بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
#Fatwa_Ulama
MENGENANG BUAH PAHIT PERISTIWA DEMONSTRASI DAN AKSI REFORMASI TAHUN 1998 AGAR MENJADI PELAJARAN BERHARGA BAGI MEREKA YANG GEMAR BERDEMONSTRASI
(Renungan Bermakna sebelum 4 November 2016 M)
Penulis Al-Ustadz Abdul Qodir Abu Fa’izah, Lc hafizhahullah
Yakin banyak di antara kita yang masih mengingat peristiwa besar yang terjadi pada 1998 M yang silam. Peristiwa itu dikenal dengan “GERAKAN REFORMASI” atau”GERAKAN MAHASISWA INDONESIA 1998″ yang melibatkan ribuan mahasiswa dan beberapa elemen masyarakat di berbagai daerah. Tak luput dalam aksi dan gerakan demonstrasi tersebut beberapa elemen dari berbagai ormas dan organisasi yang memiliki kepentingan yang sama dalam melengserkan Bapak Presiden Soeharto -rahimahullah- pada saat itu.
Gerakan Reformasi masa itu diwarnai berbagai macam kerusuhan dan kekacauan di mana-mana, dan muncul berbagai macam kerusakan dan ketimpangan dalam berbagai sektor akibat dan dampak buruk Gerakan Reformasi kala itu.
Di sana-sini terjadi kericuhan, kegaduhan, penjarahan, kezoliman dan pembunuhan akibat aksi berdosa itu. Demonstrasi demi demonstrasi pun terus dilancarkan oleh berbagai pihak baik yang ber-KTP Muslim, maupun kafir dengan berbagai warna dan sukunya.
Berbagai dampak negatif dan kerusakan dari Gerakan Reformasi 1998 pun terus dirasakan oleh masyarakat Indonesia, baik pemerintah, maupun rakyat. Walaupun sudah terjadi delapan belas tahun silam, dampak buruk tersebut masih kita rasakan sampai saat ini.
Aksi demonstrasi yang diusung oleh para pejuang reformasi banyak melahirkan kerusakan, sehingga iklim politik menjadi semrawut dan amburadul, karena banyak yang menyalah artikan makna kebebasan yang mereka serukan.
Kebebasan dalam menyampaikan pendapat semakin tidak beretika. Banyak demonstran dalam aksinya menyampaikan aspirasi justru berujung pada kerusuhan, perkelahian dan mencaci maki pemerintah yang semestinya dihormati, dan diluruskan dengan dengan cara-cara yang bertetika, bukan dengan cara-cara anarkis.
Di dalam aksi itu banyak perbuatan amoral yang muncul dari para demonstran, mulai dari bakar ban, melempar orang atau fasilitas umum, melawan aparat, menjelek-jelekkan pemerintah yang berkuasa dengan berbagai macam celaan pedas yang menurunkan wibawa mereka, dan lainnya.
Sekarang buah apa yang dipetik oleh masyarakat dan pemerintah dari GERAKAN REFORMASI itu?! Kita semua telah merasakan pahitnya.
Dengan gerakan reformasi itu, banyak pihak yang menungganginya demi kepentingan golongan dan keyakinannya.
Dengan reformasi, mereka menyuarakan kebebasan dengan sebebas-bebasnya, sehingga terbukalah semua pintu keburukan, bagaikan badai Tornado yang tak terbendung.
Kini, Anda menyaksikan sendiri berbagai badai problema menghantam negeri ini dan merugikan masyarakatnya, dan terkhusus kaum Muslimin. Kini terbukalah pintu KOMUNIS, yang memanfaatkan isu kebencian kepada mendiang Presiden Republik Indonesia yang kedua, Bapak Soeharto -rahimahullah- .
Selanjutnya, mereka (kaum komunis) memutarbalikkan fakta, bahwa kaum komunislah yang teraniaya pada masa lalu.
