Imam Nawawi rahimahullah mengatakan, bahwa aurat itu berarti kurang, aib dan jelek. Beliau menyatakan pula, bahwa aurat itu wajib ditutupi dari pandangan manusia dan ini adalah Ijma’ (kata sepakat ulama) [Al Majmu’, 3: 119].
Batasan Aurat Sesama Laki-Laki
Pendapat terkuat dalam hal ini adalah pendapat yang menyatakan, bahwa batasan aurat antara sesama lelaki, baik dengan kerabat atau orang lain, adalah antara pusar hingga lutut. Artinya pusar dan lutut sendiri bukanlah aurat. Demikian pendapat Jumhur (Mayoritas) Ulama. Dalil dari hal ini adalah sabda Nabi ﷺ:
“Karena di antara pusar sampai lutut adalah aurat.” [HR. Ahmad 2/187, Al Baihaqi 2/229. Syaikh Syu’aib Al Arnauth menyatakan sanad hadis ini Hasan]
Apa saja yang boleh dilihat oleh laki-laki sesama lelaki, maka itu boleh disentuh.
Jika kita sudah mengetahui manakah aurat laki-laki, ada satu hal yang harus kita ingat tentang tersebarnya kekeliruan di tengah masyarakat mengenai aurat laki-laki ini. Yaitu seringkalinya kita melihat para pria buka-bukaan aurat, baik paha yang disingkap –seperti ketika main bola– atau sengaja menyingkap bagian aurat lainnya –mungkin saja ketika renang– dengan hanya memakai –maaf- ‘celana dalam’. Ini sungguh kekeliruan.
Dari Abu Sa’id Al Khudri, Rasulullah ﷺ bersabda:
“Seorang laki-laki janganlah melihat aurat laki-laki lainnya. Begitu pula seorang wanita janganlah melihat aurat wanita lainnya.” [HR. Muslim no. 338]
Artinya, orang yang sengaja buka aurat telah bermaksiat. Aurat sesama pria tentu saja tidak boleh dilihat, lantas bagaimanakah dengan menonton pertandingan bola yang jelas sekarang ini sering menampakkan paha, karena celana yang digunakan begitu pendek?!
Nasihat ini sebenarnya untuk semua yang sering menampakkan auratnya di hadapan yang lainnya, bukan hanya untuk penggemar bola dan renang saja.