MENENTUKAN MULAINYA RAMADAN ADALAH DENGAN RUKYAH HILAL, BUKAN DENGAN HISAB
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
MENENTUKAN MULAINYA RAMADAN ADALAH DENGAN RUKYAH HILAL, BUKAN DENGAN HISAB
Perlu diketahui bersama, bahwasanya mengenal hilal adalah BUKAN dengan cara hisab. Namun yang lebih tepat dan sesuai dengan petunjuk Nabi ﷺ dalam mengenal hilal adalah dengan rukyah (yaitu melihat bulan langsung dengan mata telanjang). Karena Nabi kita ﷺ yang menjadi contoh dalam kita beragama telah bersabda:
”Sesungguhnya kami adalah umat ummiyah. Kami tidak mengenal kitabah (tulis-menulis) dan tidak pula mengenal hisab. Bulan itu seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 29) dan seperti ini (beliau berisyarat dengan bilangan 30).” [HR. Bukhari no. 1913 dan Muslim no. 1080, dari ‘Abdullah bin ‘Umar]
Maksud kitabah seperti tersebut di atas, dulu kitabah (tulis-menulis) amatlah jarang ditemukan. [Lihat Fathul Bari, 4/127]. Sedangkan yang dimaksud hisab di sini adalah hisab dalam ilmu nujum (perbintangan) dan ilmu tas-yir (astronomi). [Lihat Fathul Bari, 4/127]
Jadi menentukan awal Ramadan dilakukan dengan salah satu dari dua cara berikut:
• Melihat hilal Ramadan
• Menggenapkan bulan Syaban menjadi 30 hari.
Dasar dari hal ini adalah firman Allah ﷻ:
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
”Karena itu, barang siapa di antara kamu menyaksikan (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan tersebut.” [QS. Al Baqarah: 185]
”Apabila bulan telah masuk kedua puluh sembilan malam (dari bulan Syaban, pen), maka janganlah kalian berpuasa hingga melihat hilal. Dan apabila mendung, sempurnakanlah bulan Syaban menjadi tiga puluh hari.” [HR. Bukhari no. 1907 dan Muslim no. 1080, dari ‘Abdullah bin ‘Umar]
Menurut Mayoritas Ulama, jika seorang yang ‘adl (saleh) dan terpercaya melihat hilal Ramadan, beritanya diterima. Dalilnya adalah hadis Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma:
تَرَاءَى النَّاسُ الْهِلاَلَ فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- أَنِّى رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ
“Orang-orang berusaha untuk melihat hilal, kemudian aku beritahukan kepada Rasulullah ﷺ bahwa aku telah melihatnya. Kemudian beliau berpuasa dan memerintahkan orang-orang agar berpuasa.” [HR. Abu Daud no. 2342. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih]
Sedangkan untuk hilal Syawal mesti dengan dua orang saksi. Inilah pendapat Mayoritas Ulama berdasarkan hadis:
“Berpuasalah kalian karena melihatnya, berbukalah kalian karena melihatnya dan sembelihlah kurban karena melihatnya pula. Jika -hilal- itu tertutup dari pandangan kalian, sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari. Jika ada dua orang saksi, berpuasa dan berbukalah kalian.” [HR. An Nasai no. 2116. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini shahih]
Dalam hadis ini dipersyaratkan dua orang saksi ketika melihat hilal Ramadan dan Syawal. Namun untuk hilal Ramadan cukup dengan satu saksi karena hadis ini dikhususkan dengan hadis Ibnu ‘Umar yang telah lewat. [Lihat Shahih Fiqh Sunnah, 2/ 92]