بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيم
MENGGERAKKAN BIBIR KETIKA BERDOA DAN BERZIKIR (MULUT DAN BIBIR TIDAK DIAM)
Ketika selesai shalat fadhu, mungkin kita mendapati beberapa orang yang berzikir setelah shalat. Tangan kanannya aktif menghitung zikir, akan tetapi mulut dan bibirnya diam. Maka ini adalah cara berzikir dan berdoa yang perlu kita luruskan bersama.
Pengertian Dzikrullah
Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata:
وإذا أطلق ذكر الله : شمل كل ما يقرِّب العبدَ إلى الله من عقيدة ، أو فكر ، أو عمل قلبي ، أو عمل بدني ، أو ثناء على الله ، أو تعلم علم نافع وتعليمه ، ونحو ذلك ، فكله ذكر لله تعالى .
“Jika dimutlakkan kata “Dzikrullah”, maka (maksudnya) mencakup segala sesuatu yang bisa mendekatkan diri kepada Allah, berupa akidah, pemikiran, amalan hati, amalan badan, pujian kepada Allah, memelajari ilmu yang bermanfaat dan mengajarkannya dan lain-lain. Maka semua ini adalah Dzikrullah Ta’ala.” [Ar-Riyadhun Nadhrah hal 145]
Perlu diketahui, ulama membagi zikir menjadi dua: zikir lisan dan zikir hati (ada yang menambahkan dengan zikir anggota badan). Sebagaimana perkataan syaikhul Islam Ibnu Taiimiyyah rahimahullah:
النَّاسَ فِي الذِّكْرِ أَرْبَعُ طَبَقَاتٍ : إحْدَاهَا : الذِّكْرُ بِالْقَلْبِ وَاللِّسَانِ وَهُوَ الْمَأْمُورُ بِهِ
“Manusia dalam hal zikir ada empat tingkatan, yang pertama zikir dengan hati dan lisan, maka ini diperintahkan.” [Majmu’ Al-Fatawa 10/556, Majma’ Malik Fahd, 1416 H, Syamilah]
Maka zikir dengan hati bukan yang kita bahas dalam artikel ini, karena yang kita maksud dalam artikel ini adalah zikir lisan. Adapun yang dimaksud dengan zikir hati adalah dengan merenungi dan memikirkan kebesaran Allah, bukan zikir di dalam hati (mbatin). Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata:
وصفة الذِّكر بالقلب : التفكر في آيات الله ، ومحبته ، وتعظيمه ، والإنابة إليه ، والخوف منه ، والتوكل عليه ، وما إلى ذلك من أعمال القلوب .
“Tata cara berzikir dengan hati (zikir hati) adalah merenungi ayat-ayat Allah, mencintai-Nya, mengagungkan-Nya, dan kembali kepada-Nya, takut, tawakal dan lain-lainya berupa amalan hati.” [Tafsir surat Al-Baqarah, 2/167-168]
Berzikir dengan Lisan dengan Menggerakkan Bibir
Allah ta’ala menyebutkan dalam Alquran:
لَا تُحَرِّكْ بِهِ لِسَانَكَ لِتَعْجَلَ بِهِ
“Janganlah kamu gerakkan lidahmu untuk (berzikir/ membaca Alquran) karena hendak cepat-cepat (menguasai)nya .” [QS AL-Qiyamah: 16]
Ibnu Rusyd menukilkan:
عن الإمام مالك رحمه الله أنه سئل عن الذي يقرأ في الصلاة ، لا يُسْمِعُ أحداً ولا نفسَه ، ولا يحرك به لساناً . فقال :
” ليست هذه قراءة ، وإنما القراءة ما حرك له اللسان ” انتهى .
“Imam Malik rahimahullah ditanya mengenai orang yang membaca dalam shalat (termasuk berzikir), suaranya tidak didengar oleh seorang pun, dan tidak juga dirinya, ia tidak menggerakkan lisannya. Maka Imam Malik berkata:
“Ini bukan termasuk membaca (berzikir). Berzikir itu dengan menggerakkan lisan.” [Al-Bayan waat Tahsil 1/491, Darul gharbil Islamiy, cet. II, 1408 H, Syamilah]
Al-Kasani rahimahullah berkata:
القراءة لا تكون إلا بتحريك اللسان بالحروف ، ألا ترى أن المصلي القادر على القراءة إذا لم يحرك لسانه بالحروف لا تجوز صلاته
“Membaca (berzikir) harus dengan menggerakkan lisan (mengucapkan) huruf-huruf. Jika engkau melihat seseorang shalat, ia mampu membaca, akan tetapi ia tidak menggerakkan lisannya (mengucapkan) huruf-huruf, maka tidak sah shalatnya.” [Badhai’us Shana’i 3/55, darul Kutub Al-‘Ilmiyah, cet. II, 1406 H, Syamilah]
Dan Fatwa ulama di zaman ini juga demikian. Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata:
لا بد من تحريك اللسان، ولا بد من صوت، وإلا ما يسمى قارئ، من قرأ في قلبه فقط ما يسمى قارئ، لا بد من شيء عند القراءة والذكر حتى يسمى ذاكراً، ويسمى قارئاً، ولا يكون ذلك إلا باللسان، لا بد من كونه يسمع نفسه، إلا إذا كان به صمم، فهو معذور،
“Berzikir itu harus menggerakan lisan dan harus bersuara, minimal didengar oleh diri sendiri. Orang yang membaca di dalam hati (dalam bahasa Arab) tidak dikatakan Qaari. Orang yang membaca tidak dapat dikatakan sedang berzikir atau sedang membaca Alquran kecuali dengan lisan. Minimal didengar dirinya sendiri. Kecuali jika ia bisu, maka ini ditoleransi.” [Sumber: http://www.ibnbaz.org.sa/mat/104]
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkata:
” القراءة لابد أن تكون باللسان ، فإذا قرأ الإنسان بقلبه في الصلاة فإن ذلك لا يجزئه ، وكذلك أيضاً سائر الأذكار ، لا تجزئ بالقلب ، بل لابد أن يحرك الإنسان بها لسانه وشفتيه ؛ لأنها أقوال ، ولا تتحقق إلا بتحريك اللسان والشفتين ” انتهى .
“Qira’ah itu harus dengan lisan. Jika seseorang membaca bacaan-bacaan shalat dengan hati saja, ini tidak dibolehkan. Demikian juga bacaan-bacaan yang lain, tidak boleh hanya dengan hati. Namun harus menggerakan lisan dan bibirnya, barulah disebut sebagai aqwal (perkataan). Dan tidak dapat dikatakan aqwal, jika tanpa lisan dan bergeraknya bibir.” [Majmu’ Fatawa Ibnu ‘Utsaimin, 13/156]
Wa shallallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi ajma’in. Walamdulillahi robbil ‘alamin.
Penyusun: Raehanul Bahraen
[Artikel www.muslimafiyah.com]
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…