Ada yang mengatakan bahwa apabila si makmum ketinggalan al-Fatihahnya imam (fatihah jahr) meskipun ketinggalan Basmalahnya saja, maka si makmum tidak mendapat rakaatnya, dan harus menyempurnakannya setelah imam salam. Mohon penjelasannya.
Jawaban:
Pendapat yang dikuatkan oleh Imam Syaukani rahimahullah dalam Nailul Authar, bahwa makmum itu harus mendapatkan imam membaca al-Fatihah secara lengkap. Pendapat ini beliau rahimahullah simpulkan berdasarkan sabda Rasulullah ﷺ:
Tidak sempurna salat seseorang yang tidak membaca al-Fatihah.
Menurut para ulama, hukum membaca al-Fatihah ini berbeda-beda sesuai dengan perbedaan jenis salat dan kondisi ketika saudara mendirikan:
1. Jika saudara mendirikan salat sirriyah (salat yang bacaannya al-Fatihah dan suratnya tidak dikeraskan) atau salat sendirian tidak berjamaah, maka ulama sepakat, bahwa bacaan al-Fatihah adalah wajib, bahkan rukun salat, setiap orang wajib membacanya.
2. Jika saudara mendirikan salat jahriyyah (salat yang bacaannya al-Fatihah dan suratnya dikeraskan) dan saudara sebagai makmum, maka para ulama berselisih pendapat, apakah makmum yang mendengar bacaan Imam wajib membaca al-Fatihah? Dan dalam masalah ini, pedapat yang lebih kuat menurut hemat penulis ialah makmum tetap berkewajiban membaca al-Fatihah. Saudara bisa membacanya seusai bacaan imam, atau disela-sela bacaan imam.
3. Bila saudara salat berjamaah namun saudara bergabung ke jamaah di tengah-tengah salat alias masbuk, maka selama saudara mampu menyelesaikan bacaan al-Fatihah, maka saudara wajib membacanya hingga selesai. Namun bila saudara tidak mampu menyelesaikannya karena imam telah mulai rukuk, maka saudara harus segera mengikuti imam yaitu rukuk bersamanya, dan menghentikan bacaan saudara.
Pada kondisi semacam ini para ulama bersilang pendapat, apakah saudara dianggap mendapatkan hitungan satu rakaat atau tidak mendapatkannya, karena saudara rukuk sebelum menyelesaikan bacaan al-Fatihah.
Pendapat yang lebih kuat dalam hal ini ialah yang menyatakan, bahwa saudara telah dianggap mendapatkan satu rakaat.
Hal ini berdasarkan hadis sahabat Abu Bakrah yang mendapatkan Nabi ﷺ sedang rukuk, maka beliau bergegas rukuk sambil berjalan bergabung ke shaf barisan salat guna mengikuti gerakan Nabi ﷺ. Pada kisah ini Nabi ﷺ tidak memerintahkan sahabat Abu Bakrah untuk mengulang rakaat yang beliau tertinggal, namun beliau ﷺ hanya mengingatkan sahabat Abu Bakrah agar tidak mengulangi sikapnya rukuk di belakang shaf lalu berjalan menuju ke shaf.
Beliau ﷺ bersabda:
زادك اللّهُ حرصاًولاتَعُدْ
“Semoga engkau bertambah rajin dan janganlah engkau mengulanginya lagi.” [al-Bukhari]
Dengan demikian dapat dipahami, bahwa jamaah yang mendapatkan imamnya sedang membaca surat, tentu lebih pantas untuk dianggap telah mendapatkan rakaat tersebut.
Barang siapa memiliki imam, maka bacaan imamnya adalah bacaannya [HR. Ibnu Majah dan lainnya]
Sebagaimana beliau ﷺ juga bersabda:
الإِمَامُ ضَامِنٌ وَالْمُؤَذِّنُ مُؤْتَمِنٌ
Imam itu menanggung, sedangkan muadzin itu adalah orang yang mendapatkan amanah (untuk menentukan waktu salat). [Abu daud dan lainnya]
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XVII/1434H/2013. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]