Doa Istiftah adalah doa yang dibaca ketika shalat, antara Takbiratul Ihram dan Taawudz, sebelum membaca surat Al Fatihah.
Hukum Membaca Doa Istiftah
Hukum membacanya adalah sunnah. Di antara dalilnya adalah hadis dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
كان رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذا كبَّر في الصلاة؛ سكتَ هُنَيَّة قبل أن يقرأ. فقلت: يا رسول الله! بأبي أنت وأمي؛ أرأيت سكوتك بين التكبير والقراءة؛ ما تقول؟ قال: ” أقول: … ” فذكره
“Biasanya Rasulullah ﷺ setelah bertakbir ketika shalat, ia diam sejenak sebelum membaca ayat. Maka aku pun bertanya kepada beliau, wahai Rasulullah, kutebus engkau dengan ayah dan ibuku. Aku melihatmu berdiam antara takbir dan bacaan ayat. Apa yang engkau baca ketika itu adalah:… (beliau menyebutkan doa Istiftah)” [Muttafaqun ‘alaih]
Setelah menyebut beberapa doa Istiftah dalam kitab Al Adzkar, Imam An Nawawi berkata: “Ketahuilah, bahwa semua doa-doa ini hukumnya Mustahabbah (Sunnah), dalam shalat wajib maupun shalat sunnah.” [Al Adzkar, 1/107]
Demikianlah pendapat Jumhur Ulama, kecuali Imam Malik rahimahullah. Beliau berpendapat, yang dibaca setelah Takbiratul Ihram adalah الحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ العَالَمِينَ yaitu surat Al Fatihah. Tentu saja pendapat beliau ini tidak tepat, karena bertentangan dengan banyak dalil.
Macam-macam Doa Istiftah
Ada beberapa macam jenis doa Istiftah yang dibaca oleh Rasulullah ﷺ dan sahabatnya, berdasarkan riwayat-riwayat yang Shahih.
Berikut ini macam-macam doa Istiftah yang Shahih, berdasarkan penelitian Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah terhadap dalil-dalil doa Istiftah, yang tercantum dalam kitab beliau Sifatu Shalatin Nabi ﷺ:
“Ya Allah, jauhkanlah antara aku dan kesalahanku, sebagaimana Engkau telah menjauhkan antara Timur dan Barat. Ya Allah, sucikanlah kesalahanku, sebagaimana pakaian yang putih disucikan dari kotoran. Ya Allah, cucilah kesalahanku dengan air, salju, dan air dingin.” [HR. Bukhari 2/182, Muslim 2/98]
Doa ini biasa dibaca Rasulullah ﷺ dalam shalat fardhu. Doa ini adalah doa yang paling Shahih di antara doa Istiftah lainnya, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu Hajar dalam Fathul Baari (2/183).
“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi, sebagai Muslim yang ikhlas, dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintah-Nya, dan aku termasuk orang yang aku berserah diri. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau dan Maha Terpuji. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hamba-Mu. Aku telah menzalimi diriku sendiri dan akui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang bisa mengampuni segala dosa melainkan Engkau. Tunjukilah aku akhlak yang terbaik. Tidak ada yang dapat menunjukkannya, melainkan hanya Engkau. Jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya, melainkan hanya Engkau. Akna aku patuhi segala perintah-Mu, dan akan aku tolong agama-Mu. Segala kebaikan berada di tangan-Mu, sedangkan keburukan tidak datang dari-Mu. Orang yang tidak tersesat hanyalah orang yang Engkau beri petunjuk. Aku berpegang teguh dengan-Mu dan kepada-Mu. Tidak ada keberhasilan dan jalan keluar kecuali dari-Mu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampunan dari-Mu dan aku bertobat kepada-Mu.” [HR. Muslim 2/185 – 186]
Doa ini biasa dibaca Rasulullah ﷺ dalam shalat fardhu dan shalat sunnah.
