>> Sedangkan masalah hati, itu bukan urusan kita. Kita tidak punya kemampuan menilai isi hati.
Hukumilah atau nilailah seseorang dari lahiriyahnya, karena kita tak bisa menelusuri dalam hatinya. Kita tidak bisa menuduh seseorang itu tidak ikhlas atau riya’, karena seperti itu butuh penglihatan dalam hati. Menerawang hati seseorang sungguh amat sulit dilakukan.
Imam Nawawi rahimahullah membawakan bab dalam Riyadhus Sholihin, “Menjalankan hukum-hukum terhadap manusia menurut lahiriyahnya. Sedangkan keadaan hati mereka diserahkan kepada Allah Taala.”
“Aku diperintah untuk memerang manusia hingga mereka bersaksi bahwa tiada ilah (Sesembahan) yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah, serta mendirikan salat, dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan yang demikian, terpeliharalah dariku darah serta harta mereka, melainkan dengan hak Islam. Sedangkan perhitungan mereka diserahkan pada Allah Taala.” [HR. Bukhari no. 25 dan Muslim no. 21]
Dari Abu ‘Abdillah Thariq bin Asy-yam, ia berkata bahwa ia mendengar Rasulullah ﷺ bersabda:
“Barang siapa yang mengucapkan Laa ilaha illallah (Tiada yang berhak disembah selain Allah) dan mengingkari setiap yang diibadahi selain Allah, maka harta serta darahnya haram. Sedangkan hisabnya adalah terserah kepada Allah.” [HR. Muslim no. 23]
Usamah bin Zaid radhiyallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah ﷺ mengutus kami ke daerah Huraqah dari suku Juhainah. Kemudian kami serang mereka secara tiba-tiba pada pagi hari di tempat air mereka.
Saya dan seseorang dari kaum Anshar bertemu dengan seorang lelaki dari golongan mereka. Setelah kami dekat dengannya, ia lalu mengucapkan Laa ilaha illallah. Orang dari sahabat Anshar menahan diri dari membunuhnya, sedangkan aku menusuknya dengan tombakku hingga membuatnya terbunuh.
Sesampainya di Madinah peristiwa itu didengar oleh Nabi ﷺ. Kemudian beliau ﷺ bertanya padaku:
“Hai Usamah, apakah kamu membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa ilaha illallah?” Saya berkata, “Wahai Rasulullah, sebenarnya orang itu hanya ingin mencari perlindungan diri saja, sedangkan hatinya tidak meyakini hal itu.” Beliau ﷺ bersabda lagi, “Apakah engkau membunuhnya setelah ia mengucapkan Laa ilaha illallah?” Ucapan itu terus menerus diulang oleh Nabi ﷺ hingga saya mengharapkan bahwa saya belum masuk Islam sebelum hari itu.” [HR. Bukhari no. 4269 dan Muslim no. 96]
Dalam riwayat Muslim disebutkan, lalu Rasulullah ﷺ bersabda:
“Bukankah ia telah mengucapkan Laa ilaha illallah, mengapa engkau tetap membunuhnya?”
Saya menjawab: “Wahai Rasulullah, ia mengucapkan itu semata-mata karena takut dari senjata.”
Beliau ﷺ bersabda: “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya hingga engkau dapat mengetahui, apakah ia mengucapkannya karena takut saja atau tidak?” Beliau ﷺ mengulang-ngulang ucapan tersebut hingga aku berharap seandainya aku baru masuk Islam hari itu saja.”
Ketika menyebutkan hadis di atas, Imam Nawawi menjelaskan bahwa maksud dari kalimat “Mengapa engkau tidak belah saja hatinya hingga engkau dapat mengetahui, apakah ia mengucapkannya karena takut saja atau tidak?” adalah:
KITA HANYA DIBEBANI DENGAN MENYIKAPI SESEORANG DARI LAHIRIYAHNYA DAN SESUATU YANG KELUAR DARI LISANNYA. SEDANGKAN HATI, ITU BUKAN URUSAN KITA.
Kita tidak punya kemampuan menilai isi hati. Cukup menilai seseorang dari lisannya saja (lahiriyah saja). Jangan tuntut lainnya. [Lihat Syarh Shahih Muslim, 2: 90-91]