بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
KEUTAMAAN SYAKBAN YANG TERLUPAKAN
Oleh: Abu Ghozie As Sundawie
Alhamdulillah kita sudah dipertemukan kembali dengan bulan Syakban. Maka ada baiknya jika kita mengaji hukum syariat yang berkaitan dengan Syakban. Syakban (bulan kedelapan dalam kalender Hijriyah) yang jatuh sebelum Ramadan adalah bulan yang memiliki kekhususan. Di antara kekhususan tersebut adalah sebagai berikut:
1). Bulan dilaporkannya amalan tahunan kepada Allah. Dari Usamah bin Zaid radhiyallahu anhu berkata: “Aku bertanya, wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihat engkau berpuasa pada suatu bulan, sebagaimana engkau berpuasa pada bulan Syakban. Rasulullah ﷺ menjawab:
ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ، وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
Syakban adalah bulan yang terlupakan oleh manusia, terletak antara Rajab dan Ramadan. Ia adalah bulan yang di dalamnya amal perbuatan akan di angkat (dilaporkan) ke sisi Rabb Semesta Alam. Maka aku lebih suka kalau amalanku dilaporkan, sementara aku sedang berpuasa.” [1]
Yang dilaporkan di bulan Syakban ini adalah amalan tahunan, karena amalan-amalan hamba itu dilaporkan oleh malaikat kepada Allah dalam tiga waktu:
a) Amalan tahunan yang dilaporkan di bulan Syakban, sebagaimana di dalam hadis Usamah bin Zaid radhiallahu anhu di atas, bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Ia adalah bulan yang di dalamnya amal perbuatan akan diangkat (dilaporkan) ke sisi Rabb Semesta Alam.” [2]
b) Amalan mingguan yang dilaporkan setiap hari Senin dan Kamis. Oleh karena itu Rasulullah ﷺ banyak melakukan puasa pada hari Senin dan Kamis. Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu ia berkata, Rasulullah ﷺ bersabda:
«تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الِاثْنَيْنِ وَالخَمِيسِ، فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ»
“Dilaporkan amalan-amalan itu setiap hari Senin dan Kamis. Maka aku suka kalau amalanku dilaporkan dalam keadaan aku sedang berpuasa.” [3]
c) Amalan harian yang dilaporkan setiap pagi dan petang, yaitu pagi pada waktu Salat Subuh, sedangkan petang pada waktu Salat Asar. Hal ini didasarkan pada riwayat dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
يَتَعَاقَبُونَ فِيكُمْ مَلاَئِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلاَئِكَةٌ بِالنَّهَارِ، وَيَجْتَمِعُونَ فِي صَلاَةِ الفَجْرِ وَصَلاَةِ العَصْرِ، ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِينَ بَاتُوا فِيكُمْ، فَيَسْأَلُهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ: كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِي؟ فَيَقُولُونَ: تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ، وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّونَ
“Silih bergantian pada sisi kalian, malaikat malam dan malaikat siang. Mereka berkumpul pada waktu Salat Subuh dan Salat Asar. Lalu naiklah malaikat yang semalam bersama kalian. Maka Allah bertanya kepada mereka, dan Dia Maha Mengetahui terhadap mereka: ”Bagaimana kalian tinggalkan para hamba-Ku ? Maka para malaikat menjawab: “Kami datangi mereka dalam keadaan Salat (Asar), dan kami tinggalkan mereka dalam keadaan Salat (Subuh).” [4]
2). Bulan yang dianjurkan padanya untuk memerbanyak ibadah, khususnya ibadah puasa, karena Syakban adalah bulan yang banyak dilalaikan oleh manusia. Sementara beribadah pada saat-saat yang dilalaikan oleh manusia, pahalanya sangat besar di sisi Allah.
As Syaukani rahimahullah berkata:
الظَّاهِرَ أَنَّ الْمُرَادَ أَنَّهُمْ يَغْفُلُونَ عَنْ تَعْظِيمِ شَعْبَانَ بِالصَّوْمِ كَمَا يُعَظِّمُونَ رَمَضَانَ وَرَجَبًا بِهِ .