“Aku hadapkan wajahku kepada Dzat yang Maha Pencipta langit dan bumi, sebagai Muslim yang ikhlas dan aku bukan termasuk orang yang musyrik. Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintah-Nya, dan aku termasuk orang yang berserah diri. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Maha Suci Engkau dan Maha Terpuji.” [HR. An Nasa-i, 1/143. Dishahihkan Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/251]
“Sesungguhnya shalatku, sembelihanku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Rabb semesta alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Oleh karena itu aku patuh kepada perintah-Nya, dan aku termasuk orang yang berserah diri. Ya Allah, tunjukilah aku amal dan akhlak yang terbaik. Tidak ada yang dapat menujukkanku kepadanya kecuali Engkau. Jauhkanlah aku dari amal dan akhlak yang buruk. Tidak ada yang dapat menjauhkanku darinya, kecuali Engkau”. [HR. An Nasa-i 1/141, Ad Daruquthni 112]
“Maha Suci Engkau, ya Allah. Kusucikan nama-Mu dengan memuji-Mu. Nama-Mu penuh berkah. Maha Tinggi Engkau. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau.” [HR. Abu Daud 1/124, An Nasa-i, 1/143, At Tirmidzi 2/9-10, Ad Darimi 1/282, Ibnu Maajah 1/268. Dari sahabat Abu Sa’id Al Khudri, dihasankan oleh Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/252]
Doa ini juga diriwayatkan dari sahabat lain secara marfu’, yaitu dari ‘Aisyah, Anas bin Malik dan Jabir radhiallahu’anhum. Bahkan Imam Muslim membawakan riwayat:
أن عمر بن الخطاب كان يجهر بهؤلاء الكلمات يقول: سبحانك اللهم وبحمدك . تبارك اسمك وتعالى جدك . ولا إله غيرك
“Umar bin Khattab pernah menjahrkan doa ini (ketika shalat): (lalu menyebut doa di atas)” [HR. Muslim no.399]
Demikianlah, doa ini banyak diamalkan oleh para sahabat Nabi, sehingga para ulama pun banyak yang lebih menyukai untuk mengamalkan doa ini dalam shalat. Selain itu doa ini cukup singkat dan sangat tepat bagi imam yang mengimami banyak orang yang kondisinya lemah, semisal anak-anak dan orang tua.
“Maha Suci Engkau, ya Allah. Kusucikan nama-Mu dengan memuji-Mu. Nama-Mu penuh berkah. Maha Tinggi Engkau. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Allah (tiga kali), Allah Maha Besar (tiga kali)” [HR. Abu Daud 1/124, dihasankan oleh Al Albani dalam Sifatu Shalatin Nabi 1/252]
“Allah Maha Besar dengan segala kebesaran. Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak. Maha Suci Allah, baik waktu pagi dan petang.” [HR. Muslim 2/99]
Hadis tersebut diriwayatkan oleh Ibnu Umar radhiallahu’anhu, ia berkata:
بينما نحن نصلي مع رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ؛ إذ قال رجل من القوم: … فذكره. فقال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: ” عجبت لها! فتحت لها أبواب السماء “. قال ابن عمر: فما تركتهن منذ سمعت رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يقول ذلك
“Ketika kami shalat bersama Rasulullah ﷺ, ada seorang lelaki yang berdoa Istiftah: (lalu disebutkan doa di atas). Rasulullah ﷺ lalu bersabda: ‘Aku heran, dibukakan baginya pintu-pintu langit.‘ Ibnu Umar pun berkata:’Aku tidak pernah meninggalkan doa ini sejak beliau berkata demikian.’”
