“Barang siapa yang menutup seorang Muslim, maka Allah ﷻ akan menutupnya di dunia dan di Akhirat.”
Dalam riwayat yang lain:
وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ
“Barang siapa menutup dari seorang Muslim.”
Dan dalam hadis ini tidak disebutkan apa yang harus ditutup, Rasulullah ﷺ hanya memberikan secara umum. Dan sebagaimana dalam kaidah:
“Sesuatu Yang Tidak Disebutkan Berarti Memberikan Faidah Keumuman”
Misalnya, jika maf’ul bih tidak disebutkan:
وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ
“Jika seorang Muslim menutup.”
⇒ Menutup apa tidak disebutkan. Berarti memberikan faidah keumuman SELURUH perkara yang seorang Muslim tidak ingin diketahui oleh orang lain, baik aib yang berkaitan dengan badannya, atau aib yang berkaitan dengan kemaksiatan yang mungkin dia lakukan.
Intinya segala perkara yang seorang Muslim tidak ingin diketahui oleh orang lain, maka hendaknya kita menutup aibnya tersebut, jangan kita sebarkan.
“Allah akan menutup aibnya di dunia dan di Akhirat.”
Di dunia, jika dia punya aib, dia akan tertutupi. Kenapa? Karena dia telah menutup aib saudaranya.
Terlebih lagi tatkala di Akhirat, Allah tidak akan mengungkap aibnya di hadapan seluruh manusia.
Karena ada dalam hadis-hadis banyak disebutkan bagaimana seorang pelaku maksiat akan dibongkar aibnya di hadapan manusia (khalayak) pada Hari Kiamat kelak.
Jika seseorang dia menutup aib saudaranya, maka dia akan ditutup aibnya oleh Allah pada Hari Kiamat.
Dan diharapkan jika aibnya ditutup, maka akan diampuni oleh Allah ﷻ. Inilah faidah jika seorang berusaha menutup aib saudaranya, karena dia akan mendapatkan ganjaran yang luar biasa.
Siapa yang tidak punya aib? Kita semua pasti punya aib. Dan kalau Allah berkehendak aib kita dibuka, maka akan terbuka. Mudah saja bagi Allah untuk membuka aib kita.
Masih banyak aib kita yang orang lain tidak tahu, masih banyak maksiat yang kita lakukan tatkala kita bersendirian.
Di antara yang bisa menutup aib kita, kita berdoa:
اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَاتِيْ
“Ya Allah, tutuplah auratku.” [HR Abu Dawud dan Ibnu Majah, lihat Shahih Ibnu Majah 2/332]
Selain itu juga dengan cara menutup aurat saudara kita:
• Jangan kita sebarkan/bongkar rahasianya
• Jangan kita beberkan keburukannya/kekurangannya
• Kita berusaha menutup aibnya.
Namun perlu diingat, Rasulullah ﷺ mengingatkan, bahwasannya tatkala misalnya kita melihat saudara kita terjerumus dalam maksiat, bukan berarti kita menutup auratnya dengan tidak menasihatinya. Tidak!
(Akan tetapi), kita menasihatinya secara empat mata sembunyi-sembunyi.
Dan ini tidak berarti kita membuka aibnya. Ini secara baik-baik, kita berusaha mengingkarinya.
Dan ini berbeda dengan ghibah. Kalau ghibah sebaliknya, yaitu membongkar aib. Kita bongkar aibnya di sana-di sini. Kita ceritakan keburukan-keburukannya, maka Allah akan bongkar aib kita juga.
Kalau kita mengghibahm maka kita akan dighibahi juga oleh orang lain suatu hari. Belum lagi kalau Allah membongkar aib kita di Akhirat kelak. Oleh karenanya, bukan berarti tatkala kita menutup aib kita tidak menasihati, tapi kita menasihati dengan cara yang terbaik.
Namun para ulama mengecualikan jika orang tersebut terkenal melakukan kemungkaran, suka menggangu orang lain, terkenal dengan kerusakan, maka orang seperti ini tidak perlu ditutup aibnya.
Justru kita harus laporkan kepada orang ini. Harus kita beberkan. Harus kita ingatkan umat dari kerusakan orang seperti ini.
Kenapa?
Karena kalau kita tutup aibnya terus maka dia akan terus melakukan kemungkaran dan kerusakan.
Maka orang seperti ini yang berbahaya bagi umat (kaum Muslimin). Maka orang seperti ini hendaknya dibongkar dan dibeberkan aibnya.
Semoga Allah ﷻ membiasakan diri kita untuk menutup aib-aib saudara kita, sehingga Allah akan menutup aib-aib kita di dunia maupun di Akhirat.