بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
#AkidahTauhid
MENGUCAPKAN INSYA ALLAH BUKANLAH KARENA RAGU, AKAN TETAPI SEBAGAI HARAPAN, AGAR ALLAH MEWUJUDKAN KEINGINAN KITA
Dijelaskan Imam Ibnu Taimiyyah dalam Kitabul Iimaan:
“Orang ini mengatakan insya Allah bukan karena ia RAGU akan kehendak dan ambisinya tersebut. Hanya saja, pada perwujudan apa yang dikehendakinya dan di’azzamkannya tersebut, (maka ia menyandarkannya pada kehendak Allah ﷻ). Dia TAKUT apabila TIDAK mengucapkan insya Allah, maka (Allah) akan mengurangi hasratnya, dan (ia pun) tidak berhasil mendapatkan apa yang dikehendakinya.”
Beliau juga berkata:
“…Mengucapkan insya Allah, BUKANLAH karena RAGU tentang apa yang diharapkan atau dikehendaki, akan tetapi sebagai HARAPAN, agar Allah mewujudkan keinginannya tersebut…” [Kitaabul Iimaan, Edisi Indonesia: Al Iimaan, Pustaka Darul Falah]
Lihatlah dalam perkataan ini saja, sudah tercakup DUA UNSUR PENTING DALAM IBADAH: rasa harap dan rasa takut.
Bukankah jika dalam hati kita ketika mengucapkan perkataan ini, dan kuat rasa harap dan takut kita kepada Allah, akan berbuah sebagai amalan saleh yang tinggi nilainya!? (sebesar rasa takut dan harap kita ketika beramal!?)
Demikianlah, SATU UCAPAN orang yang berilmu dan menghadirkan hatinya, SANGAT JAUH dengan ucapan orang yang tidak tahu ilmunya, atau ucapannya orang yang lalai hatinya, meskipun ia tahu ilmunya.
Dibalik ucapan insya Allah pun terkandung tawakkal dan perwujudan keimanan terhadap qadha dan qadar-Nya!
Tidak hanya itu… ucapan insya Allah… juga merupakan perwujudan ilmu kita tentang TAWAKKAL kepada Allah, dan juga perwujudan ilmu kita akan keimanan kita terhadap qadha dan qadarNya!
Syaikhul Islaam berkata tentang firman Allah:
وَلَا تَقُولَنَّ لِشَيْءٍ إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا . إِلَّا أَن يَشَاءَ اللَّهُ
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: ‘Sesungguhnya aku akan pasti mengerjakan ini besok pagi…’ kecuali (dengan menyebut): ‘Insyaa Allah’ (jika Allah menghendaki)…” (al Kahfi 23-24)
إِنِّي فَاعِلٌ ذَٰلِكَ غَدًا
“Aku benar-benar akan mengerjakan yang demikian esok hari…” terkandung makna pengharapan dan pengabaran.
Pengharapannya itu KUAT dan PASTI (ada di hatinya). Adapun jika apa yang diharapkannya tersebut terjadi, maka itu karena Allah menghendakinya (terjadi)…
Dalam permintaannya ini, terkandung permintaan kepada Allah. Sedangkan tentang pengabaran, dia tidak mengabarkan, kecuali apa yang diketahui Allah. Oleh karenanya, siapa YANG MEMASTIKAN tanpa istisnaa’, maka dia seperti orang yang yakin terhadap Allah, namun kemudian Allah mendustakannya.
Maka seorang MUSLIM yang berhasrat akan sesuatu, yang ia sangat ingin dan mengharapkannya tanpa ada keraguan padanya, maka hendaklah ia (tetap) mengucapkan insya Allah, agar apa yang diharapkannya terwujud. Sebab hal tersebut sekali-kali tidak akan terjadi, kecuali dengan kehendak Allah. (Sehingga ucapan istisnaa’ ini) bukan karena keragu-raguan kehendaknya.
PENGGUNAAN YANG BENAR tentang insya Allah, adalah sebagaimana dijelaskan al-Ustadz Firanda Andirja hafizhahullaahu ta’aala dalam tulisan berikut ini:
PENGGUNAAN KATA “INSYAA ALLAH” UNTUK TIGA FUNGSI YANG BENAR DAN SATU FUNGSI YANG SALAH
Penggunaan kata “Insyaa Allah” untuk tiga fungsi yang benar, dan satu fungsi yang salah:
(1) Untuk menekankan sebuah kepastian. Sebagaimana sabda Nabi ﷺ dalam doa ziarah kubur:
“Dan kami insyaa Allah akan menyusul kalian, wahai penghuni kuburan”.
Dan tentunya kita semua pasti meninggal. Demikian juga firman Allah:
“Sesungguhnya kalian pasti akan memasuki Masjdil Haram insyaa Allah, dalam keadaan aman.” [QS Al-Fath: 27]
(2) Untuk menyatakan usaha/kesungguhan, akan tetapi keberhasilan pelaksanaannya di tangan Allah, seperti perkataan kita: “Bulan depan saya akan umroh, insyaa Allah”.
(3) Karena ada keraguan, akan tetapi masih ada keinginan.
(4) Yaitu SALAH penggunaan fungsi: Sebagai senjata untuk melarikan diri atau untuk menolak. Seperti perkataan seseorang tatkala diundang ke sebuah acara, lantas dalam hatinya ia tidak mau hadir, maka ia pun berkata: “Insyaa Allah”.
Atau tatkala diminta bantuan, lantas ia tidak berkenan, maka dengan mudah ia berlindung di balik kata “Insyaa Allah”.
Inilah fenomena yang menyedihkan tatkala perkataan “Insyaa Allah” yang seharusnya untuk menyatakan kesungguhan, malah digunakan untuk menolak [Sumber: https://firanda.com/index.php/artikel/status-facebook/267-penggunaan-kata-qinsyaa-allahq-untuk-3-fungsi-yang-benar-dan-1-fungsi-yang-salah]
Wallahu a’lam.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…