“Ya Allah, segala puji bagi Engkau. Engkau pemelihara langit dan bumi serta orang-orang yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau memiliki kerajaan langit, bumi dan siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau adalah cahaya bagi langit, bumi dan siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkau Raja langit dan bumi dan Raja bagi siapa saja yang berada di dalamnya. Segala puji bagi Engkau. Engkaulah Al Haq. Janji-Mu pasti benar, firman-Mu pasti benar, pertemuan dengan-Mu pasti benar, firman-Mu pasti benar, Surga itu benar adanya, Neraka itu benar adanya, para nabi itu membawa kebenaran, dan Muhammad shallallahu’alaihi wasallam itu membawa kebenaran, Hari Kiamat itu benar adanya. Ya Allah, kepada-Mu lah aku berserah diri. Kepada-Mu lah aku beriman. Kepada-Mu lah aku bertawakal. Kepada-Mu lah aku bertobat. Kepada-Mu lah aku mengadu. Dan kepada-Mu aku berhukum. Maka ampunilah dosa-dosaku, baik yang telah aku lakukan, maupun yang belum aku lakukan, baik apa yang aku sembunyikan, maupun yang aku nyatakan. Engkaulah Al Muqaddim dan Al Muakhir. Tiada Tuhan yang berhak disembah selain Engkau.” [HR. Bukhari 2/3, 2/4, 11/99, 13/366 – 367, 13/399, Muslim 2/184]
Doa Istiftah ini sering dibaca Rasulullah ﷺ ketika shalat malam. Namun tetap masyru’ juga dibaca pada shalat wajib dan shalat yang lain.
“Ya Allah, Rabb-nya malaikat Jibril, Mikail, dan Israfil. Pencipta langit dan bumi. Yang mengetahui hal gaib dan juga nyata. Engkaulah hakim di antara hamba-hamba-Mu dalam hal-hal yang mereka perselisihkan. Tunjukkanlah aku kebenaran dalam apa yang diperselisihkan, dengan izin-Mu. Sesungguhnya Engkau memberi petunjuk menuju jalan yang lurus, kepada siapa saja yang Engkau kehendaki” [HR. Muslim 2/185]
Doa Istiftah ini juga sering dibaca Rasulullah ﷺ ketika shalat malam. Namun tetap masyru’ juga dibaca pada shalat wajib dan shalat yang lain.
“Yang memiliki kerajaan besar, kekuasaan, kebesaran, dan keagungan.” [HR. Ath Thayalisi 56, Al Baihaqi 2/121 – 122]
Adab Membaca Doa Istiftah
Beberapa adab membaca doa Istiftah dijelaskan oleh Imam An Nawawi dalam kitab Al Adzkar (1/107):
Disunnahkan menggabung beberapa doa Istiftah, dalam shalat yang sendirian. Atau juga bagi imam, bila diizinkan oleh makmum. Jika makmum tidak mengizinkan, maka jangan membaca doa yang terlalu panjang. Bahkan sebaiknya membaca yang singkat. Imam An Nawawi nampaknya mengisyaratkan hadis:
إذا أم أحدكم الناس فليخفف . فإن فيهم الصغير والكبير والضعيف والمريض . فإذا صلى وحده فليصل كيف شاء
“Jika seseorang menjadi imam, hendaknya ia ringankan shalatnya, karena di barisan makmum terdapat anak kecil, orang tua, orang lemah, orang sakit. Adapun jika shalat sendirian, barulah shalat sesuai keinginannya.” [HR. Muslim 467]
Jika datang sebagai makmum masbuk, tetap membaca doa Istiftah, kecuali jika sudah akan segera ruku’, dan khawatir tidak sempat membaca Al Fatihah. Jika demikian keadaannya, sebaiknya tidak perlu membaca Istiftah, namun berusaha menyelesaikan membaca Al Fatihah, karena membaca Al Fatihah itu rukun shalat.
Jika mendapati imam tidak sedang berdiri, misalnya sedang rukuk, atau duduk di antara dua sujud, atau sedang sujud, maka makmum langsung mengikuti posisi imam, dan membaca sebagaimana yang dibaca imam. Tidak perlu membaca doa Itiftah ketika itu.
Para ulama Syafi’iyyah berbeda pendapat mengenai anjuran membaca doa Istiftah ketika shalat jenazah. Menurut An Nawawi, yang lebih tepat adalah tidak perlu membacanya, karena shalat jenazah itu sudah selayaknya ringan.
Membaca doa Istiftah itu hukumnya sunnah, tidak wajib. Jika seseorang meninggalkannya, tidak perlu sujud Sahwi.
Yang sesuai sunnah, doa Istiftah dibaca dengan sirr (lirih). Jika dibaca dengan jahr (keras) hukumnya makruh, namun tidak membatalkan shalat.
Demikian tulisan ringkas ini. Semoga bermanfaat.
والحمد لله رب العالمين، وصلى الله وسلم على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين