بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
KEUTAMAAN MENAHAN MARAH DAN MENGENDALIKAN DIRI KETIKA EMOSI
Dalam sebuah hadis yang sahih, Rasulullah ﷺ bersabda:
لَيْسَ الشَّدِيدُ بِالصُّرَعَةِ ، إِنَّمَا الشَّدِيدُ الَّذِى يَمْلِكُ نَفْسَهُ عِنْدَ الْغَضَبِ
“Bukanlah orang kuat (yang sebenarnya) dengan (selalu mengalahkan lawannya dalam) pergulatan (perkelahian). Tetapi tidak lain orang kuat (yang sebenarnya) adalah yang mampu mengendalikan dirinya ketika marah.” [Hadis Sahih riwayat al-Bukhari (no. 5763) dan Muslim (no. 2609)]
Inilah kekuatan yang terpuji dan mendapat keutamaan dari Allah ﷻ. Yang ini sangat sedikit dimiliki oleh kebanyakan manusia. [Lihat kitab Syarhu Shahiihi Muslim (16/162)]
Imam al-Munawi berkata:
“Makna hadis ini: Orang kuat (yang sebenarnya) adalah orang yang (mampu) menahan emosinya ketika kemarahannya sedang bergejolak, dan dia (mampu) melawan dan menundukkan nafsunya (ketika itu). Maka Rasulullah ﷺ dalam hadis ini membawa makna kekuatan yang lahir kepada kekuatan batin. Dan barang siapa yang mampu mengendalikan dirinya ketika itu, maka sungguh dia telah (mampu) mengalahkan musuhnya yang paling kuat dan paling berbahaya (hawa nafsunya).” [Kitab Faidhul Qadiir (5/358)]
Inilah makna kekuatan yang dicintai oleh Allah ﷻ yang disebutkan dalam sabda Rasulullah ﷺ, “Orang Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada orang Mukmin yang lemah.” [Hadis sahih riwayat Muslim (no. 2664)]
Arti kuat dalam hadis ini adalah kuat dalam keimanan, dan kuat dalam berjuang menundukkan hawa nafsunya di jalan Allah ﷻ. [Lihat kitab Syarhu Riyaadhish Shaalihiin (1/305) dan Bahjatun Naazhiriin (1/183]
Dalam hadis lain, Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ كَظَمَ غَيْظًا وَهُوَ قَادِرٌ عَلَى أَنْ يُنْفِذَهُ دَعَاهُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَى رُءُوسِ الْخَلاَئِقِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ حَتَّى يُخَيِّرَهُ اللَّهُ مِنَ الْحُورِ مَا شَاءَ
“Barang siapa yang menahan kemarahannya padahal dia mampu untuk melampiaskannya, maka Allah ﷻ akan memanggilnya (membanggakannya) pada Hari Kiamat di hadapan semua manusia, sampai (kemudian) Allah membiarkannya memilih bidadari bermata jeli yang disukainya.” [HR. Abu Dawud (no. 4777), at-Tirmidzi (no. 2021), Ibnu Majah (no. 4186) dan Ahmad (3/440), dinyatakan hasan oleh Imam at-Tirmidzi dan Syaikh al-Albani]
Imam ath-Thiibi berkata:
“(Perbuatan) menahan amarah dipuji (dalam hadis ini), karena menahan amarah berarti menundukkan nafsu yang selalu menyuruh kepada keburukan. Oleh karena itu Allah Subhanahu wa Taala memuji mereka dalam firman-Nya:
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya serta memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.” [QS. Ali Imran:134]” [Dinukil oleh al-‘Azhiim Abadi dalam kitab ’Aunul Ma’buud (13/95)]
Sabda Rasulullah ﷺ dalam hadis ini: “…padahal dia mampu untuk melampiaskannya…”, menunjukkan, bahwa menahan kemarahan yang terpuji dalam Islam adalah ketika seseorang mampu melampiaskan kemarahannya dan dia menahnnya, karena Allah Subhanahu wa Taala [Lihat kitab Bahjatun Naazhiriin (1/111)]. Adapun ketika dia tidak mampu melampiaskannya, misalnya karena takut kepada orang yang membuatnya marah atau karena kelemahannya, dan sebab-sebab lainnya, maka dalam keadaan seperti ini menahan kemarahan tidak terpuji.
Seorang Mukmin yang terbiasa mengendalikan hawa nafsunya, maka dalam semua keadaan dia selalu dapat berkata dan bertindak dengan benar, karena ucapan dan perbuatannya tidak dipengaruhi oleh hawa nafsunya.
Inilah arti sikap adil yang dipuji oleh Allah ﷻ sebagai sikap yang lebih dekat dengan ketakwaan. Allah ﷻ berfirman:
وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ على أَلاَّ تَعْدِلُوْا اِعْدِلُوْا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” [QS al-Maaidah: 8]
Imam Ibnul Qayyim menukil ucapan seorang ulama salaf yang menafsirkan sikap adil dalam ayat ini, beliau berkata:
“Orang yang adil adalah orang yang ketika dia marah, maka kemarahannya tidak menjerumuskannya ke dalam kesalahan. Dan ketika dia senang, maka kesenangannya tidak membuat dia menyimpang dari kebenaran.” [Kitab ar-Risalatut Tabuukiyyah (hal. 33)]
Penulis: Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni Hafizhahullah (www.manisnyaiman.com)
Ikuti kami selengkapnya di:
WhatsApp: +61 (450) 134 878 (silakan mendaftar terlebih dahulu)
Website: https://nasihatsahabat.com/
Email: [email protected]
Twitter: @NasihatSalaf
Facebook: https://www.facebook.com/nasihatsahabatcom/
Instagram: NasihatSahabatCom
Telegram: https://t.me/nasihatsahabat
Pinterest: https://id.pinterest.com/nasihatsahabat
Baca juga:
https://nasihatsahabat.com/ringkasan-manajemen-marah/
KEUTAMAAN MENAHAN MARAH DAN MENGENDALIKAN DIRI KETIKA EMOSI
Leave A Comment