KISAH IBNU TAIMIYAH DAN PENCACI NABI

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ

#Kisah_Muslim

KISAH IBNU TAIMIYAH DAN PENCACI NABI

Kisah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Menyikapi Assaf, Seorang Nasrani yang Mencaci Nabi ﷺ

Tepatnya di tahun 693H, waktu itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berusia 32 tahun, terjadi kisah ‘Assaf seorang Nasrani.

Al Imam Ibnu Katsir bercerita:

كان هذا الرجل من أهل السويداء قد شهد عليه جماعة أنه سب النبي صلى الله عليه وسلم ، وقد استجار عساف هذا بابن أحمد بن حجي أمير آل علي ، فاجتمع الشيخ تقي الدين ابن تيمية ، والشيخ زين الدين الفارقي شيخ دار الحديث ، فدخلا على الأمير عز الدين أيبك الحموي نائب السلطنة

“‘Assaf ini seorang penduduk Suwaida. Banyak orang yang menyaksikan ia mencaci Nabi ﷺ. Lalu si ‘Assaf minta perlindungan kepada Ibnu Ahmad bin Haji, pimpinan kabilah Alu Ali. Maka Syaikh Taqiyyuddin Ibnu Taimiyah bertemu dengan Syaikh Zainuddin Al Fariqi pimpinan Darul Hadits. Keduanya masuk kepada Al Amir ‘Izzuddin Aibak Al Hamawi, wakil Sulthon”.

فكلماه في أمره ، فأجابهما إلى ذلك ، وأرسل ليحضره ، فخرجا من عنده ومعهما خلق كثير من الناس ، فرأى الناس عسافا حين قدم ومعه رجل من العرب ، فسبوه وشتموه ، فقال ذلك الرجل البدوي : هو خير منكم . يعني النصراني فرجمهما الناس بالحجارة وأصابت عسافا ، ووقعت خبطة قوية

“Keduanya berbicara kepadanya mengenai si Assaf, Nasrani yang mencaci Nabi. Izzuddin pun menyambut baik keduanya, dan akan menghadirkan orang Nasrani ini. Keduanya pun keluar bersama jumlah banyak dari manusia. Lalu orang-orang melihat ‘Assaf datang bersama Arab Badui. Orang-orang pun mencaci makinya. Maka orang Arab Badui ini berkata: “Si ‘Assaf ini lebih baik dari kalian!“. Maka orang-orang pun melemparinya dengan batu dan mengenai si Assaf dan terjadi keributan yang kuat”.

فأرسل النائب ، فطلب الشيخين ابن تيمية والفارقي ، فضربهما بين يديه ، ورسم عليهما في العذراوية

“Mendengar keributan itu marahlah sang wakil Sulthon (Al Amir Izzuddin Aibak). Dan meminta Ibnu Taimiyah dan Al Fariqi untuk hadir, lalu keduanya dipukuli dan dipenjara di Madrosah Adzrowiyah“.

وقدم النصراني ، فأسلم وعقد مجلس بسببه ، وأثبت بينه وبين الشهود عداوة ، فحقن دمه

“Amir Izzuddin juga mendatangkan Assaf si Nasrani. Lalu Amir Izzuddin meminta Assaf masuk Islam dan membuat sidang khusus karena sebabnya. Dari majelis itu tampaklah permusuhan antara peserta sidang dengan si Assaf. Namun tertahanlah darah si Assaf (ia bebas).

ثم استدعى بالشيخين فأرضاهما وأطلقهما

“Kemudian dipanggillah ibnu Taimiyah dan Al Fariqi dan dimintai keridhoannya lalu keduanya dilepaskan”

(Lihat Al Bidayah wan Nihayah 17/665-666 karya Ibnu Katsir, dan kitab Al Muqtafa ‘alar Roudhotain 2/363 karya Al Barzali).

Kisah ini memberikan beberapa pelajaran:

  1. Mengingkari penista agama dengan cara melaporkannya kepada penguasa, bukan dengan main hakim sendiri.
  2. Para ulama hendaknya yang langsung berbicara kepada penguasa, karena merekalah yang mampu menyampaikan dengan hujjah dan akhlak. Sebagaimana dilakukan oleh Ibnu Taimiyah dan Al Fariqi yang langsung berbicara dengan wakil sulthan, Izzudin Al Hamawi. Ini sesuai dengan perintah Nabi ﷺ untuk menyampaikan nasihat secara rahasia.
  3. Dalam kisah tersebut tidak disebutkan, bahwa Ibnu Taimiyah dan Al Fariqi-lah yang mengerahkan massa. Namun keduanya pergi diikuti banyak orang, yang juga sama sama ingin mengadukan si pencela Nabi ﷺ, kepada penguasa.
  4. Sikap arogan dan kekerasan bukanlah solusi memecahkan permasalahan. Bahkan seringkali menimbulkan mudharat yang lebih besar. Bahkan malah Ibnu Taimiyah dan Al Fariqi yang dipukuli.
  5. Para ulama hendaknya tidak memanas-manasi manusia dengan provokasi. Lihatlah bagaimana sikap Ibnu Taimiyah dan Al Fariqi dipukuli. Mereka sama sekali tidak memrovokasi massa dan memilih bersabar.
    Coba renungkan, bagaimana bila para pendemo yang berdalil dengan kisah Ibnu Taimiyah ini ditangkapi oleh pemerintah dan dipukuli. Akankah mereka bersikap seperti Ibnu Taimiyah dan Al Fariqi?
  6. Keluarnya orang orang awam untuk berdemo, seringkali menimbulkan keributan dan mudah terpancing emosi. Lihatlah ketika orang orang itu dipanas-panasi oleh Arab Badui, bahwa “si Assaf lebih baik dari kalian!“ Mereka langsung melempari dengan batu, sehingga terjadi keributan. Ini menunjukkan perbuatan mereka malah menimbulkan kemungkaran yang lebih besar.
  7. Kisah para ulama BUKANLAH dalil, karena dalil adalah Alquran, Hadis dan Ijma. Ulama adalah manusia biasa yang bisa jatuh kepada kesalahan.

***

Penulis: Ustadz Badrusalam Lc. (dengan suntingan redaksi pada matan kisah)

[Artikel Muslim.or.id]

Admin Nasihat Sahabat

Artikel Terbaru

DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ DENGAN DALIH TOLERANSI, JANGAN SAMPAI KITA KEBABLASAN Dengan dalih toleransi, jangan sampai kita kebablasan.…

3 months lalu

BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   BOLEH TOLERANSI, TAPI JANGAN KEBABLASAN Boleh toleransi, tapi jangan kebablasan. Tidak sedikit orang…

3 months lalu

BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   BOLEH DAN TIDAK BOLEH TERHADAP NON-MUSLIM (TAUTAN e-BOOK) Agar toleransi tidak kebablasan, cobalah…

3 months lalu

LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   LIMA PRINSIP RUMAH TANGGA ISLAMI (E-BOOK) Islam agama yang sempurna. Maka pasti ada…

3 months lalu

KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK)

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   KABAR GEMBIRA BAGI YANG TELAH MENYESALI DOSANYA (e-BOOK) Oleh: Ustadz: Dr. Abu Hafizhah…

3 months lalu

SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH?

بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ   SAFAR WANITA TANPA MAHRAM DIBOLEHKAN DENGAN KETENTUAN DAN SYARAT, BENARKAH? Asalnya, Safar Wanita…

4 months lalu