi suatu bentuk wujud nyata nan bagus elok rupa dan parasnya. Sebagaimana yang tercantum dalam firman-Nya:
Sungguh, Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. [QS. at-Tin/95:4]
Kemudian Allah ﷻ memberikan kepada mereka nikmat yang sangat banyak. Di antaranya nikmat kesempurnaan panca indera, kesehatan, rezeki, keturunan dan nikmat-nikmat lain yang tidak terhitung.
Selanjutnya Allah ﷻ menyempurnakan nikmat-nikmat itu dengan menganugerahkan hidayah kepada mereka. Yaitu suatu nikmat yang tidak diberikan kepada setiap hamba, karena merupakan nikmat yang diberikan khusus kepada hamba-hamba pilihan Allah ﷻ.
Hidayah adalah milik Allah ﷻ dan di tangan Allah ﷻ. Sungguh hanya hamba yang terpilih lagi beruntung yang akan mendapatkannya. Ibnul Jauzi rahimahullah berkata:
“Demi Allah ﷻ ! Pendidikan orang tua tidak akan bermanfaat jika tidak didahului oleh pilihan Allah ﷻ terhadap anaknya. Sesungguhnya jika Allah ﷻ memilih seorang hamba, maka Allah ﷻ akan menjaganya semenjak ia kecil. Allah ﷻ juga memberinya hidayah menuju jalan kebenaran serta membimbingnya ke arah yang lurus. Allah ﷻ akan membuatnya menyenangi hal-hal yang baik, dan mempertemankanya dengan orang yang baik.” [Shaidul Khathir, 1 / 84]
Ada di antara hamba yang mengharap hidayah kemudian Allah ﷻ mengaruniakannya kepadanya. Namun ada pula yang tidak diberi, dikarenakan keadilan dan ilmu Allah ﷻ terhadap kejujuran serta kebenaran harapannya.
Di antara hamba-hamba Allah ada yang telah merasakan indah dan manisnya hidayah, namun ia tidak menjaganya sehingga hidayah itu pun sirna dari dirinya. Ada juga yang pernah menikmati hidayah dalam waktu yang lama, namun kemudian terlepas darinya. Akhirya karena rahmat Allah ﷻ semata, hidayah itu dapat kembali kepadanya. Dengan bertobat dan beristighfar kepada Allah ﷻ merupakan jalan terbaik. Seorang hamba yang mengalami hal tersebut merasakan seolah-olah terlahir kembali, hidup setelah kematian yang panjang. Menangis karena kebahagian yang tiada tara setelah Allah ﷻ menyelamatkannya kembali… La haula wala quwwata illa billah. Sungguh, nikmat hidayah itu adalah nikmat yang sangat besar. Namun hidayah apakah yang dimaksud? Mari kita simak ulasan berikut ini.
Lafal “Al-Huda” serta pecahan katanya dalam Alquran disepakati oleh ulama sebagai kata yang paling banyak bentuk maknanya. Imam Ibnul Jauzi rahimahullah menyebutkan ada dua puluh empat makna lafal al-huda. [Nuzhatul a’yun, 1 / 626-630] Dan Imam as-Suyuthi rahimahullah menyebutkan ada tujuh belas makna lafal al-huda. [Al-Itqan, 1/ 410-411] Keseluruhan makna tersebut bermuara pada satu inti, yaitu penjelasan dan pengarahan dengan penuh lemah lembut dan santun.
Adapun makna hidayah secara istilah adalah penjelasan dan pengarahan kepada tujuan yang dimaksud. [At-Ta’rifat, 1/277]
Tingkatan Hidayah
Imam Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan ada empat macam atau tingkatan hidayah: [Ibid, 2 / 271-273]
Pertama: Hidayah ‘Ammah (Menyeluruh)
Hidayah ini meliputi semua makhluk hidup dengan jenisnya yang beragam.
Kedua: Hidayatul Bayan Wad Dalalah Wat Ta’rif Wal Irsyad
Hidayatul bayan bisa dilakukan oleh siapa pun yang memiliki kemampuan menyampaikannya. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah ﷻ tentang Rasulullah ﷺ:
وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَىٰ صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar memberikan petunjuk kepada jalan yang lurus.” [QS. asy-Syura/42:52]
Setiap Muslim yang menyeru kepada kebaikan, ketaatan atau amal saleh adalah seorang dai kepada hidayah. Selain itu hidayah jenis ini juga dapat diperoleh dari kitab bacaan maupun kitab visual.
Ketiga: Hidayatut Taufiq Wal Ilham
Hidayatut taufiq merupakan kekhususan Allah ﷻ, tidak ada yang memilikinya kecuali Allah ﷻ. [Ini yang mendasari perbedaan antara hidayatut taufiq dan hidayatul Irsyad]. Ia memberikan hidayah ini kepada siapa yang Ia kehendaki tanpa ada campur tangan pihak lain, sekalipun Nabi ﷺ sendiri. Inilah yang terpahami dari firman Allah ﷻ tehadap Nabi-Nya:
Bukan kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetepi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-nya. [QS. al-Baqarah/2:272]
Karena hati itu berada di tangan Allah ﷻ dan Ia dapat membolak-balikkannya sekehendak-Nya.
Hidayatut Taufiq Wal Ilham ini memiliki dua tingkatan:
a. Hidayatut Taufiq dari kekufuran dan kesyirikan menuju Islam dan tauhid
Hidayah ini diperoleh oleh seseorang yang sebelumnya kafir dan musyrik dengan mengucapkan Dua Kalimat Syahadat beserta segenap ketentuan dan persyaratannya. Allah ﷻ berfirman:
Dan katakanlah kepada orang-orang yang telah diberi al-Kitab dan kepada orang-orang yang ummi, “Apakah kamu (mau) masuk Islam?” Jika mereka masuk Islam, sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah) dan Allah Maha Melihat akan hamba-hambanya.” [QS. Ali Imran/3:20].
Hidayah ini dapat menyelamatkan seseorang dari kekekalan dalam api Neraka, meskipun ia pernah terjatuh dalam lembah dosa dan jurang kemaksiatan. Apabila Allah ﷻ menghendaki, maka Allah ﷻ akan mengampuni dosanya, meskipun ia meninggal sebelum sempat bertobat.
Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik. Dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” [QS. An-Nisa’/4:48].
Tidak ada sesuatu pun yang dapat mencabut hidayah ini, melainkan apabila seseorang melakukan salah satu pembatal keislaman dan ketauhidan yang telah dirinci oleh para ulama dalam kitab-kitab akidah.
b. Hidayatut Taufiq dari kebidahan menuju sunnah, dari kemaksiatan menuju ketaatan, dan dari dosa menuju ibadah.
Hidayah inilah merupakan hidayah yang paling utama. Inilah yang diinginkan oleh Allah ﷻ dan Rasulullah ﷺ. Ini juga yang seharusnya dicari oleh seorang hamba. Dengan hidayah ini seorang hamba berlomba meraih pahala yang besar, kedudukan yang tinggi di sisi Allah ﷻ, dan Surga dambaan setiap hamba.
Tidak semua orang yang telah diberi hidayah kepada Islam bisa mendapatkan hidayah untuk mengamalkan Islam sesuai dengan sunnah Rasulullah ﷺ. Bahkan sudah menjadi Sunnatullah (ketetapan Allah ﷻ), banyak pihak yang menyimpang dan sesat, sedangkan yang selamat dari mereka hanyalah sedikit.
Cermatilah berita Rasulullah ﷺ tentang perpecahan yang terjadi pada umat ini. Rasulullah ﷺ bersabda:
Umatku akan terpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga golongan. Semuanya masuk Neraka, kecuali satu golongan.” Beliau ditanya, “Siapakah dia, wahai Rasulullah?” Beliau ﷺ menjawab, “(Golongan) yang berada di atas apa yang aku dan para sahabatku berada di atasnya”. [HR. at-Tirmidzi. (Sunan at-Tirmidzi, no. 2641) Hadis ini dihasankan oleh syaikh Al-Albani. (As-Shahih wad Dha’if, no. 9474)]
Hanya satu golongan yang dinyatakan selamat dari kesesatan. Mereka adalah orang-orang yang senantiasa di atas Sunnah Rasulullah ﷺ
Hidayah ini merupakan konsekuensi dari Hidayatut Taufiq yang pertama. Setiap orang yang telah mengucapkan Dua Kalimat Syahadat dan memeluk agama Islam harus mempelajari dan mengamalkan Islam sesuai dengan bimbingan Sunnah Rasulullah ﷺ. Dia harus mengaplikasikan Islam secara kaffah dalam kehidupannya. Allah ﷻ berfirman:
Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu ikuti langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” [QS. al-Baqarah/2:208]
Inilah makna dan hakikat hidayah yang sesungguhnya. Hidayah di atas jalan yang lurus. Hidayah di atas as-Sunnah. Bila hidayah ini luput dari seorang Muslim, maka dikhawatirkan ia telah ditimpa musibah besar, yaitu musibah yang menimpa agamanya disebabkan jauhnya ia dari Sunnah Rasulullah ﷺ. Karena sesungguhnya tidak ada musibah yang lebih besar selain musibah yang menimpa agama seseorang.
Dan mereka berkata: Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (Surga) ini.” [QS. al-A’raf/7:43].
Keempat tingkatan hidayah ini bertahap sifatnya. Seorang hamba yang belum mencapai tingkatan kedua tidak akan mendapatkan hidayah tingkatan yang ketiga. Untuk mencapai tingkatan hidayah keempat, ia harus melalui tingkatan yang kedua dan ketiga.
Buah dari Hidayah
Hidayah akan menghasilkan hidayah yang lain, dan di antara buah dari hidayah sebagaimana berikut ini:
• Hidayah adalah ilmu yang bermanfaat dan amalan saleh. Sudah menjadi kelaziman, bahwa setiap amal saleh akan mendatangkan kebaikan bagi pelakunya. Terlebih lagi jika kebaikan itu diikuti dan diamalkan oleh orang lain setelahnya, maka akan lebih mendatangkan hasil dan buah yang akan dipetik oleh pelaku pertama kebaikan tersebut. Sebagaimana dinyatakan di dalam hadis:
Barang siapa menyeru kepada hidayah, maka akan ia memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala mereka sedikit pun. Dan barang siapa menyeru kepada kesesatan, maka ia akan mendapat dosa seperti dosa orang-orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi sedikit pun dosa mereka.” [HR. Muslim, At-Tirmidzi, Abu Daud, Ibnu Majah, Ahmad, ad-Darimi. At-Tirmidzi berkata Hadis Hasan Shahih. Shahih Muslim, no. 2739; Sunan at-Tirmidzi, no. 2674; Sunan Abu Daud No. 4611; Sunan Ibnu Majah, no. 206; Musnad Ahmad, no. 916, Sunan ad-Darimi No. 530] Hadis ini dishahihkan oleh Imam al-Albani]
• Seorang yang mencari hidayah berarti ia telah memenuhi seruan Allah ﷻ yang akan berdampak positif bagi-nya. Allah ﷻ berfirman:
Katakanlah, “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu kebenaran (Alquran) dari Rabbmu. Sebab itu barang siapa yang mendapat petunjuk, maka sesungguhnya (petunjuk itu) untuk kebaikan dirinya sendiri. Dan barang siapa sesat, maka sesungguhnya kesesatannya itu mencelakakan dirinya sendiri. Dan aku bukanlah seorang penjaga terhadap dirimu.” [QS. Yunus/10:108].
Ketika seorang hamba memenuhi panggilan Allah ﷻ, mencari dan mengejar hidayah, mengorbankan segala yang dimilikinya, lalu Allah ﷻ menganugerahkan taufik kepadanya sehingga dia meraih kenikmatan dan keutamaan yang tiada tara di dunia, dan di Akhirat dimasukkan ke dalam Surga, yang merasakan semua ini adalah si hamba sendiri. Sedangkan Allah ﷻ Maha Kaya, tidak membutuhkan apapun dari hambanya.
• Istiqamah di atas ad-Din dan as-Sunnah, ini juga bagian dari buah hidayah dan sekaligus merupakan konsekuensi hidayah.
• Merasa ringan untuk melakukan semua perkara yang disyariatkan. Allah ﷻ berfirman:
Dan Kami tidak menetapkan Kiblat yang menjadi Kiblatmu (sekararang), melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata), siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan Kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia”. [QS. Al-Baqarah/2:143].
• Hidayah adalah penyebab datangnya ampunan Allah ﷻ. Allah ﷻ berfirman:
“Barang siapa Allah kehendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia akan melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki kelangit.” [QS. Al-An’aam/6:125].
• Jalan untuk menambah ilmu
وَيَزِيدُ اللَّهُ الَّذِينَ اهْتَدَوْا هُدًى
Dan Allah akan menambah petunjuk kepada mereka yang telah mendapat petunjuk”. [QS. Maryam/19:76]
Kata “al-huda” disini mencakup ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. [Tafsir as-Sa’di, 1/581]
• Sebagai perantara untuk mendapatkan kemenangan. Allah ﷻ berfirman:
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun XVII/1434H/2013. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]