Murtad berasal dari kata irtadda yang artinya raja’a (kembali). Sehingga apabila dikatakan irtadda ‘an diinihi, maka artinya orang itu telah kafir setelah memeluk Islam [lihat Mu’jamul Wasith, 1/338]
Perbuatannya yang menyebabkan dia kafir atau murtad itu disebut sebagai riddah (kemurtadan). Secara istilah makna riddah adalah menjadi kafir sesudah berislam. Allah ﷻ berfirman:
“Barang siapa di antara kalian yang murtad dari agamanya kemudian mati dalam keadaan kafir, maka mereka itulah orang-orang yang terhapus amalannya di dunia dan Akhirat. Dan mereka itulah penghuni Neraka. Mereka kekal berada di dalamnya.” [QS. Al-Baqarah : 217] [lihat At-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32]
Macam-Macam Riddah
1. Riddah dengan sebab ucapan
Seperti contohnya ucapan mencela Allah ﷻ atau Rasul-Nya ﷺ, menjelek-jelekkan malaikat atau salah seorang rasul. Atau mengaku mengetahui ilmu gaib, mengaku sebagai nabi, membenarkan orang yang mengaku Nabi. Atau berdoa kepada selain Allah, beristighotsah kepada selain Allah dalam urusan yang hanya dikuasai Allah, atau meminta perlindungan kepada selain Allah dalam urusan semacam itu.
2. Riddah dengan sebab perbuatan
Seperti contohnya melakukan sujud kepada patung, pohon, batu atau kuburan, dan menyembelih hewan untuk dipersembahkan kepadanya. Atau melempar mushaf di tempat-tempat yang kotor, melakukan prkatik sihir, memelajari sihir atau mengajarkannya. Atau memutuskan hukum dengan bukan hukum Allah dan meyakini kebolehannya.
3. Riddah dengan sebab keyakinan
Seperti contohnya meyakini Allah memiliki sekutu, meyakini khamr, zina, dan riba sebagai sesuatu yang halal. Atau meyakini roti itu haram. Atau meyakini bahwa salat itu tidak diwajibkan dan sebagainya. Atau meyakini keharaman sesuatu yang jelas disepakati kehalalannya. Atau meyakini kehalalan sesuatu yang telah disepakati keharamannya.
4. Riddah dengan sebab keraguan
Seperti meragukan sesuatu yang sudah jelas perkaranya di dalam agama, seperti meragukan diharamkannya syirik, khamr, dan zina. Atau meragukan kebenaran risalah Nabi ﷺ atau para nabi yang lain. Atau meragukan kebenaran nabi tersebut, atau meragukan ajaran Islam. Atau meragukan kecocokan Islam untuk diterapkan pada zaman sekarang ini. [lihat At-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 32-33]
Hukum yang Terkait dengan Orang Murtad
1. Orang yang murtad harus diminta bertobat sebelum dijatuhi hukuman. Kalau dia mau bertobat dan kembali kepada Islam dalam rentang waktu tiga hari, maka diterima dan dibebaskan dari hukuman.
2. Apabila dia menolak bertobat, maka wajib membunuhnya. Nabi ﷺ bersabda: “Barang siapa yang mengganti agamanya, maka bunuhlah dia.” [HR. Bukhari dan Abu Dawud]
3. Kemurtadannya menghalangi dia untuk memanfaatkan hartanya dalam rentang waktu dia diminta tobat. Apabila dia bertobat, maka hartanya dikembalikan. Kalau dia tidak mau, maka hartanya menjadi harta fai’ yang diperuntukkan bagi Baitul Maal, sejak dia dihukum bunuh, atau sejak kematiannya akibat murtad. Dan ada pula ulama yang berpendapat hartanya diberikan untuk kepentingan kebaikan kaum Muslimin secara umum.
4. Orang murtad tidak berhak mendapatkan warisan dari kerabatnya, dan juga mereka tidak bisa mewarisi hartanya.
5. Apabila dia mati atau terbunuh karena dijatuhi hukuman murtad, maka mayatnya tidak dimandikan, tidak disalati, dan tidak dikubur di pekuburan kaum Muslimin, akan tetapi dikubur di pekuburan orang kafir, atau di kubur di tanah mana pun, selain pekuburan umat Islam [lihat At-Tauhid li Shaffits Tsaalits ‘Aliy, hal. 33]