>> Bolehkah kita hanya menyebut diri sebagai Muslimin saja tanpa penyandaran kepada Manhaj Salaf?
>> Cinta Salaf berarti cinta Islam, benci Salaf berarti benci Islam
Ada sebagian dari kita yang terlalu cepat memvonis agar tidak perlu bermanhaj dalam urusan agama. Yang penting yang bagus-bagus kita ambil, yang jelek-jelek kita buang. Demikianlah mereka berdalih.
Sebelum kita terlalu cepat memvonis sesuatu perkara sebagai keburukan, marilah kita cari tahu bersama, apa sesungguhnya Manhaj Salaf itu. Seperti kata pepatah: “Tak kenal maka tak sayang”.
Secara ringkasnya, manhaj adalah metode/cara beragama. “Al Manhaj” secara istilah adalah aturan yang diikuti kaum Muslimin di dalam memahami, mengamalkan dan menyebarkan agama. [Al Manhaj, Yayasan ash shofwa, hal. 3-4, Jakarta]. Dan berdasarkan penelusuran pada manhaj-manhaj secara umum kita dapati, bahwa manhaj ada dua macam, yang benar dan yang rusak. Dan yang penting kita bahas di sini adalah yang pertama (yang benar).
Sedangkan salaf menurut para ulama adalah:
– Sahabat,
– Tabi’in (orang-orang yang mengikuti sahabat) dan
– Tabi’ut tabi’in (orang-orang yang mengikuti tabi’in).
Tiga generasi awal inilah yang disebut dengan Salafush Shalih (orang-orang terdahulu yang saleh).
Merekalah TIGA GENERASI UTAMA dan TERBAIK dari umat ini, sebagaimana sabda Rasulullah ﷺ:
”Sebaik-baik manusia adalah generasiku, kemudian generasi sesudahnya kemudian generasi sesudahnya lagi.” [HR. Ahmad, Ibnu Abi ’Ashim, Bukhari dan Tirmidzi]
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. [QS Ali Imran:110].
Syaikh Salim Al Hilali berkata:
“Allah telah menetapkan keutamaan untuk para sahabat di atas seluruh umat. Ini berarti mereka istiqamah (berada di atas jalan lurus) dalam segala keadaan, karena mereka tidak pernah menyimpang dari jalan yang terang. Allah telah menjadi saksi untuk mereka, bahwa mereka menyuruh kepada seluruh yang ma’ruf dan mencegah dari seluruh yang munkar. Hal itu mengharuskan menunjukkan, bahwa pemahaman mereka merupakan argumen terhadap orang-orang setelah mereka”. [Limadza Ikhtartu Manhajas Salafi, hlm. 86].
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah rida kepada mereka dan Allah menyediakan bagi mereka Surga-Surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar. [QS At Taubah:100].
Di dalam ayat ini Allah memuji tiga golongan manusia, yaitu: kaum Muhajirin, kaum Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Maka kita katakan, bahwa Muhajirin dan Anshar itulah generasi Salafush Shalih. Sedangkan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik itulah yang disebut sebagai Salafi.
Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan tentang tafsir ayat ini:
“Allah ta’ala mengabarkan, bahwa keridaan-Nya tertuju kepada orang-orang yang terlebih dahulu (masuk Islam) yaitu kaum Muhajirin dan Anshar, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Sedangkan bukti keridaan-Nya kepada mereka adalah dengan mempersiapkan Surga-Surga yang penuh dengan kenikmatan serta kelezatan yang abadi bagi mereka…” [Tafsir Ibnu Katsir, 4/140].
Lihatlah, Allah menyediakan Surga-Surga bagi dua golongan. Pertama: golongan sahabat, yaitu orang-orang Muhajirin dan Anshar. Mereka adalah Salafush Shalih generasi sahabat. Kedua: orang-orang yang mengikuti golongan pertama dengan baik.
Jika demikian, maka seluruh umat Islam, generasi SETELAH sahabat WAJIB MENGIKUTI para sahabat dalam beragama, sehingga meraih janji Allah di atas. Menjadi keharusan atas kita generasi masa kini untuk merujuk kepada Al-Kitab dan As-Sunnah dan jalan kaum mukminin. Kita TIDAK BOLEH berkata: “Kami mandiri dalam memahami Al-Kitab dan As-Sunnah TANPA petunjuk Salafush Shalih”.
Kenapa Harus Manhaj Salaf?
Di zaman ini kita harus memiliki nama yang membedakan antara yang haq dan batil. BELUM CUKUP kalau kita hanya mengucapkan: ”Saya seorang Muslim (saja) atau bermadzhab Islam. Sebab semua firqah juga mengaku demikian, baik Syiah, Ibadhiyyah (salah satu firqah dalam Khawarij), Ahmadiyyah dan yang lain. Apa yang membedakan kita dengan mereka?
Kalau kita berkata: Saya seorang Muslim yang memegangi Al-Kitab dan As-Sunnah. ini juga BELUM MEMADAI. Karena firqah-firqah sesat juga mengklaim ittiba’ terhadap keduanya.
Tidak syak lagi, nama yang jelas, terang dan membedakan dari kelompok sempalan adalah ungkapan: “Saya seorang Muslim yang konsisten dengan Al-Kitab dan As-Sunnah serta berManhaj Salaf”, atau disingkat “Saya Salafi”.
Kita harus yakin, bersandar kepada Al-Kitab dan As-Sunnah saja, TANPA Manhaj Salaf yang berperan sebagai penjelas dalam masalah metode pemahaman, pemikiran, ilmu, amal, dakwah, dan jihad, BELUMLAH CUKUP.
Taruhlah misalnya kita terima bantahan para pengritik, yaitu kita hanya menyebut diri sebagai Muslimin saja tanpa penyandaran kepada Manhaj Salaf; padahal Manhaj Salaf merupakan nisbat yang mulia dan benar, lalu apakah mereka (pengritik) akan terbebas dari penamaan diri dengan nama-nama golongan madzhab atau nama-nama tarekat mereka? Padahal sebutan itu tidak syari dan salah!? Orang yang mengingkari istilah Manhaj Salaf, bukankah dia juga menyandarkan diri pada suatu madzhab, baik secara akidah atau fikih? Bisa jadi ia seorang Asy’ari, Maturidi, Ahli Hadits, Hanafi, Syafi’i, Maliki atau Hambali semata, yang masih masuk dalam sebutan Ahlu Sunnah wal Jama’ah.
Demikianlah penjelasan kami. Istilah Salaf bukan menunjukkan sikap fanatik atau ta’assub pada kelompok/ golongan /partai/ aliran tertentu, tetapi menunjukkan pada komitmennya untuk mengikuti Manhaj Salafush Shalih dalam memahami Alquran dan As-Sunnah.
Allah adalah Zat Maha Pemberi Petunjuk menuju jalan lurus.
Lihat Komentar