Padahal sejarah telah membuktikan melalui tulisan dari para sejarawan yang merupakan saksi hidup dan pengakuan korban kebengisan PKI (Partai Komunis Indonesia) pada masa itu, saat mereka berusaha menguasai negeri Indonesia yang mayoritas Muslim ini.[1]
Alhamdulillan, berkat pertolongan Allah dan usaha para pahlawan kita, maka makar dan kejahatan mereka dapat dilumpuhkan.
Dampak buruk lainnya dari gerakan reformasi, bermunculannya agama dan budaya sesat yang dahulu tidak mendapatkan pengakuan resmi di negeri ini, kini mendapatkan tempat dan dan pengakuan yang semakin membuka pintu kesesatan bagi masyarakat Nusantara.
Dari realita pahit yang terpetik dari hasil aksi demonstrasi dan reformasi 1998 M tersebut, kami ingatkan kepada para demonstran yang akan berangkat berdemo pada tanggal 4 November 2016 M,
“Wahai saudara-saudaraku, sayangilah diri dan bangsa kalian yang terdiri dari mayoritas Muslim. Jauhilah demonstrasi dan hentikanlah langkahmu. Ketahuilah bahwa demonstrasi bukan dari Islam. Bahkan ia adalah alat perusak bangsa dan agama, yang kita tahu bahwa yang pertama kali melakukannya adalah para pejuang demokrasi yang berjalan bukan di atas bimbingan syariat Allah.
Jika kalian menganggap bahwa demonstrasi adalah PERJUANGAN alias JIHAD fi sabilillah, maka ketahuilah bahwa itu BUKAN cara yang diajarkan dalam agama kita.
Taruhlah niat Anda baik, ingin membela Islam dari kaum penista agama. Tapi niat yang baik dan ikhlash tidaklah cukup untuk membenarkan suatu perbuatan, jika CARA dan KAIfiatnya salah, tidak mencocoki petunjuk Allah dan Rasulullah ﷺ.
Oleh karena itu, Sahabat mulia Abdullah bin Mas’ud -radhiyallahu anhu- berkata:
وَكَمْ مِنْ مُرِيْدٍ لِلْخَيْرِ لَنْ يُصِيْبَهُ
“Alangkah banyaknya orang yang menginginkan kebaikan, tapi ia tak sempat meraihnya”. [HR. Ad-Darimiy dalam Sunan-nya (1/68-69), dan Bahsyal dalam Tarikh Wasith (hal. 198). Hadis ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Ash-Shohihah (no. 2005)]
Kenapa demikian?! Karena tidak mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Jadi, niat yang baik TIDAKLAH cukup dalam membenarkan suatu perbuatan, jika TIDAK dibarengi dengan ittiba’ (keteladanan) terhadap sunnah (petunjuk) Nabi ﷺ.
Demonstrasi yang dilakoni oleh masyarakat selama ini, walaupun niatnya baik, tapi caranya tidak benar dan tidak sesuai petunjuk Nabi ﷺ.
Sebab itu merupakan jalan orang-orang kafir dari kalangan pejuang-pejuang asas demokrasi yang batil dalam menuangkan aspirasi mereka.
Aksi demonstrasi seringkali disusupi oleh kaum kafir dalam menambah kerunyaman masalah bagi kaum Muslimin dan memerjuangkan kesesatan dan kebatilan mereka, seperti yang telah kami paparkan dalam contoh kasus kaum komunis-PKI yang memanfaatkan GERAKAN REFORMASI 1998 M.
“Seorang yang cerdik tidak akan mau jatuh dalam lubang yang sama.”
Selain itu, demonstrasi juga merupakan jalan para pemberontak dari kalangan sekte sesat KHAWARIJ saat ingin menasihati pemerintah Muslim yang berkuasa, BUKAN jalannya Nabi ﷺ dan para sahabatnya. Jalan Islam adalah menasihati pemerintah Muslim secara rahasia melalui para ulama dan pejabat yang dekat dengan pemimpin negara. Merekalah yang mendatangi, menyurati, dan menghubungi pemimpin negara, bukan setiap orang berhak berbicara dan menasihati pemerintah Muslim di depan publik secara terang-terangan. Itu BUKAN cara rahmat!!
