Seorang kepala keluarga di rumah adalah sebagai pemimpin. Ia sebagai pemimpin, imam, qudwah (teladan) untuk keluarganya. Ia juga sebagai pemimpin yang dapat mengarahkan keluarganya pada Shirathal Mustaqim, pada jalan menuju Surga. Ia berusaha agar istri dan anak-anaknya selamat dari siksa Neraka. Allah ﷻ berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api Neraka.” [QS. At- Tahrim: 6]
Syaikh ‘Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di (hidup antara tahun 1889-1956), ulama besar Saudi Arabia di masa silam berkata:
“Arahkan mereka memiliki adab yang baik, dan ajari mereka pada ilmu agama. Ajak mereka untuk menaati perintah Allah. Seseorang bisa selamat, kalau ia menyelamatkan dirinya dan menyelamatkan pula orang-orang yang berada di bawa kekuasaannya. Berarti ia selamatkan pula istri dan anak-anaknya yang berada di bawah tanggung jawab kepala keluarga.” [Tafsir As-Sa’di, hlm. 874]
Kadang yang kita pikirkan menjadi kepala keluarga adalah hanya mengurus urusan perut, tanpa ambil peduli baiknya istri dan anak-anak kita. Padahal yang dituntut kita bukan hanya memberi nafkah lahiriyah, namun juga pemberian ilmu agama itu teramat penting.
Lihatlah apa yang dikatakan oleh para ulama seperti Adh-Dhahak dan Maqatil mengenai ayat di atas:
“Menjadi kewajiban seorang Muslim untuk mengajari keluarganya, termasuk kerabat, sampai pada hamba sahaya laki-laki atau perempuannya. Ajarkanlah mereka perkara wajib yang Allah perintahkan, dan larangan yang Allah larang.” [HR. Ath-Thabari, dengan sanad Shahih dari jalur Sa’id bin Abi ‘Urubah, dari Qatadah. Lihat Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim, 7: 321]