“Yang nampak, bahwa maksud hadis adalah mereka melalaikan dari mengagungkan Syakban dengan berpuasa padanya, (tidak) sebagaimana mereka mengangungkan Ramadan dan Rajab dengan berpuasa.” [5]
Rasulullah ﷺ banyak melakukan puasa di bulan Syakban, sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah radhiyallahu anha ia berkata:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يُفْطِرُ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ: لاَ يَصُومُ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلَّا رَمَضَانَ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِي شَعْبَانَ
“Adalah Rasulullah ﷺ selalu berpuasa, sehingga kami mengatakan kalau beliau tidak pernah berbuka (tidak puasa). Dan beliau pun berbuka (tidak berpuasa), sehingga kami pun mengatakan kalau beliau tidak pernah berpuasa. Aku tidak pernah melihat beliau menyempurnakan puasa satu bulan penuh, kecuali puasa bulan Ramadan. Dan aku tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa selain di bulan Syakban.” [6]
Dikarenakan terlalu seringnya Rasulullah ﷺ berpuasa di bulan Syakban, Umu Salamah radhiyallahu anha ia mengungkapkannya dengan ungkapan puasa sebulan penuh:
مَا رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ إِلَّا شَعْبَانَ وَرَمَضَانَ
“Aku tidak pernah melihat Nabi ﷺ berpuasa dua bulan berturut-turut, kecuali pada bulan Syakban dan Ramadan.” [7]
Dalam lafal lain diungkapkan:
أَنَّهُ لَمْ يَكُنْ يَصُومُ مِنَ السَّنَةِ شَهْرًا تَامًّا إِلاَّ شَعْبَانَ يَصِلُهُ بِرَمَضَانَ.
“Nabi ﷺ dalam setahun tidak berpuasa sebulan penuh, selain pada bulan Syakban, lalu dilanjutkan dengan berpuasa di bulan Ramadan.” [8]
Yang dimaksud puasa Nabi ﷺ di bulan Syakban ini bukan puasa sebulan penuh, tapi maksudnya banyak melakukan puasa, tidak seperti bulan-bulan lainnya. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Al hafidz Ibnu Hajar rahimahullah beliau berkata:
أَيْ كَانَ يَصُوم مُعْظَمَهُ وَنَقَلَ التِّرْمِذِيُّ عَنْ اِبْن الْمُبَارَك أَنَّهُ قَالَ: جَائِزٌ فِي كَلام الْعَرَب إِذَا صَامَ أَكْثَرَ الشَّهْرِ أَنْ يَقُولَ صَامَ الشَّهْرَ كُلَّهُ
“Maksudnya, Nabi ﷺ banyak berpuasa di bulan Syakban Dan Tirmidzi telah menukil dari Ibnul Mubarak, bahwasanya ia berkata: ‘Boleh saja dalam bahasa Arab, apabila seseorang banyak berpuasa di satu bulan, untuk dikatakan telah berpuasa di satu bulan penuh.” [9]
As Sindi rahimahullah berkata dalam menjelaskan hadis Umu Salamah:
( يَصِل شَعْبَان بِرَمَضَان ) أَيْ: فَيَصُومهُمَا جَمِيعًا ، ظَاهِره أَنَّهُ يَصُوم شَعْبَان كُلّه . . . لَكِنْ قَدْ جَاءَ مَا يَدُلّ عَلَى خِلافه ، فَلِذَلِكَ حُمِلَ عَلَى أَنَّهُ كَانَ يَصُوم غَالِبه فَكَأَنَّهُ يَصُوم كُلّه وَأَنَّهُ يَصِلهُ بِرَمَضَان
“Nabi ﷺ menyambungnya antara puasa Syakban dengan puasa Ramadan, yakni beliau puasa kedua-duanya (Syakban dan Ramadan). Zahirnya hadis menunjukkan, kalau beliau berpuasa penuh pada bulan Syakban. Namun telah datang (riwayat) yang menunjukkan sebaliknya. Oleh karena itu, hadis ini di bawa kepada makna, bahwa beliau berpuasa hampir seluruhnya di bulan Syakban, seolah-seolah dianggap telah berpuasa penuh di bulan Syakban, yang di sambung dengan bulan Ramadan.” [10]
Oleh karena itu, Aisyah radhiyallahu anha berkata:
وَلا أَعْلَمُ نَبِيَّ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَرَأَ الْقُرْآنَ كُلَّهُ فِي لَيْلَةٍ ، وَلا صَلَّى لَيْلَةً إِلَى الصُّبْحِ ، وَلا صَامَ شَهْرًا كَامِلا غَيْرَ رَمَضَانَ
“Aku tidak pernah tahu Nabi ﷺ membaca Alquran seluruhnya dalam semalam. Demikian juga aku tidak pernah tahu beliau salat malam terus-menerus sampai Subuh. Demikian juga aku tidak pernah tahu beliau puasa sebulan penuh, selain puasa di bulan Ramadan.” [11]
Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma berkata:
مَا صَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا كَامِلا قَطُّ غَيْرَ رَمَضَانَ
“Rasulullah ﷺ tidak pernah puasa satu bulan penuh selain puasa Ramadan.” [12]
Intinya, sebagaimana zahirnya hadis-hadis dan penjelasan para ulama di atas, bahwa kita dianjurkan untuk berpuasa di bulan Syakban, namun tidak seluruhnya selama satu bulan di bulan Syakban.
3). Hikmah memerbanyak ibadah puasa di bulan Syakban.
Dipilihnya ibadah puasa di bulan Syakban menjadi ibadah yang utama dan ditekankan untuk melakukannya, dan bukan ibadah lainnya, adalah mengandung hikmah-hikmah yang banyak. Di antaranya:
a). Syakban adalah bulan saat dilaporkannya amalan-amalan hamba kepada Allah. Dan pada saat amalan dilaporkan, dianjurkan untuk memerbanyak ibadah puasa. Hal ini didasarkan kepada sabda Nabi ﷺ:
….فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“…Maka aku lebih suka kalau amalanku dilaporkan ,sementara akau sedang berpuasa.” [13]
b). Sebagai sarana latihan untuk membiasakan diri berpuasa, dalam rangka menyambut Ramadan. Sehingga ketika datang Ramadan, seorang Muslim sudah terbiasa puasa, dan melakukannya dengan penuh semangat. [14]
c). Sebagai bentuk ibadah qabliyah (sebelum Ramadan), demikian pula puasa enam hari di bulan Syawal adalah sebagai bentuk ibadah bakdiyyah (setelah puasa Ramadan).
Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّا مِنْ شَوَّالٍ، كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ
“Siapa saja yang puasa Ramadan lalu di ikuti dengan puasa enam hari di bulan Syawal, maka ia seperti puasa setahun.” [15]
4). Larangan berpuasa pada pertengahan Syakban
Dari Abu Hurairah radhiyallahu anhu, bahwasanya Nabi ﷺ bersabda:
إِذَا انْتَصَفَ شَعْبَانُ فَلا تَصُومُوا
“Apabila sudah masuk Nisfu Syakban, maka janganlah kalian berpuasa.” [16]
Hadis ini menunjukkan larangan memulai berpuasa mutlak pada tanggal 16 bulan Syakban. Sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Al-Munawi rahimahullah:
(فَلاَ تَصُوْمُوْا) أَيْ يُحْرَمُ عَلَيْكُمْ ابْتَدَاءُ الصَّوْمِ بِلَا سَبَبٍ حَتَّى يَكُوْنَ رَمَضَان
“Maka janganlah kalian berpuasa. Maksudnya haram bagi kalian untuk memulai puasa tanpa sebab, sampai masuk Ramadan.” [17]
Namun tentang derajat keabsahan hadis ini pun diperselisihkan oleh para ulama. Sebagian ulama seperti Imam Ibnu Qayyim dan Syaikh Al Albani men-sahihkan hadis ini. Namun Mayoritas dari mereka melemahkannya. Sebagaimana di ungkapkan oleh Al hafidz Ibnu Hajar:
وَقَالَ جُمْهُورُ الْعُلَمَاءِ يَجُوزُ الصَّوْمُ تَطَوُّعًا بَعْدَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ وَضَعَّفُوا الْحَدِيثَ الْوَارِدَ فِيهِ, وَقَالَ أَحْمَدُ وَابْنُ مَعِينٍ إِنَّهُ مُنْكَرٌ اهـ من فتح الباري . وممن ضعفه كذلك البيهقي والطحاوي .
“Mayoritas Ulama mengatakan, boleh berpuasa sunnah setelah lewat Nisfu Syakban, karena para ulama melemahkan hadis yang datang tentang larangannya. Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan hadisnya Munkar.” [18]
Bagi mereka yang men-sahihkan hadis di atas, maka maksud larangan berpuasa di sini adalah bagi yang mengawali berpuasa mutlak setelah masuk pertengahan Syakban.
Larangan ini dikecualikan dari:
a). Orang yang memiliki kebiasaan berpuasa, seperti seseorang yang terbiasa puasa Senin – Kamis, maka dia (dibolehkan) berpuasa, meskipun setelah pertengahan Syakban. Dalil akan hal ini adalah sabda Nabi ﷺ:
لا تَقَدَّمُوا رَمَضَانَ بِصَوْمِ يَوْمٍ وَلا يَوْمَيْنِ إِلا رَجُلٌ كَانَ يَصُومُ صَوْمًا فَلْيَصُمْهُ
“Jangan kalian mendahului Ramadan dengan berpuasa sehari dan dua hari, kecuali bagi seseorang yang terbiasa berpuasa, maka (tidak mengapa) dia berpuasa.” [19]
b). Orang yang sudah mulai berpuasa sebelum pertengahan Syakban, lalu dia ingin melanjuntukan puasa sebelumnya hingga setelah pertengahan (Syakban). Kondisi ini juga termasuk yang tidak dilarang. Dalil akan hal ini adalah ungkapan Aisyah radhiallahu anha:
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ ، يَصُومُ شَعْبَانَ إِلا قَلِيلا
“Rasulullah ﷺ berpuasa pada bulan Syakban seluruhnya. Beliau berpuasa bulan Syakban kecuali sedikit saja.” [20]
An-Nawawi rahimahullah berkata:
قَوْلهَا: ( كَانَ يَصُوم شَعْبَان كُلّه , كَانَ يَصُومُهُ إِلا قَلِيلا ) الثَّانِي تَفْسِيرٌ لِلأَوَّلِ , وَبَيَان أَنَّ قَوْلهَا “كُلّه.” أَيْ غَالِبُهُ
“Ungkapan Rasulullah ﷺ sering berpuasa pada bulan Syakban, beliau berpuasa bulan Syakban kecuali sedikit saja.”
Kalimat kedua menjelaskan kalimat pertama.
Kata ‘kullahu’ (seluruhnya), maksudnya adalah sebagian besarnya.”
Hadis ini menunjukkan dibolehkannya berpuasa setelah pertengahan Syakban, akan tetapi bagi yang meneruskan puasa sejak sebelum pertengahan (Syakban).
c). Dikecualikan dari larangan ini juga orang yang mengqadha puasa Ramadan. An-Nawawi rahimahullah berkata:
قَالَ أَصْحَابُنَا لا يَصِحُّ صَوْمُ يَوْمِ الشَّكِّ عَنْ رَمَضَانَ بِلا خِلافٍ . . . فَإِنْ صَامَهُ عَنْ قَضَاءٍ أَوْ نَذْرٍ أَوْ كَفَّارَةٍ أَجْزَأَهُ ، لأَنَّهُ إذَا جَازَ أَنْ يَصُومَ فِيهِ تَطَوُّعًا لَهُ سَبَبٌ فَالْفَرْضُ أَوْلَى . . وَلأَنَّهُ إذَا كَانَ عَلَيْهِ قَضَاءُ يَوْمٍ مِنْ رَمَضَانَ , فَقَدْ تَعَيَّنَ عَلَيْهِ ; لأَنَّ وَقْتَ قَضَائِهِ قَدْ ضَاقَ اهـ .
“Para Ulama madzhab kami mengatakan, tidak sah berpuasa pada hari syak (ragu-ragu) menjelang Ramadan, tanpa ada perbedaan pendapat. Maka, kalau dia berpuasa untuk qadha, nazar, atau kaffarat (tebusan), maka puasanya sah. Sebab kalau dibolehkan berpuasa sunnah karena suatu sebab, maka (puasa) wajib lebih utama. Karena kalau dia mempunyai tanggungan qadha sehari saja dari Ramadan, maka hal itu merupakan suatu keharusan baginya, karena waktu qadhanya sudah sempit.” [21]
Catatan Kaki:
[1] HR. Ahmad 5/201 no 21753 disahihkan oleh Syaikh Al Albani di dalam As Sahihah 4/1898
[2] HR. An Nasai Sahih Sunan Nasai no 2221
[3] HR. Tirmidzi 747 Sahih Targhib wa Tarhib no 1027, 1029
[4] HR. Bukhari 555, Muslim 632
[5] Nailul Authar 7/151
[6] HR. Bukhari 1969, Muslim175
[7] HR. Tirmidzi 736
[8] HR. Abu Dawud 2336 dan An Nasai Al Kubra 7966, Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadis ini sahih, lihat Sahihul Jaami’ no 4628
[9] Fathul Bari, Ibnu Hajar 4/214
[10] Hasyah As Sindi ‘Ala Sunan ibnu Majah 1/505
[11] HR. Muslim 139
[12] HR. Bukhari 1971
[13] HR. Ahmad 5/201 no 21753 disahihkan oleh Al Albani di dalam Sahihah 4/1898
[14] Lathoiful Ma’arif Ibnu Rajab hal 141
[15] HR. Muslim 204
[16] HR. Abu Dawud 3237, Ibnu Majah 1651, Tirmidzi 738 disahihkan oleh Al Albani dalam Sahih Tirmidzi 590
[17] Faidhul Qodir 1/304
[18] Fadhul Bari, Ibnu Hajar 4/129
[19] HR. Bukhari no 1914 dan Muslim 1082
[20] HR. Bukhari no 1970, Muslim no 1156 Redaksi hadis dari Muslim
[21] Al Majmu 6/399 [22] QS Al Maidah: 3
Sumber: https://abughozie.com/2021/03/18/keutamaan-bulan-syaban-yang-terlupakan/
══════
Mari sebarkan dakwah sunnah dan meraih pahala. Ayo di-share ke kerabat dan sahabat terdekat! Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 405 133 434 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Leave A Comment