Jadi, DEMONSTRASI ADALAH JALAN DAKWAHNYA KAUM KHAWARIJ. Lantaran itu, para ulama kita dari kalangan Ahlus Sunnah telah lama memberikan pengingkaran kepada aksi demonstrasi, karena ia membawa kepada berbagai perusakan dan petaka bagi manusia dan kaum Muslimin di atas muka bumi ini.
Para demonstran yang terlibat, ibaratnya seperti yang dinyatakan oleh Allah –Azza wa Jalla- dalam firman-Nya:
وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ لَا تُفْسِدُوا فِي الْأَرْضِ قَالُوا إِنَّمَا نَحْنُ مُصْلِحُونَ (11) أَلَا إِنَّهُمْ هُمُ الْمُفْسِدُونَ وَلَكِنْ لَا يَشْعُرُونَ (12) [البقرة : 11 ، 12]
“Dan bila dikatakan kepada mereka:”Janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi”, maka mereka menjawab, “Sesungguhnya kami orang-orang yang mengadakan perbaikan”. Ingatlah, sesungguhnya mereka itulah orang-orang yang membuat KERUSAKAN, tetapi mereka tidak sadar”. (QS. Al-Baqoroh: 2-3)
Kerusakan apa yang ditimbulkan oleh demonstrasi?! Banyak kerusakan yang timbul darinya, seperti mandegnya sebagian aktivitas, baik yang berkaitan dengan pendidikan, ekonomi, politik, dakwah, dan lainnya. Jika kita mau menghitung berapa kerugian masyarakat dalam sehari dengan adanya kegiatan demo, maka terlalu banyak, dan susah diperkirakan.
Namun kerusakan demonstrasi yang paling besar adalah rusaknya wibawa pemerintah, bencinya masyarakat kepada mereka sehingga bermuara kepada PEMBERONTAKAN, melanggar kehormatan, merusak harta benda, pembunuhan, merusak citra Islam, dan melahirkan kekacauan di dalam negeri kaum Muslimin.
Melakukan demo merupakan bentuk pemberontakan non-senjata yang akan mengantarkan kepada pemberontakan bersenjata, dan fisik.
Demo bukanlah perkara remeh, yang setiap orang boleh berijtihad di dalamnya! Sebab, ia merupakan bentuk Khuruj Ala Hukkamil Muslimin (Pemberontakan kepada penguasa kaum Muslimin).
Sedang memberontak kepada penguasa Muslim adalah perkara yang menyelisihi aqidah dan manhaj (pedoman hidup) para sahabat.
Pemberontakan sekecil apapun itu terlarang; walaupun menghasung orang dengan ucapan dalam menjelekkan dan melawan pemerintahnya!!
Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- berkata saat menjelaskan hadis Dzul Khuwaisiroh yang mengoreksi Nabi ﷺdi depan publik:
“Ini merupakan dalil terbesar, bahwa pemberontakan terhadap pemerintah (Khuruj Alal Hukkam, -pen.) bisa dengan senjata, ucapan dan komentar. Maksudnya, orang ini (Dzul Khuwaisiroh) tidak mengambil senjata melawan Rasulullah ﷺ, tapi orang itu hanya mengingkari Nabi ﷺ.
Adapun sesuatu yang disebutkan dalam sebagian kitab-kitab Ahlus Sunnah, bahwa pemberontakan melawan pemerintah adalah pemberontakan dengan menggunakan senjata, maka yang mereka maksudkan dengan hal itu adalah pemberontakan akhir lagi terbesar, sebagaimana halnya Nabi ﷺ menyebutkan bahwa zina bisa mata, telinga, kaki. Tapi zina terbesar, yang merupakan zina pada hakikatnya, adalah zina farji. Ungkapan seperti ini dari sebagian ulama’, inilah maksud mereka.
Kita tahu betul -berdasarkan konsekuensi tabiat suatu kondisi-, bahwa tak mungkin ada pemberontakan bersenjata, kecuali didahului oleh pemberontakan dengan menggunakan lisan, dan ucapan. Manusia tak mungkin akan mengambil senjata untuk memerangi pemerintah, tanpa ada sesuatu yang memancing emosi mereka. Pasti di sana ada sesuatu yang memancing emosi mereka, yaitu ucapan. Jadi, pemberontakan melawan pemerintah dengan menggunakan ucapan merupakan pemberontakan pada hakikatnya, yang telah ditunjukkan oleh Sunnah dan Waqi’ (realita). Adapun Sunnah, maka Anda telah mengetahuinya. Adapun realita, maka sesungguhnya kita telah tahu dengan yakin, bahwa pemberontakan bersenjata adalah cabang (akibat) dari pemberontakan lisan dan ucapan. Karena manusia tak akan memberontak melawan pemerintahnya, karena hanya sekedar ada yang bilang, “Ayo jalan, ambil pedang”. Mesti di sana ada pengantar dan pembukaan berupa celaan kepada pemerintah, dan menutupi kebaikan-kebaikan mereka. Kemudian hati pun dipenuhi dengan perasaan marah, dan dendam. Ketika itulah terjadi bala’ (yakni, pemberontakan fisik)”. [Lihat Fatawa Al-Ulama’ Al-Akabir fi ma Uhdiro min Dima’ fil Jaza’ir (hal. 95-96)]
Menasihati dan mengingkari kemungkaran pemerintah Muslim, BUKANLAH dengan cara terang-terangan dan kasar melalui aksi demonstrasi. Tapi memberikan nasihat kepada mereka harus rahasia (empat mata saja).
Nasihat kepada mereka jangan diekpos dan disebar ke masyarakat lewat media dan mimbar-mimbar.
Inilah yang diajarkan oleh Nabi ﷺ dalam sabdanya:
مَنْ َأَرَادَ أَنْ يَنْصَحَ لِسُلْطَانٍ بِأَمْرٍ فَلا َيُبْدِ لَهُ عَلاَنِيَةً وَلَكِنْ لِيَأْخُذْ بِيَدِهِ فَيَخْلُوْ بِهِ فَإِنْ قَبِلَ مِنْهُ فََذَاكَ وَإِلاَّ كَانَ قَدْ أَدَّى اَلَّذِيْ عَلَيْهِ لَهُ.
“Barang siapa ingin menasihati penguasa dalam suatu perkara, maka janganlah ia menampakkan secara terang terangan. Akan tetapi hendaknya ia ia mengambil tangannya, agar ia bisa berduaan. Jika ia terima, maka itulah yamg diharap. Jika tidak, maka sungguh ia telah menunaikan tugas yan ada pada pundaknya”. [HR Ahmad dalam Al-Musnad (3/403-404) dan Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (1096, 1097, 1098). Hadis ini di-shohih-kan oleh Syaikh Al-Albaniy dalam Zhilal Al-Jannah (hal. 514)]
Ibnu An-Nuhhas Asy-Syafi’iy -rahimahullah-berkata: “Seseorang yang menasihati penguasa, hendaknya memilih pembicaraan empat mata bersama penguasa, dibandingkan berbicara bersamanya di depan publik, bahkan diharapkan (adanya kebaikan), andaikan ia berbicara dengan penguasa secara sirr (rahasia), dan menasihatinya secara tersembunyi, tanpa pihak ketiga.” [Lihat Tanbih Al- Ghofilin (hal. 64)]
Selain itu, nasihat yang kita berikan adalah nasihat yang lembut, bukan celaan dan ucapan kasar. Sebab pemerintah adalah manusia biasa seperti kita, tak ingin dimarahi dan direndahkan martabatnya.
Allah -Azza wa Jalla- berfirman saat memberikan petuah kepada dua orang nabi-Nya, ketika keduanya hendak menasihati manusia yang paling kafir dan zhalim di zamannya:
اذْهَبْ أَنْتَ وَأَخُوكَ بِآيَاتِي وَلَا تَنِيَا فِي ذِكْرِي (42) اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى (43) فَقُولَا لَهُ قَوْلًا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى (44) [طه : 42 – 45]
“Pergilah kamu (Musa) beserta saudaramu (Harun) dengan membawa ayat-ayat-Ku, dan janganlah kamu berdua lalai dalam mengingat-Ku. Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun. Sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut”. (QS. Thaahaa : 42-44)
Al-Imam Ibnu Katsir Ad-Dimasyqiy -rahimahullah- berkata saat menafsiri ayat ini:
“Inti dari komentar para ulama kita, bahwa dakwah Nabi Musa dan Nabi Harus kepada Fir’aun adalah dengan kelemahlembutan, dekat, lagi mudah, agar lebih mengena, mendalam dan manjur bagi hati”. [Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-Azhim (5/295) oleh Ibnu Katsir, tahqiq Sami Salamah]
Orang-orang yang melakukan aksi demo telah membuka aib para penguasa. Ini tiada lain kecuali penghinaan dan perendahan kepada para penguasa, yang dapat mendatangkan kemurkaan Allah.
Nabi ﷺ bersabda:
من أجل سلطان الله أجله الله يوم القيامة
“Barang siapa yang memuliakan penguasa Allah, niscaya Allah akan memuliakannya pada Hari Kiamat”. [HR. Ibnu Abi Ashim dalam As-Sunnah (no. 1025). Hadis di-hasan-kan oleh Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albaniy dalam Silsilah Al-Ahadis Ash-Shohihah (no. 2297)]
Hadis ini menjelaskan kepada kita, bahwa memuliakan pemerintah Muslim, walaupun ia banyak melakukan maksiat, baik itu berupa korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta kezholiman, selama ia Muslim, maka kita wajib memuliakan mereka dan menghormatinya.
Barang siapa yang merendahkan mereka, maka Allah akan merendahkannya pada Hari Kiamat, sebagai balasan atas kejelekannya dalam bermuamalah dengan seorang pemerintah Muslim.
Di sebagian negeri-negeri Islam, ada yang berkilah dalam mendurhakai pemerintah Muslim, bahwa pemerintah kami menerapkan sistem yang tidak Islamiy sehingga kami tak mau taat dan membai’atnya.
Pernyataan seperti ini adalah KELIRU, sebab jika seorang pemimpin Muslim berkuasa dengan cara tak syar’iy, (seperti berkuasa melalui pemberontakan, kudeta, demokrasi, dan lainnya), maka seorang wajib membai’atnya, dan mengakuinya sebagai pemimpin yang harus ditaati dan dimuliakan!! Adapun kesalahannya, maka dinasihati dengan cara syar’i: lembut, sopan dan rahasia, bukan diekspos!!
Oleh karena itu, Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin -rahimahullah- ketika ditanya tentang pemerintah Al-Jaza’ir yang menerapkan sistem demokrasi, maka beliau menjelaskan, bahwa mereka (para pemimpin Muslim Al-Jaza’ir) memiliki hak untuk dibai’at oleh rakyat Al-Jaza’ir.
Andaikan mereka bukan pemimpin dan pemerintah yang sah, maka tentu Syaikh akan menyatakan bahwa tak ada bai’at bagi mereka.
Dengar dialog berikut ini yang terjadi antara Syaikh Muhammad bin Sholih Al-Utsaimin dengan para penanya dari kalangan orang-orang Al-Jaza’ir:
Penanya: Hubungannya dengan pemerintah Al-Jaza’ir –wahai Syaikh-, sekarang para pemuda (yakni, anggota FIS) yang telah keluar dari penjara. Kebanyakan di antara mereka masih ada pada mereka sedikit perasaan dendam, sehingga walaupun mereka telah keluar dari penjara, dan telah dimaafkan, tapi mereka senantiasa berbicara masalah takfir (pengkafiran, dan masalah pengkafiran pemerintah dengan main tunjuk, dan bahwa Pemimpin (pemerintah) yang ada di Al-Jaza’ir adalah pemimpin kafir, dan tak ada bai’at baginya, tak perlu didengar dan ditaati, baik dalam perkara ma’ruf maupun mungkar, karena mereka (pemuda FIS) ) telah mengkafirkan pemimpin, dan menganggap Al-Jaza’ir sebagai negara kafir.
Syaikh: Negara Kafir?
Penanya: Betul, negara kafir, wahai Syaikh! Karena mereka (pemuda FIS) berkata: “Sesungguhnya undang-undang yang ada di Al-Jaza’ir adalah undang-undang Barat, bukan undang-undang Islam”. Pertama, apa nasihat Anda kepada para pemuda tersebut? Apakah ada bai’at bagi pemerintah Al-Jaza’ir? Dan perlu diketahui –wahai Syaikh-, bahwa pemimpin itu biasa melakukan umrah, dan menampakkan syi’ar-syi’ar Islam.
Syaikh: Dia sholat atau tidak?
Penanya: Dia sholat, wahai Syaikh!
Syaikh: Kalau begitu, ia (pemimpin) itu Muslim.
Penanya: Dia datang kesini (Saudi), dan berumrah sekitar 20 hari atau sebulan. Dia pernah di Kerajaan Saudi Arabia.
Syaikh: Selama ia masih sholat, maka ia adalah Muslim, tak boleh dikafirkan. Oleh karena ini, Nabi ﷺ tatkala ditanya tentang pemberontakan melawan pemerintah, maka beliau ﷺ bersabda:
لاَ مَا صَلَّوْا
“Jangan, selama ia masih sholat”. [HR. Muslim dalam Kitab Al-Imaroh (62)]
TIDAK BOLEH memberontak melawan pemimpin itu, TAK BOLEH MENGAFIRKANNYA!! Barang siapa yang mengafirkannya, maka dia (yang mengafirkannya) dengan perbuatannya ini, menginginkan masalah kembali dari nol. Baginya ada bai’at, dia adalah pemimpin yang syar’iy”. [Lihat Fatawa Al-Ulama’ Al-Akabir fi maa Uhdiro min Dima’ fil Jaza’ir (hal. 173-175) karya Syaikh Abdul Malik Romadhoni Al-Jaza’iri, cet. Maktabah Al-Asholah Al-Atsariyyah, 1422 H].
Terakhir, kami nasihatkan kepada saudara-saudaraku yang diberi anugerah ilmu agama, bertakwalah kalian kepada Allah. Tuntunlah mereka kepada jalan-jalan kebaikan yang diajarkan dalam Al-Kitab dan As-Sunnah, dan jangan kalian mengarahkan mereka kepada jalan-jalan keburukan (termasuk demo), lalu akhirnya kalian menjerumuskan mereka kepada kebinasaan, dan kalian pun bersama mereka menjadi sebab banyaknya muncul musibah yang menimpa umat ini.
Catatan Kaki:
[1] Kini, PKI berusaha menunggangi REFORMASI 1988 untuk menyebarkan agama kekafirannya.
Dampak buruk PKI dan usaha-usaha mereka dalam menunggangi REFORMASI, dapat anda cermati dalam beberapa poin:
YKPPI 65/66 dimana-mana selalu mengkampanyekan bahwa PKI adalah ”KORBAN KEJAHATAN” bukan ”PELAKU KEJAHATAN”, sekaligus memutar-balikkan fakta dan memanipulasi data serta melemparkan semua kesalahan kepada ”ORDE BARU”.
Poin-poin ini gencar diperjuangkan dan dilakukan oleh PKI dan pendukungnya, pasca REFORMASI 1998, sehingga patut dicurigai jangan-jangan reformasi 1998 tidak lain dan tidak bukan adalah REFORMASI PKI yang ditujukan untuk BALAS DENDAM, bukan hanya kepada Rezim Orde Baru, tapi juga kepada para ulama, tokoh dan masyarakat Islam, yang telah ikut andil menghancur-leburkan PKI di tahun 1965. Wallaahu A’lam.
Sumber: https://abufaizah75.blogspot.co.id/2016/11/mengenang-buah-pahit-peristiwa.html?m=1
Artikel Terkait:
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…