عَنْ أَبِي مَسْعُودٍ – رضي الله عنه – قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم: مَنْ دَلَّ عَلَى خَيْرٍ, فَلَهُ مِثْلُ أَجْرِ فَاعِلِهِ
Dari Abu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda:
‘Barang siapa menunjukkan suatu kebaikan, maka ia mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melakukannya.” [HR. Muslim]
Di antara faidah penting yang didapatkan dari hadis ini adalah:
1. Orang yang membimbing kepada kebaikan, akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang dibimbingnya.
2. Membimbing orang menuju kebaikan adalah bentuk realisasi dari amar makruf dan nahi munkar. Tentunya ini adalah sebuah bentuk partisipasi besar dalam memerbaiki masyarakat.
3. Anjuran kerja sama dalam kebaikan dan takwa, menyebarluaskan adab atau etika serta hukum Islam di antara individu masyarakat. Ini akan merealisasikan kehidupan yang Bahagia, dan penuh petunjuk Ilahi bagi masyarakat.
4. Berdasarkan hadis ini dan dalil lainnya, para ulama Ahli Tahqiq ketika membicarakan masalah mengukur dan menimbang amalan yang paling utama mereka menetapkan, bahwa amalan-amalan yang manfaatnya bisa dirasakan orang lain (a’mal muta’addiyah) lebih utama daripada amalan yang manfaatnya hanya untuk pelaku (a’mal qashirah) saja.
Contoh: Memberi pelayanan kepada kaum fakir, mengajarkan ilmu, menyibukkan diri dengan menyusun sebuah karya yang bermanfaat, memerhatikan kepentingan dan kemaslahatan serta memenuhi kebutuhan mereka, juga membantu mereka, baik dengan harta, dengan kedudukan, ataupun dengan memberikan mediasi untuk kebaikan mereka.
Semua ini lebih utama, karena amalan yang manfaatnya dirasakan orang lain akan mewujudkan manfaat yang merata, dan memberikan pahala secara terus-menerus. Orang yang memberikan suatu kemanfaatan tidak akan terputus amal perbuatannya, selama kemanfaatan tersebut dinisbatkan kepadanya. Ini adalah tugas dari para nabi dan rasul, serta dai yang menyerukan agama ini dengan ikhlas yang meneladani mereka. [Madarij as-Salikin, 1/87]
5. Sudah sepantasnya bagi setiap Muslim, terutama para penuntut ilmu untuk giat dan bersemangat dalam menunjukkan kebaikan, dan menyeru manusia kepada perkara yang bermanfaat bagi mereka di dunia dan Akhirat.
6. Hendaknya seorang Muslim tidak meremehkan apa yang ada pada dirinya, atau merasa pesimis untuk bisa mewujudkan kebaikan dan keistiqamahan pada audien (obyek dakwah)nya. Hendaknya ia memberi bimbingan kepada mereka sesuai kadar ilmu yang dimiliki. Sedangkan hidayah taufik, itu ada di tangan-Nya ﷻ. sehingga dengan itu ia bisa meraih pahala besar. Tugas ini menjadi semakin ditekankan pada diri seorang guru, imam masjid, dan yang semacamnya, yang mengemban amanah untuk menyampaikan risalah Allah ﷻ kepada umat secara umum, terutama para pemuda dan remaja. Rasulullah ﷺ sendiri telah bersabda:
“Demi Allah, bila Allah memberi petunjuk kepada satu orang melalui tanganmu, itu lebih baik bagimu daripada engkau mempunyai unta merah.” [HR. al-Bukhari, no. 3009, dan Muslim, no. 2406 dari hadis Sahl bin Sa’ad as-Sa’idi radhiyallahu anhu]
7. Perlu diperhatikan, bahwa ketika menekankan pentingnya amalan yang manfaatnya dirasakan orang lain, tidak berarti melupakan atau menyepelekan amalan yang sifatnya individualis yang manfaatnya kembali pada diri sendiri. Pemahaman seperti ini akan berakibat pada ketimpangan pemahaman dan amalan bagi sebagian pentuntut ilmu. Sehingga ia menyepelekan amalan ibadah yang sifatnya khusus, atau tidak memerhatikan hal-hal terkait istri dan anak-anaknya, dengan dalih ia sibuk berdakwah dan mengajarkan ilmu pada orang lain.