Dari al-Miqdam radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda:
“Tidaklah seorang (hamba) memakan makanan yang lebih baik dari apa yang ia makan, yang berasal dari hasil usaha tangannya (sendiri). Dan sungguh Nabi Dawud ‘alaihissalam makan dari hasil usaha tangannya (sendiri).” [HSR al-Bukhari (no. 1966)]
Hadis yang agung ini menunjukkan keutamaan bekerja mencari nafkah yang halal, dan berusaha memenuhi kebutuhan diri dan keluarga dengan usaha sendiri. Bahkan ini termasuk sifat-sifat yang dimiliki oleh para nabi ‘alaihimussalam dan orang-orang yang saleh. Dalam hadis lain Rasulullah ﷺ bersabda: “Nabi Zakariya ‘alaihissalam adalah seorang tukang kayu.” [HSR Muslim (no. 2379)]
Beberapa faidah penting dari hadis di atas:
• Termasuk sifat mulia yang dimiliki oleh para nabi ‘alaihimussalam dan orang-orang yang saleh adalah mencari nafkah yang halal dengan usaha mereka sendiri, dan ini tidak melalaikan mereka dari amal saleh lainnya, seperti berdakwah di jalan Allah taala dan memuntut ilmu agama.
• Usaha yang halal dalam mencari rezeki tidak bertentangan dengan sifat zuhud, selama usaha tersebut tidak melalaikan manusia dari mengingat Allah taala. Allah ﷻ berfirman memuji hamba-hamba-Nya yang saleh:
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan, dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, mendirikan salat, dan menunaikan zakat. Mereka takut pada Hari (Pembalasan) yang (pada saat itu) hati dan penglihatan menjadi goncang.” [QS an-Nuur:37]
• Imam Ibnu Katsir berkata:
“Mereka adalah orang-orang yang tidak disibukkan/dilalaikan oleh harta benda dan perhiasan dunia, serta kesenangan berjual-beli (berbisnis) dan meraih keuntungan (besar), dari mengingat (beribadah) kepada Rabb mereka (Allah taala) Yang Maha Menciptakan dan Melimpahkan rezeki kepada mereka. Dan mereka adalah orang-orang yang mengetahui (meyakini) bahwa (balasan kebaikan) di sisi Allah taala adalah lebih baik dan lebih utama daripada harta benda yang ada di tangan mereka. Karena apa yang ada di tangan mereka akan habis/musnah, sedangkan balasan di sisi Allah adalah kekal abadi.” [Kitab “Tafsir Ibnu Katsir” (3/390)].
• Bekerja dengan usaha yang halal meskipun dipandang hina oleh manusia, lebih baik dan mulia daripada meminta-minta dan menjadi beban bagi orang lain [Lihat kitab “Bahjatun Naazhiriin” (1/598)]. Rasulullah ﷺ bersabda: “Sungguh jika salah seorang dari kalian mengambil tali, lalu pergi ke gunung (untuk mencari kayu bakar), kemudian dia pulang dengan memikul seikat kayu bakar di punggungnya lalu dijual, sehingga dengan itu Allah menjaga wajahnya (kehormatannya), maka ini lebih baik dari pada dia meminta-minta kepada manusia, diberi atau ditolak.” [HSR al-Bukhari (no. 1402) dan (no. 1410)]
• Mulianya sifat ‘iffah (selalu menjaga kehormatan diri dengan tidak meminta-minta), serta tercelanya sifat meminta-minta dan menjadi beban bagi orang lain. Inilah sifat mulia yang ada pada para sahabat Rasulullah ﷺ, sebagaimana firman Allah ﷻ:
“(Berinfaklah) kepada orang-orang fakir yang terikat (oleh jihad) di jalan Allah. Mereka tidak dapat (berusaha) di bumi. Orang yang tidak tahu (keadaan mereka) menyangka mereka orang kaya, karena mereka memelihara diri dari minta-minta. Kamu kenal mereka dengan melihat sifat-sifatnya, mereka tidak meminta kepada orang secara mendesak.” [QS al-Baqarah: 273]
• Keutamaan berdagang (berniaga) yang halal, dan inilah pekerjaan yang disukai dan dianjurkan oleh Rasulullah ﷺ dan para sahabat radhiallahu’anhum, sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang shahih [HR ath-Thabrani dalam “Al-Mu’jamul Kabiir” (23/300, no. 674) dan dinyatakan jayyid (baik/shahih) oleh syaikh al-Albani dalam “Silsilatul Ahaa-ditsish Shahiihah” (no. 2929)]. Adapun hadis “Sembilan persepuluh (90 %) rezeki adalah dari perniagaan”, maka ini adalah hadis yang lemah, sebagaimana yang dijelaskan oleh syaikh al-Albani. [Dalam “Silsilatul Ahaa-ditsidh Dha’iifah” (no. 3402)]
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين