MEWASPADAI SEPULUH KEMUNGKARAN DALAM PERAYAAN TAHUN BARU
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
MEWASPADAI SEPULUH KEMUNGKARAN DALAM PERAYAAN TAHUN BARU
1. Kerusakan akidah, yaitu tidak adanya sikap berlepas diri dari orang-orang kafir dan kesesatan mereka, seperti hari raya mereka dan ritual atau acara mereka.
قد دلت الأدلة الشرعية من الكتاب والسنة على وجوب البراءة من المشركين واعتقاد كفرهم متى علم المؤمن ذلك ، واتضح له كفرهم وضلالهم
“Sesungguhnya dalil-dalil syariat yang berasal dari Alquran dan As-Sunnah telah menunjukkan wajibnya berlepas diri dari kaum musyrikin, dan wajibnya meyakini, bahwa mereka adalah orang-orang kafir, ketika seorang Mukmin telah mengetahui dan menjadi jelas baginya kekafiran dan kesesatan mereka.” [Al-Fatawa, 28/226]
2. Dosa terbesar, yaitu syirik dan kekafiran, apabila seseorang mengikuti atau menyetujui hari raya orang kafir, disertai dengan keridaaan atau persetujuan terhadap agama mereka. Contohnya setuju dengan keyakinan, bahwa Nabi Isa ‘alaihissalam yang mereka sebut Yesus adalah anak Allah yang dilahirkan. Atau setuju dengan penyembahan mereka kepada beliau. Maka siapa yang menyetujuinya, dia kafir seperti mereka, berdasarkan kesepakatan ulama.
Syaikhul Islam Muhammad At-Tamimi rahimahullah berkata:
من لم يكفر المشركين أو شك في كفرهم أو صحح مذهبهم : كفَرَ إجْماعاً
“Barang siapa tidak mengafirkan kaum musyrikin, atau ragu dengan kekafiran mereka, atau membenarkan pendapat (kufur) mereka, maka dia kafir berdasarkan Ijmak (Kesepakatan Ulama).” [Nawaqidhul Islam: 3]
3. Bidah, menambah perayaan hari besar selain Idulfitri dan Iduladha. Sama saja, apakah merayakanya dengan hura-hura atau dengan zikir, doa, dan istighotsah yang dikhususkan pada hari tersebut, padahal tidak ada dalil yang mengkhususkannya. Bahkan Rasulullah ﷺ telah melarang semua perayaan hari besar selain Idulfitri dan Iduladha.
Sahabat yang Mulia Anas bin Malik radhiyallahu’anhu berkata:
قَدِمَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْمَدِينَةَ وَلَهُمْ يَوْمَانِ يَلْعَبُونَ فِيهِمَا فَقَالَ مَا هَذَانِ الْيَوْمَانِ قَالُوا كُنَّا نَلْعَبُ فِيهِمَا فِى الْجَاهِلِيَّةِ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِنَّ اللَّهَ قَدْ أَبْدَلَكُمْ بِهِمَا خَيْرًا مِنْهُمَا يَوْمَ الأَضْحَى وَيَوْمَ الْفِطْرِ
“Ketika Rasulullah ﷺ mendatangi kota Madinah, para sahabat memiliki dua hari raya yang padanya mereka bersenang-senang.
Maka beliau ﷺ bersabda: ‘Dua hari apa ini?’
Mereka menjawab: ‘Dua hari yang sudah biasa kami bersenang-senang padanya di masa Jahiliyah.’
Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sesungguhnya Allah telah mengganti kedua hari tersebut dengan dua hari yang lebih baik, yaitu Idulfitri dan Iduladha.’” [HR. Abu Daud, Sahih Abi Daud: 1039]
4. Tasyabbuh, menyerupai orang-orang kafir dalam merayakannya, berpesta pora, berpakaian seperti mereka, meniup terompet, saling memberi hadiah, memberi diskon penjualan, ucapan selamat dan libur kerja karena momen Natal atau Tahun Baru dan lain-lain.
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barang siapa menyerupai suatu kaum, maka ia bagian dari mereka.” [HR. Ahmad dan Abu Daud dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma, Shahihul Jaami’: 6149]
Peringatan dari Himpunan Ulama Besar Ahlus Sunnah yang Tergabung dalam Komite Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa:
وإذا انضاف إلى العيد المخترع كونه من أعياد الكفار فهذا إثم إلى إثم ؛ لأن في ذلك تشبها بهم ونوع موالاة لهم ، وقد نهى الله سبحانه المؤمنين عن التشبه بهم وعن موالاتهم في كتابه العزيز
“Dan apabila tenyata hari perayaan yang diada-adakan tersebut asalnya dari orang-orang kafir, maka bertambahlah dosanya, sebab dalam hal itu terdapat tasyabbuh (penyerupaan), dan merupakan satu bentuk loyal kepada orang-orang kafir. Dan sungguh Allah subhanahu wa taala dalam Kitab-Nya yang mulia telah melarang kaum Mukminin untuk tasyabbuh dan loyal kepada orang-orang kafir.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 2/263 no. 21203]
5. Kerusakan akhlak, di antaranya membuka aurat, campur baur laki-laki dan wanita, pacaran, hingga perzinahan, semakin marak di malam Tahun Baru.
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan.” [QS. Al-Isra: 26-27]
7. Membahayakan diri dan mengganggu kenyamanan orang lain dengan menyalakan petasan, kembang api, suara gaduh nyanyian dan musik, memacetkan jalan dan lain-lain.
Sahabat menjawab: ‘Orang yang bangkrut di tengah-tengah kami adalah orang yang tidak memiliki dinar dan harta.’
Maka Rasulullah ﷺ bersabda: ‘Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku adalah seseorang yang datang pada Hari Kiamat dengan membawa amalan salat, puasa, zakat, namun dia pernah mencaci Fulan, menuduh Fulan, memakan harta Fulan, menumpahkan darah Fulan, dan memukul Fulan. Maka diambil kebaikan-kebaikan yang pernah dia lakukan, untuk diberikan kepada orang-orang yang pernah ia zalimi. Hingga apabila kebaikan-kebaikannya habis sebelum terbalas kezalimannya, maka kesalahan orang-orang yang pernah ia zalimi tersebut ditimpakan kepadanya, kemudian ia dilempar ke Neraka.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu’anhu]
8. Begadang malam menunggu momen pergantian tahun hingga terlambat bangun Salat Subuh, bahkan tidak salat sama sekali. Padahal meninggalkan salat termasuk kekafiran.
“Sesungguhnya batas antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan salat.” [HR. Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu’anhuma]
“Perjanjian antara kami dan mereka adalah salat. Barang siapa meninggalkannya, sungguh ia telah kafir.” [HR. At-Tirmidzi dari Buraidah bin Al-Hushaib radhiyallahu’anhu, Shahihut Targhib: 564]
Abdullah bin Syaqiq Al-‘Uqaili rahimahullah berkata:
كَانَ أَصْحَابُ مُحَمَّدٍ صلى الله عليه وسلم لاَ يَرَوْنَ شَيْئًا مِنَ الأَعْمَالِ تَرْكُهُ كُفْرٌ غَيْرَ الصَّلاَةِ
“Dahulu para sahabat Nabi Muhammad ﷺ tidaklah menganggap ada satu amalan, yang apabila ditinggalkan menyebabkan kekafiran, kecuali salat.” [Riwayat At-Tirmidzi, Shahihut Targhib: 565]
9. Lagu-lagu, nyanyian dan musik, padahal hukumnya haram.
“Dan di antara manusia (ada) orang yang memergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan, dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memeroleh azab yang menghinakan.” [QS. Luqman: 6]
Sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu’anhu ketika menjelaskan makna “Perkataan yang tidak berguna” beliau berkata:
الغناء، والله الذي لا إله إلا هو، يرددها ثلاث مرات
“Maksudnya adalah nyanyian. Demi Allah yang tidak ada yang berhak disembah selain Dia.” Beliau mengulangi sumpahnya tiga kali.” [Tafsir Ath-Thobari, 21/39, sebagaimana dalam Tafsir Ibnu Katsir, 6/330]
“Akan ada nanti segolongan umatku yang menghalalkan zina, sutra (bagi laki-laki diharamkan, pen), khamar dan alat-alat musik.” [HR. Al-Bukhari dari Abu Malik Al-‘Asy’ari radhiyallahu’anhu]
10. Menyia-nyiakan waktu dengan perbuatan yang tidak bermanfaat, bahkan membahayakan, dan lupa dengan kematian.
“Termasuk kebaikan Islam seseorang adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat baginya.” [HR. At-Tirmidzi dari Abu Hurairah radhiyallaahu’anhu, Shahihul Jaami’: 5911]
وبالله التوفيق وصلى الله على نبينا محمد وآله وصحبه وسلم